Aparat Diminta Tegas Tindak TKA China yang Kuliti Buaya dan Beri Sanksi Maksimal

27 Agustus 2021 10:53 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pekerja tambang di Kecamatan Morosi, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara (Sultra) sedang membunuh lalu menguliti seekoor buaya, Rabu (25/8).  Foto: ANTARA
zoom-in-whitePerbesar
Pekerja tambang di Kecamatan Morosi, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara (Sultra) sedang membunuh lalu menguliti seekoor buaya, Rabu (25/8). Foto: ANTARA
ADVERTISEMENT
Sejumlah TKA China di Morosi, Konawe, Sultra, diduga menguliti buaya lalu memasaknya menjadi sop. Organisasi pembela satwa liar, Garda Anamilia, meminta aparat menindak secara serius dan pelaku diberi hukuman yang maksimal.
ADVERTISEMENT
Koordinator Hukum dan Advokasi Garda Animalia, Ratna Surya, mengatakan kejahatan terhadap satwa liar bukan lagi sebuah kejahatan biasa. Sebab, kejahatan ini masuk sebagai kejahatan terbesar ketiga di Indonesia setelah perdagangan narkoba dan perdagangan manusia.
"Kejahatan ini adalah kejahatan yang terorganisir dan melibatkan jaringan lintas negara. Maka seharusnya dalam upaya-upaya pemberantasannya tidak bisa dilakukan dengan cara yang biasa," ujar Ratna kepada kumparan, Jumat (27/8).
Meski kasus ini melibatkan warga asing, tambah Ratna, aparat seharusnya menindak sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia.
Ia mengatakan kejahatan terhadap satwa itu termuat dalam Pasal 21 Ayat 2 UU No. 9 Tahun 1990 tentang Konservasi Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
(2) Setiap orang dilarang untuk :
ADVERTISEMENT
a. menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup;
b. menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan meperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan mati;
c. mengeluarkan satwa yang dilindungi dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia;
d. memperniagakan, menyimpan atau memiliki kulit, tubuh atau bagian-bagian lain satwa yang dilindungi atau barang-barang yang dibuat dari bagian-bagian satwa tersebut atau mengeluarkannya dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia;
e. mengambil, merusak, memusnahkan, memperniagakan, menyimpan atau memiliki telur dan/atau sarang satwa yang dilindungi.
"Dan bagi pelakunya diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 100.000.000," imbuhnya.
ADVERTISEMENT
"Itu sebabnya kejahatan semacam ini akan terus berulang. Maka dari itu menurut kami, menerapkan sanksi maksimal menjadi salah satu solusi memutus rantai kejahatan terhadap satwa liar," tegasnya.
Ratna menekankan kejadian pengulitan buaya itu merupakan peringatan bagi penegak hukum untuk secara serius menangani kejahatan satwa lira.
"Apalagi kasus ini bukan kasus pertama terjadi. Mulai dari kasus kematian gajah yang ditemukan dalam keadaan hilang kepala di Aceh, tiga harimau mati sekaligus, kemudian nasib buaya yang dikuliti dan dimasak. Aparat penegak hukum sudah seharusnya memandang kejahatan ini sebagai kejahatan serius yang harus diprioritaskan untuk segera diselesaikan," pungkasnya.
ADVERTISEMENT

Penjelasan BKSDA Sultra

Kepada kendarinesia.id, partner 1001 kumparan, Kepala BKSDA Sultra Sakrianto Djawie mengatakan petugas hanya menemukan serpihan tulang buaya yang telah ada di panci di lokasi. Serpihan itu kemudian diuji.
"Sisa-sisa dari olahan buaya untuk dijadikan santapan itu tak ada satu pun bukti kuat yang ditemukan selain tulangnya saja," ungkap Sakrianto, pada Kamis (26/08).
Berdasarkan penelusuran, TKA asal China itu mendapatkan buaya dengan membeli dari warga.
"Pengakuan TKA mereka beli buaya itu ke masyarakat lokal, namun kita masih telusuri apakah mereka itu tenaga kerja lokal atau masyarakat setempat. Jika terbukti, bisa-bisa yang menjual terjerat hukum," jelasnya.