Anies Soal UMP 2022: Kirim Surat ke Menaker; Ajak Pengusaha 'Copot Seragam'

5 Januari 2022 8:26 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Gubernur DKI Jakarta di acara penandatanganan kerja sama antara Dinas Kependudukan dan Pencacatan Sipil Provinsi DKI Jakarta. Foto: PPID DKI Jakarta
zoom-in-whitePerbesar
Gubernur DKI Jakarta di acara penandatanganan kerja sama antara Dinas Kependudukan dan Pencacatan Sipil Provinsi DKI Jakarta. Foto: PPID DKI Jakarta
ADVERTISEMENT
Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan telah mengeluarkan Keputusan Gubernur (Kepgub) Nomor 1517 Tahun 2021 tentang Upah Minimum Provinsi (UMP) 2022 yang telah ditetapkan senilai Rp 4.641.854.
ADVERTISEMENT
Namun kebijakan tersebut ternyata ditentang sejumlah pihak karena dianggap melanggar PP Nomor 36 Tahun 2021, seperti yang pemerintah pusat.
Anies menyempatkan diri berbincang dengan 50 wajib pajak paling tertib dan terbesar di Jakarta. Dalam pertemuan itu, ada pengusaha yang menanyakan alasan Anies merevisi UMP 2022.
“Kenaikan UMP di Jakarta sejak tahun 2016 itu naik nya 14,8% , 2017 8,3%, 2018 8,7%, 2019 8,0%, 2020 8,5%. Lalu terjadilah kontraksi perekonomian kemarin, pertumbuhan kita turun. inflasi kita turun, apa yang terjadi? UMP kita naiknya 3,3%,” ujar Anies dalam video yang dirterima kumparan, seperti dikutip, Selasa (4/1).
Berikut sejumlah peryataan Anies soal revisi UMP 2022 yang dirangkum kumparan:
Sejumlah buruh menggelar aksi unjuk rasa menolak upah minimum provinsi (UMP) di depan Balai Kota DKI Jakarta. Foto: ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

Anies Bicara Revisi UMP di Depan Pembayar Pajak Tertertib dan Terbesar Jakarta

Anies menjelaskan, di masa pandemi kebijakan Pemprov DKI Jakarta dalam mengambil keputusan kenaikan UMP selalu mengikuti aturan pemerintah pusat. Namun untuk UMP 2022 ia merasa keberatan karena seharusnya kenaikan UMP bisa kembali normal karena kondisi perekonomian yang mulai stabil.
ADVERTISEMENT
“DKI sama kebijakannya, kami selalu melaksanakan ada yang di PP (Peraturan Pemerintah) selama ini dengan kekurangannya kami tambahi lewat Kartu Pekerja Jakarta," ungkapnya.
“Lah, formula PP nya berubah Pak, yang rata-rata kenaikan UMP itu 8,6% selama ini. Tahun 2021 PP Nomor 78 tahun 2015 berubah menjadi PP Nomor 36 tahun 2021, yang tahun lalu saja kondisinya kita berat 3,3% dengan formula yang baru keluarnya 0,8% di bawah 1%, saya pun kaget lho,” sambung Anies.
Ia menambahkan, revisi UMP sebesar 5,1 persen juga dianggap lumrah, mengingat kondisi perekonomian yang mulai pulih.
“Bagaimana mungkin di Jakarta yang biasanya kenaikannya 8% lalu kondisinya sulit naik 3,3 persen dan buruh pun menerima, karena pada waktu itu kondisinya memang sulit. Hari ini kondisinya lebih baik, perekonomian, pertumbuhan meningkat justru UMP nya malah turun, dari rata-rata 8% menjadi 0,8 persen,” tambahnya.
ADVERTISEMENT
“Jadi kalau Yamaha, di cek catatan Yamaha itu 8% Pak kira-kira, lah kok sekarang mau 0,8%, gitu Pak, bayangkan," tutur Anies.
Keputusan Anies merevisi UMP menjadi 5,1 persen dilakukan setelah mempertimbangkan sentimen positif, kajian, serta proyeksi Bank Indonesia, bahwa proyeksi pertumbuhan ekonomi pada tahun 2022 mencapai 4,7 persen hingga 5,5 persen. Sementara, inflasi akan terkendali pada posisi 3 persen (2-4 persen).
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan temui massa buruh di Gedung Balai Kota DKI Jakarta. Foto: Muhammad Darisman/kumparan

