Antara Hallyu dan e-Commerce: Tantangan Memperkenalkan Produk RI ke Korea

23 Desember 2022 15:59 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Warga melihat boneka raksasa dalam serial Squid Game yang dipamerkan di sebuah taman di Seoul, Korea Selatan. Foto: Kim Hong- Jihee/REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Warga melihat boneka raksasa dalam serial Squid Game yang dipamerkan di sebuah taman di Seoul, Korea Selatan. Foto: Kim Hong- Jihee/REUTERS
ADVERTISEMENT
Popularitas budaya pop Korea melalui K-Pop hingga K-Drama tidak hanya berpengaruh terhadap cara pandang masyarakat global terhadap Korea secara umum, tapi juga mempengaruhi daya beli masyarakat.
ADVERTISEMENT
Core Member of Council of ASEAN Professors di Korea, Ratih Indraswari, sepakat bahwa soft power sangat mempengaruhi cara berpikir dan perilaku masyarakat global, khususnya Indonesia terhadap Korea.
“Banyak peneliti yang mengasosiasikan Hallyu dengan soft power, kekuatan untuk mengambil hati dan pikiran anda, tapi sebetulnya itu adalah kekuatan untuk mengambil uang kita,” kata Ratih dalam workshop bertajuk ‘The Rise of Korean Pop Culture’ yang digelar Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) di The Westin Jakarta, Senin (5/12).
Ratih juga menyebut budaya pop Korea atau Hallyu sangat didukung oleh ekonomi. Hal ini pun berpengaruh terhadap daya beli masyarakat Indonesia yang menyaksikan atau mengkonsumsi konten yang diproduksi Korea.
“Jika kita lihat temuan mereka secara general, indeks sentimen Hallyu tertinggi dinikmati oleh warga di Asia Tenggara. Indonesia berada di posisi teratas bersama Vietnam. jadi kita bisa melihat Indonesia memiliki peningkatan minat yang tinggi terhadap kepopuleran Hallyu, khususnya K-Pop yang semakin populer di kalangan anak muda Indonesia,” ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Indonesia juga berada di peringkat kedua sebagai negara yang mendengarkan lagu K-Pop di Spotify pada 2020 dan peringkat pertama sebagai negara yang menulis tweet tentang K-Pop di dunia. Berdasarkan data tersebut, Ratih menyebut perilaku pelanggan (consumer behaviour) masyarakat yang mengkonsumsi konten Korea dapat terlihat.
Suasana pada sebuah toko kosmetik yang menggunakan teknologi AR di Seoul, Korea Selatan, Jumat (3/7). Foto: Heo Ran/Reuters
“Karena ketika kita melihat Hallyu dan ada preferensi yang positif, apa yang akan kita lakukan? Tentu kita harus berpikir sebagai konsumen bagaimana kita mengeluarkan uang. Apakah kita mau mengeluarkan uang untuk produk Hallyu. Jika melihat penelitian terkini, menunjukkan Indonesia juga memiliki intensitas yang tinggi dalam mengeluarkan uang dan membayar untuk konten Hallyu, khususnya terhadap film, drama, dan musik,” tuturnya.
Ratih mengatakan, perilaku tersebut terlihat dari demografi penduduk Indonesia yang dikuasai oleh anak muda. Berdasarkan data BPS pada 2020, populasi usia produktif di Indonesia mencapai di atas 70% dan di antara 70% itu, 80 juta merupakan warga di kategori usia 15 dan 34 tahun.
ADVERTISEMENT
“Dan saya rasa kita semua berada di kategori ini. Artinya sebagai usia produktif [dan] dari mana uang itu datang,” tuturnya lagi.
Peminatan masyarakat terhadap apa pun yang diproduksi oleh Korea juga terlihat dari meningkatnya ekspor film Korea ke Indonesia yang mencapai 30% hanya dalam satu tahun, menjamurnya bioskop Korea, CGV, di Indonesia, dan pelanggan Netflix Indonesia yang menonton drama hingga variety show Korea yang ditayangkan di sana. Hal ini pun beerpengaruh terhadap meningkatnya minat masyarakat tentang segala hal yang berbau Korea.
Hal itu terlihat dari banyaknya barang yang dibuat atau terinspirasi dari Korea di e-commerce. Apalagi, akses pengguna internet ke-commerce di Indinesia meningkat mencapai 30 miliar akses di 2019.
Ilustrasi Tokopedia. Foto: Tokopedia
Kemudian di sisi lain, Presiden Jokowi dalam beberapa kesempatan menekankan pentingnya Small and Medium Enterprises atau SME. Sebab, ekonomi Indonesia sangat bergantung kepada SME dan per 2018, ada 64 juta SME yang mempekerjakan lebih dari 60 juta orang di Indonesia.
ADVERTISEMENT
“Lalu bagaimana hubungannya dengan Hallyu? Hallyu menjadi jembatan yang menghubungkan image Korea Selatan dan consumer goods sebagai alat promosi. Dalam kasus di Indonesia, ada korelasi yang positif antara branding Hallyu dan intensitas pembelian Indonesia. Saya rasa sudah disebut bagaimana Tokopedia bekerja sama dengan BTS sebagai bagian dari itu dan dalam konteks e-commerce, Hallyu dapat menarik pelanggan Indonesia ke dalam produk SME,” jelasnya.
Ratih mengungkapkan, banyak barang di e-commerce seperti Tokopedia yang dibuat di Korea seperti karpet, elektronik, kosmetik, hingga baju. Hal ini menunjukkan integrasi Hallyu melalui e-commerce Indonesia bisa dilakukan dan bisa tercipta kolaborasi antara Korsel dan SME Indonesia.

