Aparat AS Tangkap dan Cabut Visa Mahasiswi Turki Pro-Palestina

27 Maret 2025 11:17 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Dalam gambar yang diambil dari rekaman kamera keamanan, Rumeysa Ozturk, seorang mahasiswa doktoral berusia 30 tahun di Universitas Tufts, ditahan oleh agen Departemen Keamanan Dalam Negeri di sebuah jalan di Sommerville, Massachusetts, Selasa (26/3). Foto: AP Photo
zoom-in-whitePerbesar
Dalam gambar yang diambil dari rekaman kamera keamanan, Rumeysa Ozturk, seorang mahasiswa doktoral berusia 30 tahun di Universitas Tufts, ditahan oleh agen Departemen Keamanan Dalam Negeri di sebuah jalan di Sommerville, Massachusetts, Selasa (26/3). Foto: AP Photo
ADVERTISEMENT
Imigrasi Amerika Serikat (ICE) menangkap dan mencabut visa mahasiswi Turki dan tokoh pro-Palestina, Rumeysa Ozturk, pada Selasa (25/3) waktu setempat.
ADVERTISEMENT
Penangkapan itu menurut kerabat Rumeysa Ozturk terkait dukungan terhadap demo pro-Palestina. Rumeysa Ozturk adalah mahasiswi program doktor Universitas Tufts di sekitar Boston.
Lewat video yang tersebar di dunia maya, dan sudah terkonfirmasi keasliannya, Rumeysa Ozturk ditangkap oleh aparat yang memakai masker. Penangkapan tersebut dilakukan di sekitar kediaman Rumeysa Ozturk di Sommerville, Massachusetts.
Dalam gambar yang diambil dari rekaman kamera keamanan, Rumeysa Ozturk, seorang mahasiswa doktoral berusia 30 tahun di Universitas Tufts, ditahan oleh agen Departemen Keamanan Dalam Negeri di sebuah jalan di Sommerville, Massachusetts, Selasa (26/3). Foto: AP Photo
Menurut pengacara Rumeysa Ozturk, perempuan itu ditangkap saat dalam perjalanan ke rumah temannya untuk buka puasa bersama.
Jubir Kementerian Keamanan Dalam Negeri AS, Tricia McLaughlin, membenarkan penangkapan Rumeysa Ozturk.
“Rumeysa Ozturk terlibat dalam aktivitas dukungan terhadap Hamas, sebuah organisasi teroris asing yang terlibat pembunuhan warga AS,” kata McLaughlin seperti dikutip dari Reuters.
“Visa adalah hak istimewa, bukan hak," sambung McLaughlin.
ADVERTISEMENT
Saat ini tim pengacara Rumeysa Ozturk akan mengajukan banding terkait penangkapan kliennya itu. Mereka menyebut penangkapan tersebut ilegal.
Sedangkan beberapa perwakilan mahasiwa serta kelompok HAM mengecam penangkapan Rumeysa Ozturk. Tindakan itu dianggap sebagai serangan terhadap kebebasan pers.

Respons Turki

Adapun Kedutaan Turki di Washington menegaskan, mereka terus berkomunikasi dengan pihak terkait di AS perihal penangkapan warganya itu.
Dalam gambar yang diambil dari rekaman kamera keamanan, Rumeysa Ozturk, seorang mahasiswa doktoral berusia 30 tahun di Universitas Tufts, ditahan oleh agen Departemen Keamanan Dalam Negeri di sebuah jalan di Sommerville, Massachusetts, Selasa (26/3). Foto: AP Photo
“Segala upaya dilakukan untuk menyediakan layanan konsuler dan dukungan hukum yang diperlukan untuk melindungi hak-hak warga negara kita,” kata Kedubes Turki.

Upaya Trump Deportasi Pro-Palestina

Para demonstran pro-Palestina melakukan aksi protes di Universitas Columbia, di Foley Square, New York City, AS, Selasa (11/3/2025). Foto: Jeenah Moon/REUTERS
Penangkapan Rumeysa Ozturk merupakan bagian dari upaya Presiden Donald Trump dan Menlu Marco Rubio untuk mendeportasi mahasiswa pro-Palestina.
Kedua orang itu menuding aksi demo pro-Palestina adalah bentuk dukungan terhadap kelompok yang sedang diperangi Israel, Hamas. Israel dikenal sebagai sekutu dekat AS.
ADVERTISEMENT
Trump bahkan menuding mahasiswa pro-Palestina sebagai batu sandungan terhadap kebijakan luar negeri AS. Dia kemudian menuding mahasiswa pro-Palestina melakukan tindakan anti-Semit.
Para demonstran pro-Palestina melakukan aksi protes di Universitas Columbia, di Foley Square, New York City, AS, Selasa (11/3/2025). Foto: Jeenah Moon/REUTERS
Sebelumnya, Imigrasi Amerika Serikat juga menahan mahasiswa Palestina, Mahmoud Khalil. Penegak hukum AS menuding Khalil berpihak pada Hamas yang merupakan kelompok penguasa Gaza.
Yunseo Chung, mahasiswa keturunan Korea-Amerika yang telah tinggal di AS sejak usia tujuh tahun dan berstatus penduduk tetap, juga menghadapi ancaman deportasi karena aktivitas pro-Palestina.
Dalam gugatan ke pengadilan, hakim federal Amerika Serikat memutuskan Chung tak dapat ditahan saat ia berjuang melawan upaya deportasi yang dilakukan pemerintahan Donald Trump.
ADVERTISEMENT