Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.87.1
AS Bantah Tuduhan Otak di Balik Tergulingnya PM Bangladesh Sheikh Hasina
13 Agustus 2024 14:47 WIB
·
waktu baca 2 menitADVERTISEMENT
Amerika Serikat (AS) membantah terlibat dalam upaya menggulingkan Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina. Gedung Putih menyebut, tuduhan tersebut tak berdasar.
ADVERTISEMENT
Hasina mundur dari jabatan PM pada 5 Agustus 2024 lalu. Perempuan berusia 76 tahun itu kemudian kabur ke India. Keputusan Hasina mundur usai selama sebulan lebih Bangladesh dihantam protes berujung pecahnya kekerasan.
Menanggapi tuduhan yang dialamatkan kepada AS, juru bicara Gedung Putih Karine Jean-Pierre akhirnya buka suara pada Senin (12/8).
"Kami tak terlibat sama sekali. Segala laporan dan rumor mengenai Pemerintah Amerika Serikat terlibat itu tak benar," ucap Jean-Pierre seperti dikutip dari AFP.
"Pilihan ada untuk dan oleh rakyat Bangladesh. Kami percaya rakyat Bangladesh harus menentukan masa depan pemerintah Bangladesh, di situ kami berdiri," sambung dia.
Pernyataan AS disampaikan usai putra Hasina, Sajeeb Wazed Joy, menuduh ada kekuatan asing yang mendukung protes agar kekuasaan sang ibu terguling. Joy tidak memberikan bukti perihal tuduhan itu.
ADVERTISEMENT
"Saya percaya, pada titik ini, ini berasal di luar Bangladesh," kata Joy.
Sedangkan pada Mei lalu, Hasina menyebut sebuah negara kulit putih berupaya melawan pemerintahannya. Hasina menuduh upaya itu diluncurkan akibat dirinya menolak permintaan pembangunan pangkalan udara asing di Bangladesh.
AS sebenarnya menjalin hubungan baik dengan pemerintahan Hasina di Bangladesh. Mereka pernah menganggap Hasina sebagai mitra di berbagai isu, termasuk memerangi ekstremisme Islam.
Akan tetapi, Washington berubah menjadi kritikus Hasina akibat pemilu Bangladesh yang mereka duga dipenuhi kecurangan. Pada awal tahun 2024, Hasina berhasil memenangkan pemilu.
AS kemudian membatasi pemberian visa kepada warga Bangladesh akibat dugaan kecurangan pemilu.