AS Bahas Lagi Rencana Kirim 226 Kg Bom untuk Militer Israel

28 Juni 2024 8:05 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menhan Israel Yoav Gallant. Foto: Angelos Tzortzinis / AFP
zoom-in-whitePerbesar
Menhan Israel Yoav Gallant. Foto: Angelos Tzortzinis / AFP
ADVERTISEMENT
Pemerintah Amerika Serikat (AS) menggodok wacana mengirimkan kembali pasokan amunisi militer untuk Israel. Amunisi yang dimaksud adalah bom sebesar 500 pon atau sekitar 266 kilogram yang pengirimannya ditangguhkan pada Mei 2024 lalu.
ADVERTISEMENT
Dilansir Reuters, hal ini kembali dibahas saat kunjungan Menteri Pertahanan Israel, Yoav Gallant, ke Washington pada pekan ini.
Menurut Axios yang mengutip ucapan salah satu pejabat AS dan Israel, saat ini AS bahkan sudah bersiap untuk mengirimkan bom tersebut ke Israel.
Menurut salah satu pejabat senior AS, kepada Gallant, para pembantu utama Presiden AS Joe Biden meminta agar pengiriman bom itu ditunda sementara karena mereka masih akan meninjau rencana ini.
Rencana pengiriman amunisi bom ini sebenarnya sudah dihentikan pada Mei lalu. Keputusan itu diambil karena AS khawatir dengan rencana Israel menginvasi Rafah.
"Kami menghentikan satu pengiriman senjata pada pekan lalu," kata pejabat senior itu seperti dikutip dari AFP, Selasa (7/5) lalu.
ADVERTISEMENT
"Itu terdiri dari 907 kg bom dan 226 kg bom," sambung dia.
Asap mengepul saat bom udara dijatuhkan di Menara Jala selama serangan udara Israel di kota Gaza yang dikendalikan oleh gerakan Hamas Palestina, pada 15 Mei 2021. Foto: Mahmud Hams/AFP
Ia menyebut, AS cemas jika bom-bom itu akan dipakai menyerang Rafah. Wilayah Rafah saat ini menampung lebih dari satu juta pengungsi di Gaza yang terdesak dari wilayahnya yang dihancurkan tentara penjajah Israel.
Secara historis, AS adalah pendonor senjata terbesar bagi Israel. Akan tetapi pada April 2024, Biden memutuskan meninjau kembali bantuan persenjataan ke Israel.
Itu disebabkan rencana Israel menyerang Rafah yang perlahan sudah dilakukan pada pekan ini. Gedung Putih sejak awal menolak rencana Israel menyerang Rafah karena tak memiliki rencana detail bagaimana melindungi warga sipil di sana.