Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Apakah Tergulingnya Assad Buah Kegagalan Rusia Lindungi Suriah?
9 Desember 2024 12:16 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Presiden Suriah, Bashar al-Assad, dilaporkan telah meninggalkan negaranya setelah oposisi menguasai sejumlah wilayah strategis, termasuk Ibu Kota Damaskus.
ADVERTISEMENT
Assad kini dikabarkan berada di Moskow bersama keluarganya, setelah Rusia memberikan suaka atas dasar “pertimbangan kemanusiaan.”
Menurut sumber Kremlin, Assad memutuskan meninggalkan Suriah dengan menginstruksikan transisi kekuasaan secara damai.
“Presiden Bashar al-Assad dan keluarganya kini berada di Moskow. Rusia tidak pernah mengkhianati teman di situasi sulit,” ungkap Duta Besar Rusia untuk organisasi internasional, Mikhail Ulyanov, dalam unggahan di Telegram, Minggu (8/12).
Sekutu Assad Terdesak
Kaburnya Assad, menurut berbagai media dan opini, menyoroti keterbatasan dukungan dari sekutu utamanya, yaitu Rusia, Iran, dan Hezbollah.
Konflik di Ukraina telah mengalihkan fokus Moskow, sementara Iran mengalami kemunduran akibat serangan udara Israel, dan Hezbollah enggan mengerahkan lebih banyak pasukan.
Di sisi lain, oposisi yang dipimpin kelompok Hayat Tahrir al-Sham (HTS) melancarkan serangan besar-besaran, merebut Aleppo yang meluas hingga Provinsi Hama dan provinsi strategis lainnya.
ADVERTISEMENT
Situasi semakin sulit bagi Assad ketika Rusia mulai menarik sebagian aset militernya dari pangkalan strategis Tartus di Mediterania.
Hal ini menandai penurunan dukungan militer Moskow, yang sebelumnya menjadi penentu kemenangan Assad dalam perang saudara.
“Rusia hanya mampu memberikan dukungan udara terbatas, sementara Iran telah menarik personelnya dari Suriah,” ujar seorang analis militer, seperti dikutip dari Reuters.
Bahkan permohonan Assad untuk bantuan dari Irak tidak mendapatkan tanggapan.
Pangkalan Militer Rusia Terancam
Rusia kini berupaya menyelamatkan pengaruhnya di Timur Tengah, termasuk dua pangkalan militernya di Suriah: pangkalan udara Hmeimim di Latakia dan fasilitas angkatan laut di Tartus.
Namun, situasi di sekitar pangkalan ini dilaporkan semakin tegang.
Beberapa sumber menyebut kapal perang Rusia telah menjauh dari Tartus untuk alasan keamanan, sementara pasukan oposisi mendekati wilayah tersebut.
ADVERTISEMENT
Seorang blogger perang Rusia, Rybar, menyebut keberadaan militer Rusia di Suriah “hanya bergantung pada seutas benang”.
Ia juga menyoroti kurangnya perintah tegas dari Moskow kepada pasukannya di lapangan.
Kegagalan Strategis Rusia
Intervensi Rusia di Suriah sejak 2015 awalnya dianggap sebagai bukti kekuatan geopolitik Moskow di Timur Tengah.
Tapi, fokus yang beralih ke Ukraina dan tekanan dari negara-negara lain menunjukkan lemahnya strategi jangka panjang Rusia.
“Dukungan Rusia terhadap Assad tidak hanya gagal menghentikan Islamisme ekstrem, tetapi justru memperkuat posisi kelompok seperti ISIS. Kini, Assad tak lagi memiliki basis dukungan yang cukup untuk mempertahankan kekuasaannya,” tulis seorang pengamat internasional, seperti dikutip dari Al Jazeera.
Bagi Rusia, penggulingan Assad tak hanya mengisyaratkan kehilangan sekutu, melainkan jadi ancaman terhadap pengaruhnya di kawasan strategis Timur Tengah.
ADVERTISEMENT
Assad yang merupakan penerus ayahnya, mulai berkuasa pada 2000. Total, dinasti Assad menguasai Suriah selama 50-an tahun. Assad dan ayahnya berkuasa dengan tangan besi.