handphone

Apa Jasa Reparasi Bisa Dipidana Jika Handphone yang Diperbaiki Ternyata Curian?

21 Januari 2022 18:56 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Jasa perbaikan handphone atau ponsel termasuk rentan terkait dengan barang curian atau terkait tindak pidana lainnya. Jasa reparasi itu perlu berhati-hati karena berpotensi dipidana bila ikut terlibat dalam tindak pidana tersebut.
ADVERTISEMENT
Namun, bagaimana bila sang jasa reparasi itu tidak mengetahui bahwa handphone yang diperbaiki tersebut adalah curian? Apakah bisa ikut dipidana?
Seperti misalnya contoh kasus di bawah ini:
Saya merupakan seorang teknisi handphone. Pada suatu waktu, seorang pelanggan datang ke saya untuk diminta reset handphone. Setelah pengerjaan selesai dan saya pun telah dibayar, outlet saya dihampiri polisi meminta keterangan.
Ternyata, handphone yang saya reset adalah handphone curian. Namun saya tidak mengetahui hal ini. Dapatkah saya disertakan atau dianggap membantu tindak pidana?
Ilustrasi membersihkan handphone Foto: Dok.Shutterstock
Berikut jawaban Putu Bravo Timothy, S.H., M.H., pengacara yang tergabung dalam Justika:
Perlu diketahui, menurut Prof. Dr. Wirjono Prajodikoro, S.H. dalam buku berjudul Asas-Asas Hukum Pidana halaman 108-109, yang dimaksud dengan penyertaan (deelneming) adalah semua bentuk penyertaan yang ada dalam Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP sebagai berikut:
ADVERTISEMENT
Pasal 55 KUHP
Ayat (1)
Dipidana sebagai pelaku tindak pidana:
1) Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan;
2) Mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu, dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman, atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan.
Ayat (2)
Terhadap penganjur, hanya perbuatan yang sengaja dianjurkan sajalah yang diperhitungkan, beserta akibat-akibatnya.
Pasal 56 KUHP
Dipidana sebagai pembantu kejahatan:
1) Mereka yang sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan dilakukan;
2) Mereka yang sengaja memberi kesempatan, sarana atau keterangan untuk melakukan kejahatan.
Menurut Prof. Dr. Wirjono Prajodikoro, S.H., berdasarkan rumusan pasal tersebut, terdapat 5 (lima) golongan pelaku tindak pidana yaitu:
ADVERTISEMENT
Menurut R. Soesilo dalam buku berjudul KUHP serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal halaman 72-73, “turut melakukan” dalam arti kata “bersama-sama melakukan” sedikit-dikitnya harus ada dua orang. Ialah orang yang melakukan (pleger) dan orang yang turut melakukan (medepleger) peristiwa pidana.
Di sini, diminta bahwa kedua orang itu semuanya melakukan perbuatan pelaksanaan, jadi melakukan anasir atau elemen dari peristiwa tindak pidana itu. Tidak boleh misalnya hanya melakukan perbuatan persiapan saja atau perbuatan yang sifatnya hanya menolong.
Sebab jika demikian, maka orang yang menolong itu tidak masuk “medepleger”. Akan tetapi dihukum sebagai “membantu melakukan” (medeplichtige) dalam Pasal 56 KUHP.
ADVERTISEMENT
Sedangkan mengenai Pasal 56 KUHP, R. Soesilo menjelaskan bahwa orang “membantu melakukan” jika ia sengaja memberikan bantuan tersebut, pada waktu atau sebelum (jadi tidak sesudahnya) kejahatan itu dilakukan.
Bila bantuan itu diberikan sesudah kejahatan itu dilakukan, maka orang tersebut melakukan perbuatan “sekongkol” atau “tadah” melanggar Pasal 480 KUHP, atau peristiwa pidana yang ada dalam Pasal 221 KUHP.
