Apa Itu IM57+ Institute yang Didirikan Novel Baswedan Dkk?

4 Oktober 2021 18:57 WIB
ยท
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Penyidik senior KPK Novel Baswedan (kanan) bersama pegawai yang tidak lolos TWK menanggalkan identitas pekerjaannya saat hari terakhir bekerja di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (30/9/2021). Foto: Indrianto Eko Suwarso/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Penyidik senior KPK Novel Baswedan (kanan) bersama pegawai yang tidak lolos TWK menanggalkan identitas pekerjaannya saat hari terakhir bekerja di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (30/9/2021). Foto: Indrianto Eko Suwarso/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sebanyak 57 mantan pegawai KPK yang disingkirkan karena tidak lulus Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) mendeklarasikan pendirian Indonesia Memanggil 57 plus Institute (IM57+ Institute). IM57+ Institute yang saat ini masih berbentuk perkumpulan merupakan wadah lanjutan semangat perjuangan dari Novel Baswedan dkk memberantas korupsi.
ADVERTISEMENT
Koordinator Pelaksana IM57+ adalah M Praswad Nugraha. Dia sebelumnya merupakan salah satu penyidik KPK. Dia mengatakan, perkumpulan ini diharapkan menjadi sarana berkontribusi dalam pemberantasan korupsi melalui kerja-kerja pengawalan, kajian, strategi, dan pendidikan anti korupsi.
IM57+ Institute memiliki Executive Board yang terdiri dari Herry Muryanto (eks Deputi Bidang Koordinasi dan Supervisi KPK), Sujanarko (eks Direktur PJKAKI KPK), Novel Baswedan (eks penyidik senior KPK), Giri Suprapdiono (eks Direktur Sosialisasi dan Kampanye Anti Korupsi KPK), serta Chandra Sulistio Reksoprodjo (eks Kabiro SDM KPK).
Selain Executive Board, terdapat Investigation Board (terdiri dari para penyidik dan penyelidik senior), Law and Strategic Research Board (beranggotakan ahli hukum dan peneliti senior), serta Education and Training Board (terdiri atas jajaran ahli pendidikan dan training anti korupsi).
Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Antar Komisi dan Instansi di KPK, Sujanarko. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
kumparan berbincang langsung dengan salah satu executive board IM57+, Sujanarko. Berikut poin-poin penjelasan Sujanarko soal IM57+:
ADVERTISEMENT
Bisa dijelaskan alasan pembentukan IM57+?
Perkembangan 57 itu kan dinamis banget ya, di awal itu kita murni advokasi pegawai. Tetapi begitu timbul (temuan) Komnas HAM, timbul (temuan) ORI (Ombudsman RI), itu kan ternyata masalahnya banyak itu. Karena masalahnya banyak, teman-teman akademisi aktivis ikut gabung itu memang semakin kompleks.
Kompleksnya gini, teman-teman kan sekarang yang 57 itu stakeholdernya banyak. Jadi tidak hanya terkait dengan pimpinan KPK saja. Jadi kita kan waktu kemarin misalnya ada tawaran Polri itu ada komentar dari teman-teman aktivis, teman-teman dari akademisi, itu kan beragam banget. Nah itu coba kita berusaha hargai juga, muncul lah ide IM57+. Bahkan muncul kan kantor darurat di wilayah-wilayah itu.
Nah, jadilah teman-teman untuk merangkai itu, untuk merangkai itu, teman-teman harus bisa tetap mempresentasikan sebagai individu-individu yang independen. Tentu ini terkait integrity yang gitu-gitu ya. Nah, untuk jagain itulah didirikan IM57+ sebetulnya, pendirian IM57+ itu tak terlepas dari kompetensi yang dimiliki teman-teman.
ADVERTISEMENT
Teman-teman kan kalau dilihat dari sisi kompetensi kan ada yang terkait investigasi. Tentu investigasi itu sampai sistem pengawasan ya.
Kerja-kerja investigasi ini seperti apa sebenarnya?
Kita enggak investigasi konteksnya penegakan hukum. Investigasi itu untuk tata kelola. Contohnya kalau ada BUMN misalnya, BUMN yang kebetulan direksinya baru, dia ingin lihat potret risiko di korporasi lah, tentu sang direktur utama itu memerlukan bantuan orang luar untuk lakukan internal audit seperti itu, sehingga dia tahu potretnya lebih dalam sebelum dia ambil keputusan.
Jadi seperti itu, karena kan ketika teman-teman begitu tidak punya SK KPK kan bukan investigator lagi. Nanti juga bisa jadi pusat-pusat riset seperti Auriga ya, sumber daya alam, itu konteksnya nanti dia juga bisa melakukan mapping terkait dengan pemain. Itu kan konteksnya risetlah, tapi lebih dalam.
57 Pegawai KPK yang tidak lolos TWK meninggalkan gedung KPK. Foto: Aprilandika Pratama/kumparan
Bentuknya Civil Society Organization atau bagaimana?
ADVERTISEMENT
Ini kan baru ya, tentu nanti bentuknya (belum diputuskan), karena ini wadah ya, karena ada 3 bagian. Pertama, tim khusus terkait dengan ranahnya itu bisa melakukan riset asesmen, internal audit.
Kedua, teman-teman punya kompetensi untuk membuat tata kelola yang baik dari sisi governance.
Ketiga, teman-teman punya kompetensi terkait pelatihan dan kampanye antikorupsi. Beberapa tersertifikasi juga sebagai ahli pembangun integritas, penyuluh.
Bahkan Hotman Tambunan (mantan kasatgas di KPK) kan dia yang merancang modul-modul di KPK, mau modul investigasi dan lain-lain itu otaknya ada di Hotman.
Keempat, teman-teman juga sebagian punya kemampuan litigasi yang kuat. Ada Tigor, ada Rasamala, dan lain-lain. Kira-kira itu. Tapi kan bentuknya masih apa ya, karena baru kemarin di-declare, masih konsolidasi terus.
ADVERTISEMENT
Belum ada bentuknya?
Iya. Tapi begini, intinya teman-teman itu sudah jadi simbol. Teman-teman gerakan lah, bahkan dengan adanya teman-teman 57 itu mahasiswa solid, BEM Nusantara, BEM SI solid. Kalau teman-teman 57 itu tidak bisa merepresentasikan diri, itu mengecewakan banyak orang. Kita enggak mau. Kira-kira seperti itu.
57 pegawai yang disingkirkan via TWK, semuanya bergabung?
Masuk semua di situ, masuk semua.
Akan buka tambahan personel dari luar 57?
Nanti tentu gini, 57 itu tentu core-nya, tapi untuk keperluan, market, kompetensi, di luar 57 tidak menutup kemungkinan kita rekrut juga.
Jadi itu ya ada misi semangat pemberantasan korupsi yang terbangun melalui gerakan 57 itu jangan terputus gitu. Kan ini kemarin sebetulnya bukan hanya sekadar kerjaan gitu kan, kalau kerjaan tentu ditawarin BUMN ditangkap, ditawarin ini ditangkap, tapi kan enggak. Ada idealisme yang perlu dirawat juga.
ADVERTISEMENT
(Pegawai KPK yang tidak lulus TWK sempat mendapatkan tawaran bekerja di BUMN. Namun, pihak KPK menyatakan hal tersebut berdasarkan permohonan dari pegawai, dan mereka memfasilitasinya.
Saat ini, para mantan pegawai KPK itu juga mendapat tawaran untuk menjadi ASN Polri. Namun belum ada tindak lanjut soal hal ini).