Produk Korea sangat dikenal di Indonesia. Bagaimana dengan produk Indonesia di Korea?

Ratih mengatakan, masyarakat Asia Tenggara khususnya Indonesia setidaknya memiliki pengenalan yang cukup baik terhadap Korea. Namun, masyarakat Korea belum tentu memiliki pengenalan yang cukup baik terhadap Indonesia, khususnya terhadap produk buatan Indonesia.
ADVERTISEMENT
Untuk memperkenalkan produk buatan Indonesia, Kedutaan Besar Indonesia di Seoul memiliki struktur baru di kantor mereka yaitu Creative Economy and Diplomacy Desk. Ia menyebut, hadirnya bidang tersebut menunjukkan komitmen Indonesia mengambil keuntungan promosi atas produk budaya kreatif Indonesia ke platform e-commerce.
Gerai Baru Innisfree di Mal Kota Kasablanka Foto: Innisfree Indonesia
“Jadi pilot project mereka mendorong SME Indonesia dan produk lokal untuk go global dengan mendukung mereka. Ini adalah idus.com, salah satu platform e-commerce di Korea, tapi tidak sepopuler Coupang atau yang lainnya. Pada 2021, Kedubes Indonesia di Seoul dan pemerintah Korea menandatangani Memorandum of Agreement dengan PT Wastra Cantik Indonesia dan SME kreatif Indonesia untuk membantu mereka membuka toko virtual di platform ini,” ungkapnya.
Meski belum ada kemajuan yang signifikan, Ratih yakin setiap langkah kecil sangat berarti untuk memperkenalkan produk Indonesia kepada masyarakat Korea. Dengan catatan langkah tersebut dilakukan secara konsisten.
ADVERTISEMENT
“Karena saat ini ada mixed opinion tentang Indonesia. Tak hanya tentang Indonesia, tapi juga ASEAN. Berdasarkan publikasi terbaru ASEAN-Korea Center terkait apa yang anak muda Korea pikirkan terhadap ASEAN, hasilnya mereka memiliki pemahaman yang sangat minim,” tuturnya.
Upaya untuk memperkenalkan Indonesia dan produk-produknya pernah dilakukan salah satunya oleh mantan Wali Kota Bandung Ridwan Kamil lewat proyek Little Bandung di Seoul. RK pun mengirim sejumlah SME untuk memasarkan produk lokal di Korea.
“Tapi proyeknya dihentikan dan ada banyak isu soal itu. Inisiatifnya memang bagus, tapi manajemennya juga penting karena ketika kita bicara soal komersial, kita juga bicara soal bisnis. Ini bedanya perusahaan dan pemerintah. Perlu ada keberlanjutan. Kita memerlukan orang yang bisa mengurus bisnis itu dan perlu ada pelaku bisnis yang baik di masa depan,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Dan ketika membahas soal produk, Ratih menekankan pentingnya memperhatikan kualitas. Ia kemudian memberikan contoh bagaimana kopi asal Indonesia jarang dikenal di Korea meski masyarakat Korea menyukai kopi eksotik.
“Tahukah apa yang mereka punya? Kopi Etiopia. Itu sangat jauh. Indonesia punya banyak kopi berkualitas. [Contohnya] kopi Luwak tapi tidak begitu diperkenalkan di sini. Saya rasa itu yang perlu digarisbawahi,” pungkasnya.