Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Arab Saudi Siap Manfaatkan Sumber Daya Uranium & Nuklir untuk Kepentingan Sipil
12 Januari 2023 9:02 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Langkah itu diambil seiring dengan upaya reformasi ekonomi Saudi untuk mengurangi ketergantungan pendapatan negaranya pada minyak bumi.
Pernyataan tersebut disampaikan langsung oleh Menteri Energi dan Mineral Arab Saudi, Pangeran Abdulaziz bin Salman, kepada media pemerintah Al-Ekhbariya TV, Rabu (11/1).
“Kegiatan eksplorasi baru-baru ini mengungkapkan adanya beragam sumber uranium di berbagai lokasi,” ujarnya, seperti dikutip dari AFP.
Uranium adalah jenis mineral yang secara luas digunakan sebagai bahan bakar untuk pembangkit listrik tenaga nuklir, reaktor nuklir di kapal selam, atau elemen utama senjata nuklir.
Nantinya, sumber energi nuklir yang dihasilkan oleh uranium akan dikelola oleh Kerajaan Saudi itu sendiri.
“Kerajaan bermaksud untuk menggunakan sumber daya uranium nasionalnya, termasuk untuk proyek-proyek bersama dengan mitra-mitranya,” imbuh Pangeran Abdulaziz bin Salman.
ADVERTISEMENT
Sebenarnya, pemerintah Saudi telah lama berencana membangun 16 reaktor nuklir dalam periode dua puluh tahun dan proyek pengembangannya diperkirakan akan menelan anggaran sebesar USD 80 miliar (Rp 1,2 triliun).
Namun ambisi itu terhenti sejak 2018 — setahun setelah Putra Mahkota Mohammed bin Salman (MbS) naik takhta dan dilantik sebagai perdana menteri.
“Pada Maret 2018, Riyadh menyetujui kebijakan energi atom nasionalnya yang membatasi aktivitas nuklir untuk tujuan damai dan menyerukan peningkatan langkah-langkah keselamatan, serta penggunaan praktik terbaik untuk pengelolaan limbah radioaktif,” demikian laporan media pemerintah kala itu.
Menurut beberapa analis, alasan di balik pengembangan program nuklirnya itu tak lain lantaran Saudi tidak ingin kalah saing dari musuh bebuyutannya — Iran.
ADVERTISEMENT
Hal ini berakar pada pernyataan MbS dalam wawancara dengan media Amerika Serikat CBS News tahun 2018 lalu.
“Arab Saudi tidak ingin punya bom nuklir, tapi tidak diragukan jika Iran mengembangkan bom nuklir, kami juga akan menyusul secepatnya,” tutur MbS, pada Jumat (16/3/2018), seperti dikutip dari Reuters.
Pernyataan MbS ini menegaskan rivalitas antara Riyadh dan Teheran. Kedua negara penghasil minyak itu kerap terlibat perang proksi di kawasan Timur Tengah, seperti di Irak, Suriah, Lebanon, dan Yaman.
Beberapa tahun sebelumnya, pada 2015 Iran telah mencapai kesepakatan dengan Amerika Serikat di bawah pemerintahan Donald Trump untuk membatasi program nuklirnya.
Sebagai imbalan, Teheran yang kala itu perekonomiannya tercekik akibat sanksi Barat, meminta agar sanksi-sanksi tersebut diringankan.
ADVERTISEMENT
Namun, seiring waktu berlalu Washington pun menarik diri dari kesepakatan tersebut, sehingga Teheran mulai mengingkari komitmennya dan melanjutkan program nuklirnya.
Sejak 2018 sampai sekarang, pembicaraan terkait perizinan kepemilikan nuklir Iran belum lagi dilanjutkan.
Selain itu, para analis juga beranggapan Saudi tidak mau kalah dari pesaing utamanya di Timur Tengah — Uni Emirat Arab (UEA). Sebab, sejak 2021 UEA telah lebih dahulu mengumumkan bahwa pembangkit listrik tenaga nuklir ‘Barakah’ buatannya sudah beroperasi untuk kepentingan komersil.
Sehingga, UEA menjadi negara pertama di Timur Tengah yang memanfaatkan sumber energi nuklir.
Menanggapi kekhawatiran itu, Pangeran Abdulaziz bin Salman pun memastikan bahwa program nuklir kerajaan dibentuk demi kesejahteraan warga Saudi dan aktivitas perkembangannya akan berlangsung sesuai dengan peraturan yang berlaku.
ADVERTISEMENT
“Hal ini akan dilakukan sesuai dengan kewajiban internasional dan aturan transparansi, yang mencakup seluruh siklus produksi,” tutup dia.