Anies: Kita Punya Dasar Revisi UMP 2022

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan terus jadi sorotan karena merevisi UMP 2022 jadi dari 0,8% jadi naik 5,1%. Anies menegaskan, keputusan itu diambil bukan tanpa dasar hukum.
Anies mengatakan, Jakarta punya Undang-Undang Nomor 29 tahun 2007. Dalam aturan itu, Jakarta punya kewenangan untuk mengurus dan mengatur bidang perekonomian.
ADVERTISEMENT
“Jadi 5,1 itu jika kita menggunakan rumus yang ada di tahun-tahun sebelumnya, apakah kita punya dasar hukum? Ada dasar hukumnya DKI Jakarta memiliki kekhususan diatur dalam UU Nomor 29 tahun 2007 yang memberikan kewenangan pada Pemprov DKI untuk mengatur bidang perindustrian, perdagangan, perekonomian. Jadi kita punya dasar hukumnya untuk melakukan itu,” ujar Anies dikutip Selasa (4/1).
Dengan formula baru yang ditetapkan saat pandemi corona, UMP Jakarta hanya naik 0,8%. Karena itu, Anies merujuk pada formula lama yang biasa dipakai sebelum-sebelumnya. Dengan dasar itu, didapati nilai kenaikan 5,1%.
Selain itu, Anies mengatakan di balik revisi kenaikan UMP tersebut, dirinya juga ingin setiap perusahaan mendapatkan demand yang bergerak agar dapat berjalan berkesinambungan dengan para pekerja.
ADVERTISEMENT
“Tapi dasar moralnya dan ini tadi saya ceritakan banyak, dasar moralnya itulah kami ingin bapak ibu sekalian demand-nya juga bergerak, tapi itu penjelasan ekonomi pak bu, penjelasan ekonominya adalah kita ingin kick in juga supaya demand bergerak,” jelasnya.
Lebih lanjut, Anies menjelaskan bahwa terdapat studi yang dilakukan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) optimalnya naik 5% karena dapat mendorong konsumsi masyarakat hingga sebesar Rp 180 triliun per tahun.
“Studi Bappenas menunjukkan bahwa untuk bisa menggerakkan demand lebih tinggi maka UMP idealnya naik 5%,” ungkapnya.
Oleh karena itu, Anies yakin bahwa keputusannya merevisi kenaikan UMP DKI 2022 menjadi 5,1% tidak keluar dari jalur hukum. Karena hal tersebut dianggapnya untuk keadilan bagi seluruh masyarakat.
ADVERTISEMENT
“Jadi kalau boleh saya sampaikan secara koridor hukum kita gunakan aturan hukumnya, lalu runtutan sejarahnya, kenapa kok munculnya bentuknya revisi, karena diawal kami terus terang terkejut Pak, rumus barunya kok jadi seperti ini,” jelasnya.
“Nah, kalau saya ajak bapak ibu sekalian melihat ini sebagai anak bangsa nih merasakan kira-kira muncul rasa ketidakadilan tidak? Pasti muncul,” kata dia.
Sejumlah buruh menggelar aksi unjuk rasa menolak upah minimum provinsi (UMP) di depan Balai Kota DKI Jakarta. Foto: ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

