Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Arteria Dahlan Tolak Revisi UU MK: Presiden dan DPR Tobat
30 Agustus 2024 17:34 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
PDIP menolak penuh revisi UU Mahkamah Konstitusi. Wacana ini sendiri sempat dilontarkan anggota DPR Ahmad Doli Kurnia dari Golkar.
ADVERTISEMENT
Atas hal itu politikus PDIP Arteria Dahlan pun meminta para lembaga pemerintah untuk bertobat. Sebab menurutnya hal itu tidak tepat.
"Saya pikir sangat tidak tepat merevisi undang-undang MK di saat seperti ini. Apalagi di saat MK dalam posisi menegakkan demokrasi, mengawal konstitusi. Saya katakan ini sangat berisiko. Berisiko kenapa? Jangan sampai nanti akan ada timbul gejolak baru," ujarnya kepada wartawan di kompleks parlemen, Jakpus, Jumat (30/8).
"Kita ini kalau mau mengubah undang-undang yang sangat sensitif harusnya dilakukan dengan penuh kecermatan dan penuh kekhidmatan. Kita juga sensitif terhadap rasa keadilan dan situasi yang sedang ada pada saat ini," sambungnya.
Menurutnya apa yang dilakukan MK telah menyempurnakan demokrasi Indonesia dan sesuai dengan keinginan rakyat. Oleh karena itu, dia meminta pihak-pihak yang mengusulkan itu untuk bertobat.
ADVERTISEMENT
"Saya menyarankan saat ini kita melakukan tobat nasuha, semuanya tobat, presidennya tobat, ya DPR-nya juga tobat. Rakyat memberikan kesempatan untuk kita kembali, kita semua ini kembali untuk berbuat baik, Apa? Buat undang-undang dengan benar, dengan prosedural, dengan penuh kecermatan, penuh kekhidmatan," terangnya.
Dia khawatir apabila para elite tidak mengindahkan undang-undang, rakyat bisa mengambil alih sepenuhnya.
"Apa? Melaksanakan pemerintahan sesuai dengan undang-undang dasar, sesuai dengan undang-undang. Kalau kesempatan ini kita tidak pergunakan, saya khawatir nanti rakyat mengambil jalannya sendiri atau mencari jalannya sendiri, baik dalam konteks mencari keadilan atau melaksanakan fungsi-fungsi pemerintahan," jelas Arteria.
"Ini yang kita katakan ya, negaranya tidak ada fungsinya Kenapa? Wong rakyat bisa nyelesaikan sendiri kok tanpa bernegara. Hati-hati, yuk kita perbaiki diri Ini kesempatan bagi kita semua, baik yang di eksekutif, di legislatif maupun di yudikatif untuk melakukan perbaikan secara paripurna," sambungnya.
ADVERTISEMENT
Revisi UU MK
Sebelumnya, Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia menyampaikan, DPR akan mengevaluasi posisi MK karena dinilai terlalu banyak mengurusi urusan yang bukan menjadi urusan MK.
"Jadi nanti kita evaluasi posisi MK-nya, karena memang sudah seharusnya kita mengevaluasi semuanya tentang sistem, mulai dari sistem pemilu hingga sistem ketetanegaraan. Menurut saya, MK terlalu banyak urusan dikerjakan, yang sebetulnya bukan urusan MK," kata Doli dalam keterangan tertulis yang dikutip Jumat (30/8).
Doli menyebutkan contoh seperti soal sengketa pemilu, khususnya pilkada yang juga ditangani MK. Dia menilai MK terlalu mengurusi hal-hal yang bersifat teknis.
"Di samping itu banyak putusan-putusan yang mengambil kewenangan DPR selaku pembuat undang-undang. Pembuat undang-undang itu hanya pemerintah dan DPR, tapi seakan-akan MK menjadi pembuat undang-undang ke-3. Meminjam istilahnya Pak Mahfuz, MK ini melampaui batas kewenangannya," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut, menurutnya DPR akan melakukan perubahan hierarki tata urutan peraturan perundang-undangan, karena keputusan MK ini suka atau suka bersifat final dan mengikat.
"Akibatnya putusan MK memunculkan upaya politik dan upaya hukum baru yang harus diadopsi oleh peraturan teknis seperti halnya dengan putusan kemarin. Tetapi ketika DPR mau mendudukkan yang benar sesuai undang-undang, muncul demonstrasi mahasiswa dan kecurigaan. Karena itu, kita perlu melakukan penyempurnaan semua sistem, baik pemilu, kelembagaan dan katatanegaraan" katanya.