Anies: Negara yang Inklusif adalah Negara yang Tidak Baperan

20 Mei 2023 18:38 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Bakal calon presiden dari Koalisi Perubahan dan Persatuan Anies Baswedan memberikan pidato politik saat menghadiri peringatan Milad Ke-21 Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di Istora Senayan, Jakarta, Sabtu (20/5/2023). Foto: Galih Pradipta/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Bakal calon presiden dari Koalisi Perubahan dan Persatuan Anies Baswedan memberikan pidato politik saat menghadiri peringatan Milad Ke-21 Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di Istora Senayan, Jakarta, Sabtu (20/5/2023). Foto: Galih Pradipta/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Dalam pidatonya di acara Milad ke-21 PKS, bakal calon presiden Anies Baswedan mengutip buku "Why Nation Fail" karya ekonom Daron Acemoglu dan James A. Robinson yang terbit 2012. Dalam buku tersebut, kata Anies, digambarkan bagaimana sebuah negara bisa gagal karena institusi politik dan ekonominya bersifat ekstraktif atau berpusat di satu kelompok saja.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, kata Anies, negara yang institusi politik dan ekonominya bersifat inklutif atau memberikan kesempatan setara pada semua rakyat, pelan-pelan bisa bangkit dan berkembang.
"Apa bedanya negara dengan institusi politik yang bersifat ekstraktif atau bersifat inklusif? Yang ekstraktif atau memeras cenderung mengkonsolidasikan kekuatan, kewenangan, pada satu pemimpin kelompok, tidak disebarkan atau dibagikan ke semua," jelas Anies di Milad ke-21 PKS di Istora Senayan, Sabtu (20/5).
Bacapres dari Koalisi Perubahan, Anies Baswedan, bertemu dengan Tim Kecil Koalisi Perubahan di Brawijaya, Jakarta Selatan, Jumat (5/5/2023). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
"Sebaliknya, negara dengan institusi politik yang inklusif, melayani semua, menjunjung tinggi pilar demokrasi, saling mengawasi, saling menyeimbangkan. Negara seperti ini akan kita saksikan tanpa konflik kepentingan," lanjutnya.
Menurut Anies, negara yang bersifat inklusif juga cenderung tidak baperan. Apalagi jika berhadapan dengan orang atau kelompok yang memiliki pendapat dan pemikiran berbeda.
ADVERTISEMENT
"Negara dengan institusi politik yang melayani ini cenderung menjunjung tinggi rule of law. Negara yang inklusif tidak baperan. Negara punya kekuatan aparat, anggaran, media, bahkan senjata. Sedangkan yang dimiliki rakyat adalah gagasan dan kata-kata. Jangan sampai itu pun dilarang," tutur Anies.
Di bidang ekonomi, menurut Anies, negara yang bersifat ekstraktif cenderung membatasi kesempatan ekonomi dan sumber daya finansial hanya bagi sebagian kalangan saja. Inilah yang seharusnya dihindari dengan cara menghadirkan transparansi dan pengawasan ketat agar tak ada lagi penyalahgunaan kekuasaan.
"Sedangkan negara yang inklusif adalah yang memberikan kesempatan yang terbuka lebar pada semuanya. Langkah-langkah yang dilakukan untuk menghadirkan ini harus dipastikan agar yang kecil bisa jadi besar tanpa mengecilkan yang besar," pungkasnya.
ADVERTISEMENT