news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

ART Muslim di India Terpaksa Ganti Nama Akibat Diskriminasi Agama

8 September 2022 21:45 WIB
ยท
waktu baca 4 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sejumlah umat Muslim India. Foto: Tauseef Mustafa/AFP
zoom-in-whitePerbesar
Sejumlah umat Muslim India. Foto: Tauseef Mustafa/AFP
ADVERTISEMENT
Asisten rumah tangga (ART) umumnya menghadapi diskriminasi berbasis kasta yang merajalela di India. Sebagian dari mereka bahkan mengalami kekerasan. Mengingat identitas agamanya sebagai minoritas, marginalisasi itu berlipat ganda bagi pekerja muslim.
ADVERTISEMENT
Majikan membatasi akses para pekerja domestik menuju dapur, kamar mandi, hingga tempat ibadah di rumah mereka. ART beragama Islam mendapati perlakuan yang lebih buruk lagi.
Akibatnya, para pekerja domestik tersebut terpaksa menutupi keyakinan mereka. Sejumlah ART lantas mengganti nama mereka demi kondisi kerja yang lebih layak.
"Banyak pekerja harus menyembunyikan nama dan identitas mereka untuk mendapatkan pekerjaan dan menghindari diskriminasi [lebih lanjut]," ungkap Sekretaris Jenderal di serikat pekerja Shehri Mahila Kamgar, Anita Kapoor, dikutip dari Al Jazeera, Kamis (8/9).
"Dan bukan hanya pekerja yang harus mengganti namanya, tetapi juga anak-anaknya yang sering menemani ibu mereka bekerja, dan suami mereka yang terkadang mengambil pekerjaan seperti mengemudi di rumah yang sama. Jadi seluruh keluarga mereka harus melalui perjuangan ini," tambah dia.
Ilustrasi ART. Foto: Odua Images/Shutterstock
Salah satu pekerja domestik tersebut adalah Munni Begum. Ketika masih berusia sepuluh tahun, dia sering menemani ibu dan neneknya yang bekerja serabutan di New Delhi.
ADVERTISEMENT
Keduanya bekerja membersihkan rumah, memasak santapan, dan mengasuh anak-anak. Selama mengikuti mereka, Begum diminta untuk tidak menyebutkan nama belakangnya.
Begum tidak mengetahui alasan di baliknya saat itu. Setelah harus membesarkan anak-anaknya sendiri, dia baru mengerti.
Suami Begum tidak berkontribusi secara finansial. Wanita yang berusia 50-an itu kini mengambil pekerjaan sebagai ART. Begum telah menyadari, semua wanita di keluarganya menggunakan nama-nama Hindu demi bertahan hidup di India.
Begum mengingat ibunya yang mengenakan sari dan bindi ketika pergi bekerja. Untuk menghindari kecurigaan, saudara perempuannya tetap bekerja bahkan selama Idul Fitri.
Sejumlah umat Muslim India tengah berdoa di depan seorang imam yang menampilkan sehelai rambut yang diyakini berasal dari janggut Nabi Muhammad, selama upacara Isra Miraj di Kuil Hazratbal Kashmir di Srinagar, India pada Selasa (1/3/2022). Foto: Tauseef Mustafa/AFP
Selama bertahun-tahun, para pekerja domestik muslim mengadopsi nama yang digunakan dalam kedua komunitas agama, seperti Munni.
Kapoor mencatat, para pekerja domestik muslim mewariskan nama-nama itu pula kepada anak-anak mereka. Sehingga, anak-anak itu tidak perlu mengalami tantangan serupa.
ADVERTISEMENT
Sebagian ART memilih untuk memberikan dua nama berbeda. Satu nama tersebut digunakan dalam dokumen-dokumen resmi, sedangkan yang lainnya untuk urusan sehari-hari.
Terkadang, majikan mengganti nama pekerja mereka sendiri. Para majikan kerap secara sengaja memberikan nama-nama konyol untuk mempermalukan mereka.
