Apa Koruptor Layak Dihukum Maksimal 50 Tahun Penjara? Ini Kata Eks Pimpinan KPK

28 Januari 2025 19:00 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Direktur Eksekutif Kemitraan La Ode M Syarif di Konferensi pers Gerakan Nurani Bangsa menyikapi 100 hari kinerja presiden di Aula Griya Gus Dur, Selasa (28/2/2025). Foto: Haya Syahira/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Direktur Eksekutif Kemitraan La Ode M Syarif di Konferensi pers Gerakan Nurani Bangsa menyikapi 100 hari kinerja presiden di Aula Griya Gus Dur, Selasa (28/2/2025). Foto: Haya Syahira/kumparan
ADVERTISEMENT
Pimpinan KPK periode 2015-2019 Laode Syarif bicara mengenai masa hukuman yang ideal untuk koruptor di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Syarif menilai hukuman untuk tindak pidana korupsi di Indonesia sudah termasuk berat. Bahkan ada aturan bahwa koruptor bisa dihukum mati.
“Itu sebenarnya hukuman kita itu sudah tinggi banget, bahkan ada hukuman mati kalau dia mengulang,” kata Syarif ditemui usai acara Gerakan Nurani Bangsa menyikapi 100 hari kinerja presiden di Aula Griya Gus Dur, Selasa (28/2).
Ilustrasi tahanan KPK. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Menurutnya, tidak perlu ada wacana tambahan hukuman penjara untuk koruptor. Sebab yang dibutuhkan saat ini adalah konsistensi para penegak hukumnya memberantas korupsi tanpa pandang bulu.
“Bandingkan dengan hukum Singapura. Hukum antikorupsi Singapura itu yang paling tinggi 7 tahun. Jadi enggak perlu ditambahin sampai 50 tahun menurut saya,” kata Syarif.
“Yang paling penting adalah penegakan yang konsisten, terus dilakukan seperti itu,” lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Sebab menurutnya, menjadi ironi jika hukuman koruptor di Indonesia terkesan berat dari segi masa tahanan, tetapi justru dipermudah dengan pemberian remisi.
“Kalau di luar negeri, sekurang-kurangnya dua per tiga menjalani hukuman, baru bisa dibicarakan apakah dia berkelakuan baik atau apa bukan Lebaran dapat (remisi), Natal dapat, Hari Kemerdekaan dapat,” papar dia.
Apalagi, Syarif mengungkap remisi ini justru membuka polemik baru yaitu ada potensi jual beli masa potongan hukuman.
“Dan itu jadi bisa dibeli remisi-remisi. Mau dapat revisi 10 hari, 1 bulan, 6 bulan dengar-dengar itu terjadi juga,” tuturnya.