Anies Kirim Surat Revisi UMP ke Menaker

Revisi UMP DKI Jakarta 2022 dari 0,8% menjadi 5,1% masih menjadi polemik bagi berbagai pihak. Namun, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menjelaskan bagaimana proses dirinya yakin untuk merevisi kenaikan UMP DKI 2022 menjadi 5,1%.
Menurut Anies, permasalahan yang sebenarnya terjadi ada pada rumus formula pada PP 36 tahun 2021. Untuk itu, pada saat penetapan UMP tahun 2022, ia terpaksa mengikuti aturan tersebut dahulu, karena jika tidak Pemprov DKI dianggap melanggar aturan.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, setelah tanggal 21 November 2021, dirinya langsung bersurat ke Menteri Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Menakertrans) Ida Fauziyah untuk meminta revisi kenaikan UMP DKI tahun 2022.
“Bila kami tidak menyiapkan maka kami akan dapat sanksi, tanggal 22 [November] saya langsung kirim surat kepada Menteri Tenaga Kerja, saya sampaikan ini tidak masuk pada prinsip keadilan dan kalau kita lihat proyeksi perekonomian, ini enggak nyambung,” jelas Anies dikutip dari video yang diterima kumparan, Selasa (4/1).
Sesuai aturan administrasi di pemerintahan, kata Anies, jika tidak ada balasan surat dalam waktu 2 minggu, maka dianggap surat tersebut telah disetujui. Untuk itu, ia merevisi kenaikan UMP DKI 2022 menjadi 5,1%.
“Jadi Pak, 21 [November] kita keluarkan 22 [November] kami kirim surat, tidak ada balasan terus. Di pemerintahan itu kalau berkirim surat kalau 2 minggu tidak ada balasan itu artinya disetujui,” ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Anies menegaskan kenaikan UMP hingga 5,1% berdasarkan penghitungan yang tepat dengan mempertimbangkan inflasi, bukan asal-asalan.
“Bapak/Ibu tahu prinsip administrasi itu ditunggu 15 hari tidak ada jawaban tanggal 16 kemarin, 16 Desember kita gunakan," kata Anies.
"Apa angka 5,1% itu? Angka 5,1% itu bukan angka bikinan kita Pak, kita menggunakan rumus yang biasa digunakan selama ini, jadi ketemu angka 5,1%. 3,6% proyeksinya pertumbuhan dengan 1,5 itu inflasinya, jadilah angka 5,1,” tegasnya.
Untuk itu, dirinya menjelaskan revisi kenaikan UMP DKI menjadi 5,1% tersebut berdasarkan formula PP Nomor 78 tahun 2015 dengan dasar hukum yang diatur dalam UU Nomor 29 tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia
ADVERTISEMENT
Dalam UU itu, kata Anies, DKI Jakarta memiliki kewenangan dalam bidang perindustrian hingga perekonomian.
“Jadi 5,1 itu jika kita menggunakan rumus yang ada di tahun-tahun sebelumnya, apakah kita punya dasar hukum? ada dasar hukumnya DKI Jakarta memiliki kekhususan diatur dalam UU Nomor 29 tahun 2007 yang memberikan kewenangan pada Pemprov DKI untuk mengatur bidang perindustrian, perdagangan, perekonomian. Jadi kita punya dasar hukumnya untuk melakukan itu,” ujarnya.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan saat meninjau uji coba sistem audio dan pencahayaan di Jakarta International Stadium, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Sabtu (11/12/2021). Foto: Abdu Faisal/ANTARA

Anies Ajak Pengusaha Copot Seragam; Normalkah UMP Naik 0,8% Persen?

ADVERTISEMENT
Di hadapan 50 wajib pajak paling tertib dan terbesar di Jakarta, Anies mengajak mereka untuk 'mencopot seragamnya' sebagai pengusaha dan memposisikan diri mereka sebagai buruh, supaya mereka memahami tujuan kenaikan UMP tersebut dari sudut pandang pekerja.
ADVERTISEMENT
“Sekarang Bapak/Ibu copot baju kita, pakai akal sehat. Kira-kira kalau kita dalam posisi itu normal tidak Bapak/Ibu di Jakarta kenaikan (UMP) 0,8 persen? kalau kenaikan 0,8 persen sudah pasti problem akan muncul,” kata Anies dalam video yang diterima kumparan, seperti dikutip, Selasa (4/1).
Anies menjelaskan, selama pandemi Pemprov DKI Jakarta terus berupaya agar kondisi sosial di Jakarta dapat berjalan normal. Namun apabila ia menaikkan UMP pada PP Nomor 36 tahun 2021, maka akan timbul masalah baru.
“Kita 1,5 tahun ini mencoba menyelamatkan stabilitas sosial di Jakarta. Tadi saya ceritakan tuh supaya Jakarta anteng, tenang, semua orang cukup, lah kok sekarang kenaikan UMP nya di bawah inflasi? it doesn't make sense. Jadi kami sampaikan ini problemnya adalah formula baru telah mengganggu stabilitas yang ada di Jakarta," jelas Anies.
ADVERTISEMENT
Anies merasa kebijakannya merevisi kenaikan UMP DKI 2022 menjadi 5,1 persen demi keadilan bagi masyarakat ke depannya.
“Jadi kalau boleh saya sampaikan secara koridor hukum kita gunakan aturan hukumnya, lalu runtutan sejarahnya, kenapa kok munculnya bentuknya revisi, karena di awal kami terus terang terkejut Pak, rumus barunya kok jadi seperti ini,” jelasnya.
“Nah, kalau saya ajak Bapak Ibu sekalian melihat ini sebagai anak bangsa nih merasakan kira-kira muncul rasa ketidakadilan tidak? pasti muncul,” pungkasnya.