Setelah bekerja selama lebih dari 40 tahun, Begum telah melewati diskriminasi di banyak rumah tangga Hindu dan Jainisme. Begum juga ditolak di banyak rumah karena identitas agamanya.
"Mereka tidak akan mempekerjakan kami," ujar Begum.
"Mereka membenci kami. Beberapa dari mereka mengatakan kepada kami bahwa kami adalah orang jahat," imbuhnya.
ilustrasi ART Foto: Shutterstock
Shabana Raeel bahkan harus berhenti bekerja lantaran diskriminasi. Wanita berusia 28 tahun itu semakin mengalami kesulitan finansial usai munculnya pandemi virus corona.
ADVERTISEMENT
Raeel mengatakan, majikan akan menanyakan identitas agama sebelum memperkerjakan mereka. Dia menambahkan, orang muslim bahkan tidak diperbolehkan memasuki rumah kasta Brahmana.
"Saya tidak bisa melakukannya. Rasanya sangat aneh, sangat buruk," ungkap Raeel.
Orang muslim mencakup sekitar 15 persen dari populasi 1,5 penduduk di India. Jumlah pekerja domestik negara itu masih tidak diketahui jelas.
Organisasi Buruh Internasional (ILO) menerangkan, statistik resmi melaporkan 5 juta pekerja domestik di India. Namun, ILO mengatakan, angka sebenarnya mungkin mencapai 20-80 juta.
Laporan lain menggarisbawahi, 9 dari 10 muslim mencari nafkah dalam sektor informal di India. Initiative for What Works to Advance Women and Girls in the Economy (IWWAGE) dan Institute of Social Studies Trust (ISST) menerbitkan studi terkait pada 2020.
ADVERTISEMENT
Pihaknya menemukan lebih banyak wanita muslim dalam sektor informal dibandingkan wanita beragama lain di India. Led By Foundation kemudian mengungkap bias dalam perekrutannya.
Organisasi nirlaba itu mencatat, wanita Hindu dua kali lebih mungkin mendapatkan tanggapan positif dalam pekerjaan mereka daripada wanita muslim di India.
Ilustrasi perlengkapan ibadah umat Muslim. Foto: Gatot Adri/Shutterstock
"Dari semua klien saya, hanya satu yang mempekerjakan pekerja domestik muslim," kata seorang pemilik kerjantara di New Delhi, Shashi Chaudhary.
"Begitu banyak anak perempuan dan laki-laki muslim yang menghubungi saya untuk bekerja. Tetapi apa yang harus saya lakukan? Tidak ada yang mau mempekerjakan mereka. Saya merasa sangat tidak berdaya. Terkadang saya merasa ingin menangisi keadaan mereka," ungkap dia.
Seorang warga New Delhi, Parijat Pande, menjelaskan alasannya untuk tidak memperkerjakan orang muslim. Pande tidak ingin mereka berada di sekitar tempat ibadah keluarganya.
ADVERTISEMENT
"Ini tentang kesucian tempat ibadah. Seseorang dari agama lain mungkin tidak mengetahui larangan dan anjuran yang kami ikuti," ujar Pande.
Pandemi corona hanya memberikan tekanan tambahan bagi para pekerja domestik muslim di India. Selama lockdown berkepanjangan, ART di seluruh negeri kehilangan pekerjaannya.
Para pekerja domestik kemudian terperosok dalam utang. Pemerintah pun tidak menawarkan undang-undang perburuhan kuat maupun program kesejahteraan komprehensif.
Tanpa adanya perlindungan dari pemerintah, para pekerja domestik harus bergantung pada bantuan dari organisasi nirlaba. Walaupun situasinya demikian, Begum memegang harapan bagi generasi muda. Kerabatnya, Madina Akhtar, mengungkapkan pandangan serupa.
"Wanita generasi lebih muda akhir-akhir ini mulai belajar untuk vokal bersuara, meskipun mereka memiliki tantangan sendiri," terang Akhtar.