Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.92.0
Anomali Kasus Pj Wali Kota Pekanbaru: Tak Ada Biaya Politik, Tetap Korupsi
4 Desember 2024 12:55 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Kasus dugaan korupsi Pj Wali Kota Pekanbaru Risnandar Mahiwa yang diungkap KPK menjadi anomali. Seorang Penjabat (Pj) kepala daerah diduga berbuat korupsi meski tidak mengeluarkan biaya politik untuk menduduki jabatannya.
ADVERTISEMENT
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menilai kasus ini merupakan anomali karena menyimpang dari asumsi umum bahwa penyebab utama korupsi di jabatan kepala daerah yaitu biaya politik untuk pencalonan.
“Kami sampaikan bahwa KPK sesungguhnya bersedih karena asumsinya, kami mengatakan dulu bahwa asumsinya bahwa korupsi itu mungkin terjadi karena besarnya cost politik untuk menduduki jabatan-jabatan kepala daerah” ujar Ghufron dalam konferensi pers di kantor KPK, Jakarta, Rabu (4/12).
Ghufron menekankan bahwa korupsi di lingkungan pejabat yang ditunjuk, seperti Pj Wali Kota, menunjukkan bahwa persoalan korupsi tidak semata-mata berkaitan dengan kebutuhan untuk menutupi biaya politik.
Padahal, dalam kasus pejabat yang ditunjuk, mereka tidak melalui proses politik yang memerlukan biaya besar, seperti kampanye atau lobi politik. Namun, kenyataannya praktik korupsi tetap terjadi.
ADVERTISEMENT
“Tetapi kenyataannya ini adalah pejabat yang ditunjuk yang tidak memerlukan proses politik sehingga asumsinya tidak berbiaya, tapi efeknya sama” ujarnya.
Kasus ini memunculkan pertanyaan serius tentang akar persoalan korupsi di Indonesia.
Bila sebelumnya tingginya cost politik sering dianggap sebagai alasan utama pejabat publik terjerumus dalam korupsi, maka kasus ini membuktikan bahwa pejabat yang tidak memerlukan biaya politik pun tetap rentan terhadap godaan korupsi.
Hal ini menunjukkan bahwa korupsi memiliki penyebab lain yang lebih kompleks, seperti moralitas individu, budaya kerja di birokrasi, dan lemahnya pengawasan.
“Ini menjadi pertanyaan dan kerisauan kita semua untuk kita jawab ke depan,” tambah Ghufron.
Untuk Risnandar Mahiwa, KPK menyebut bahwa dia menjabat Pj Wali Kota Pekanbaru sejak Juni 2024. Diduga, hanya sebulan berselang usai jadi Pj, dia langsung korupsi.
ADVERTISEMENT
Diduga dia menerima uang setoran dari hasil pemotongan anggaran di Pemkot Pekanbaru. Selain itu dia juga diduga menerima uang hasil pungutan dari para jajarannya.
Hal itu kemudian terungkap dari OTT KPK pada Senin (2/12). Ditemukan uang Rp 6,8 miliar dari penangkapan tersebut.
KPK kemudian menjerat Risnandar Mahiwa sebagai tersangka. Bersama dengan Indra Pomi Nasution selaku Sekda Kota Pekanbaru dan Novin Karmila selaku Plt. Kabag Umum Setda Kota Pekanbaru.
KPK menjerat ketiga tersangka dengan sangkaan gratifikasi dan pungli. Penyidik tengah mendalami dugaan penerimaan lain oleh Risnandar dkk.
Selain itu, KPK juga akan mendalami proses penunjukan Risnandar Mahiwa sebagai Pj Wali Kota Pekanbaru.
Profil Risnandar Mahiwa
Risnandar merupakan pria kelahiran Luwuk, 6 Juli 1983. Ia lulusan Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN) 2006.
ADVERTISEMENT
Mengawali kariernya, Risnandar pernah menjabat sebagai Lurah Soho, Kecamatan Luwuk, Kabupaten Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah, pada tahun 2010 hingga 2011.
Setelahnya, Risnandar lalu dimutasi ke Kemendagri. Sejumlah jabatan mulai dari staf, kepala sub-bagian, hingga kepala bagian pun pernah diembannya.
Hingga akhirnya, pada 2022, ia diangkat menjadi Direktur Organisasi Kemasyarakatan Ditjen Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri. Sebelum kemudian ditunjuk menjadi Pj Wali Kota Pekanbaru.
Bantahan Risnandar Mahiwa
Sesaat sebelum ditahan KPK, Risnandar Mahiwa memberikan keterangan kepada wartawan. Ia membantah telah melakukan korupsi pemotongan anggaran Ganti Uang (GU) di Bagian Umum Setda Kota Pekanbaru.
"Enggak, enggak," kata Risnandar usai diperiksa di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu dini hari.
Namun demikian, Risnandar enggan menjelaskan lebih lanjut terkait tuduhan KPK tersebut. "Nanti kita jelaskan pada saat pendampingan," ujarnya.
ADVERTISEMENT