Sehingga dalam kasus yang Saudara tanyakan, Saudara tidak dapat dikatakan sebagai yang turut melakukan perbuatan (medepleger). Sebab, Saudara tidak melakukan perbuatan pelaksanaan yaitu melakukan pencurian handphone. Saudara tidak juga dapat dikatakan membantu melakukan (medeplichtige) karena tidak memberikan bantuan pada waktu atau sebelum pencurian handphone itu terjadi.
Mengenai peristiwa pidana yaitu melakukan perbuatan “sekongkol” atau “tadah” yang ada dalam Pasal 480 KUHP sebagai berikut:
ADVERTISEMENT
Pasal 480 KUHP
Dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp 900,- dihukum:
1e) Karena sebagai sekongkol, barangsiapa yang membeli, menyewa, menerima tukar, menerima gadai, menerima sebagai hadiah, atau karena hendak mendapat untung, menjual, menukarkan, menggadaikan, membawa, menyimpan atau menyembunyikan sesuatu barang, yang diketahuinya atau yang patut disangkanya diperoleh kejahatan (K.U.H.P. 517-2e).
2e) Barangsiapa yang mengambil keuntungan dari hasil sesuatu barang yang diketahuinya atau yang patut harus disangkanya barang itu diperoleh karena kejahatan (K.U.H.P. 481 s, 486).
Menurut R. Soesilo dalam buku berjudul KUHP serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal halaman 314-315, elemen penting dalam pasal tersebut adalah harus mengetahui atau patut dapat menyangka bahwa barang tersebut berasal dari kejahatan.
ADVERTISEMENT
Di sini, tidak perlu tahu dengan pasti asal barang itu dari kejahatan apa (pencurian, penggelapan, penipuan, atau lain-lain). Akan tetapi cukup apabila ia patut dapat menyangka bahwa barang itu "gelap".
Bahwa dalam hal ini, Saudara tidak dapat dikategorikan ke dalam perbuatan "sekongkol" atau "tadah". Sebab, Saudara tidak mengetahui atau tidak menyangka bahwa barang tersebut berasal dari kejahatan. Sehingga apabila terdapat 1 (satu) unsur pasal yang tidak terpenuhi maka Saudara tidak dapat dikenakan pasal tersebut.
Mengenai peristiwa pidana lain yang terdapat dalam Pasal 221 ayat (1) huruf 2e KUHP sebagai berikut:
Pasal 221 ayat (1) KUHP
Dihukum penjara selama-lamanya sembilan bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 4.500,-:
2e) Barangsiapa yang sesudah terjadi kejahatan, membinasakan, menghilangkan, menyembunyikan benda-benda tempat melakukan atau yang dipakai untuk melakukan kejahatan itu atau bekas-bekas kejahatan itu yang lain-lain, atau yang berbuat sehingga benda-benda itu atau bekas-bekas itu tidak dapat diperiksa oleh pegawai kehakiman atau polisi baikpun oleh orang lain, yang menurut peraturan undang-undang selalu atau sementara diwajibkan menjalankan jabatan kepolisian, segala sesuatu itu dengan maksud untuk menyembunyikan kejahatan itu atau untuk menghalang-halangi atau menyusahkan pemeriksaan dan penyelidikan atau penuntutan (K.U.H.P. 180 s, 216, 222, 231 s).
ADVERTISEMENT
Menurut R. Soesilo dalam buku berjudul KUHP serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal halaman 173-174, orang yang membinasakan benda-benda tempat melakukan atau yang dipakai untuk melakukan kejahatan atau membinasakan dan sebagainya bekas kejahatan, dengan maksud untuk menyembunyikan kejahatan tersebut.
Pelanggar harus mempunyai maksud tersebut. Jika tidak mempunyai maksud, maka tidak dapat dihukum.
Bahwa dalam hal ini, Saudara juga tidak dapat dikategorikan melanggar Pasal 221 ayat (1) KUHP. Karena Saudara tidak mempunyai maksud untuk menyembunyikan kejahatan tersebut atau tidak sengaja membantu tindak pidana, di mana Saudara tidak mengetahui atau tidak menyangka bahwa barang tersebut berasal dari kejahatan.
Artikel ini merupakan kerja sama kumparan dan Justika
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten