Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Anita Kolopaking Akui Pernah Surati Hatta Ali soal Permohonan PK Djoko Tjandra
25 November 2020 20:06 WIB
ADVERTISEMENT
Mantan penasihat hukum Djoko Tjandra , Anita Kolopaking , mengakui sempat memberikan surat permohonan diterimanya Peninjauan Kembali (PK) kasus Djoko Tjandra ke Mahkamah Agung (MA). Surat tersebut ditujukan kepada Hatta Ali selaku Ketua MA.
ADVERTISEMENT
Pengakuan Anita tersebut berawal saat anggota majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta, Agus Salim, menanyakan siapa saja rekan seangkatan Anita saat menempuh program doktor hukum di Universitas Padjadjaran.
"Dari MA yang S3 di Unpad seangkatan ibu siapa saja?" tanya Agus Salim, di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (25/11) dikutip dari Antara.
"Ada Pak Hatta Ali," jawab Anita yang menjadi saksi kasus dugaan suap fatwa MA dengan terdakwa Jaksa Pinangki Sirna Malasari.
"Apakah seangkatan dengan terdakwa (Pinangki) juga?" tanya hakim Agus Salim.
Atas pertanyaan tersebut, Anita menjawab tidak. Sebab dia merupakan angkatan terlebih dahulu sebelum Pinangki. Setelahnya, Hakim Agus Salim terus mencecar pertanyaan siapa lagi temannya yang berasal dari MA.
ADVERTISEMENT
"Pak Hatta Ali, tapi yang angkatan di bawah saya juga ada," jawab Anita.
Anita kemudian menyebut ada Hakim Agung Andi Samsan Nganro yang juga satu almamater, namun beda angkatan.
"Hampir semua ada dari MA. Saya lupa nama-namanya, ketua kamar pidana siapa namanya, itu sama-sama kami, lupa namanya," jawab Anita.
Andi Samsan Nganro merupakan Ketua Muda MA bidang Pengawasan sekaligus Juru Bicara MA. Hakim pun terus mencecar hubungan Anita dengan orang-orang di MA.
Hingga kemudian, Anita menyatakan pernah bersurat ke MA terkait permohonan PK Djoko Tjandra dalam kasus cessie Bank Bali. Surat ditujukan kepada Hatta Ali ketika masih menjabat Ketua MA. Adapun kini Hatta Ali telah purnatugas dan digantikan Muhammad Syarifuddin.
ADVERTISEMENT
"Ada tidak menanyakan status Djoko Tjandra ke MA?" tanya hakim Agus Salim.
"Tidak, tapi saya menyurati MA untuk permohonan diterimanya PK Pak Djoko, tapi tidak dijawab," jawab Anita.
"Ditujukan ke siapa?" tanya hakim Agus Salim.
"Waktu itu ditujukan saat Pak Hatta Ali masih menjabat. Saya minta untuk bisa 'conference call' sebagai 'lawyer' Djoko Tjandra dengan mengirim surat ke pengadilan negeri dan ke MA juga, tapi enggak direspon," jawab Anita.
Anita juga mengaku pernah menanyakan ke MA terkait kemungkinan mengajukan fatwa. Namun saat itu dijawab oleh orang MA bahwa urusan eksekusi ada di ranah kejaksaan.
"Terus terang karena waktu itu lagi kumpul-kumpul saya tanya bikin fatwa boleh tidak? Mengenai apa? Ini kalau ada kejaksaan minta bisa eksekusi putusan," kata Anita.
ADVERTISEMENT
"Lalu dijawab orang MA urusan eksekusi kan bukan urusan kita, itukan di kejaksaan, artinya eksekutornya jaksa, jadi tidak usah pakai fatwa. Lalu saya sampaikan ke Mbak Pinangki, kemudian Andi Irfan dan Pinangki katakan ok," ungkap Anita.
Nama Hatta Ali sebelumnya sempat disinggung dalam 'action plan' pengurusan Fatwa ke MA yang disusun Jaksa Pinangki. Rencana tersebut berisi tindakan dan biaya mengurus fatwa MA sebesar USD 10 juta.
Di situ, tercantum inisial "BR" selaku Jaksa Agung ST Burhanuddin dan "HA" selaku Ketua MA periode Maret 2012-April 2020, Hatta Ali. Namun dalam dakwaan juga disebutkan bahwa action plan tersebut gagal dilakukan dan tak berjalan.
Sementara, dalam perkara ini, Pinangki didakwa dengan tiga dakwaan yaitu pertama dakwaan penerimaan suap sebesar USD 500 ribu atau sekitar Rp 7,4 miliar dari Djoko Tjandra.
ADVERTISEMENT
Kedua, dakwaan pencucian uang yang berasal dari penerimaan suap sebesar USD 444.900 atau sekitar Rp 6.219.380.900 sebagai uang pemberian Djoko Tjandra untuk pengurusan fatwa ke MA.
Ketiga, Jaksa Pinangki didakwa melakukan pemufakatan jahat bersama dengan Andi Irfan Jaya dan Joko Tjandra untuk menyuap pejabat di Kejagung dan MA senilai USD 10 juta.