Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0

ADVERTISEMENT
Perdebatan penanganan banjir dengan normalisasi atau naturalisasi sungai mengemuka. Isu ini menjadi perdebatan ketika banjir datang dan merendam sejumlah wilayah Jakarta pada Rabu, 1 Januari 2020 dini hari.
ADVERTISEMENT
Normalisasi sungai dikenal era Jakarta di bawah kepemimpinan Jokowi - Ahok, yaitu melebarkan sungai sesuai lebar aslinya, mengeruk sedimentasi, dan kemudian membuat turap beton. Air diberi jalan mudah untuk mengalir ke laut. Konsekuensinya, warga di pinggiran/bantaran kali dipindahkan.
Sedang naturalisasi sungai dikenalkan Gubernur DKI Anies Baswedan. Maknanya yakni membangun ekosistem di sungai dan waduk sealami mungkin, mengembangkan tanaman di tepi sungai, termasuk dengan membuat turap dengan bahan alamiah. Dari konsep Anies, tak ada penggusuran warga di pinggir kali.
Konsep normalisasi sudah berjalan, namun kini mandek seiring dengan pergantian kepemimpinan Jakarta sejak 2017.
Sedang naturalisasi yang sudah dilakukan saat ini hampir mirip dengan normalisasi, yaitu membangun turap, tapi bukan dengan beton melainkan dengan material alamiah seperti karung pasir, kayu, dan batu bronjong, serta mengeruk sedimentasi.
ADVERTISEMENT
Ketika perdebatan normalisasi vs naturalisasi muncul, apa kata Anies?
"Pada saat ini kita konsentrasi pada penanganan korban akibat banjir. Sesudah ini semua selesai baru kita diskusikan apa yang akan kita kerjakan termasuk perdebatan itu. Saat ini warga membutuhkan bantuan dan itu yang kita konsentrasikan," jawab Anies.
Pernyataan Anies itu mengemuka saat menjawab pertanyaan wartawan di sela mengunjungi korban banjir di Kampung Pulo, Jakarta Timur, Jumat (3/1).
Hingga siang ini, korban meninggal akibat banjir di Jabodetabek dan Lebak, Jabar, menurut catatan BNPB mencapai 43 orang.