AS, Jepang, India, Australia Desak Militer Myanmar Segera Kembalikan Demokrasi

19 Februari 2021 1:13 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Orang-orang berpartisipasi dalam protes terhadap kudeta militer di Yangon, Myanmar, Senin (15/2). Foto: Stringer/REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Orang-orang berpartisipasi dalam protes terhadap kudeta militer di Yangon, Myanmar, Senin (15/2). Foto: Stringer/REUTERS
ADVERTISEMENT
Amerika Serikat, Jepang, India dan Australia, atau dikenal sebagai kelompok Quad telah menggelar pertemuan secara virtual beberapa waktu lalu. Mereka membahas situasi di Myanmar.
ADVERTISEMENT
Myanmar kini mengalami krisis setelah pemerintah sipil dikudeta oleh militer pada 1 Februari 2021 lalu. Usai kudeta, militer memberlakukan situasi darurat selama setahun ke depan.
Dalam pertemuan itu, kelompok Quad sepakat demokrasi harus dipulihkan dengan cepat di Myanmar. Mereka menolak segala upaya untuk mengganggu status quo dengan paksa.
Hadir dalam pertemuan itu Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken hingga Menlu Jepang Toshimitsu Motegi.
“Kami semua sepakat tentang perlunya segera memulihkan sistem demokrasi (di Myanmar),” kata Motegi dikutip dari Reuters, Jumat (19/2).
"Saya tegaskan, dengan tantangan tatanan internasional yang terus berlanjut di berbagai bidang, peran kita negara-negara yang berbagi nilai-nilai dasar dan sangat berkomitmen untuk memperkuat tatanan internasional yang bebas dan terbuka berdasarkan rule of law," tambah dia.
ADVERTISEMENT
Selain membahas masalah di Myanmar, mereka juga membahas penanganan COVID-19, masalah iklim serta teritorial dan navigasi Indo-Pasifik. Masalah penguatan demokrasi di beberapa wilayah juga mereka bahas.
Sementara Presiden AS Joe Biden dan Perdana Menteri India Narendra Modi sudah berbincang dalam panggilan telepon pekan lalu. Mereka sepakat memperkuat keamanan Indo-Pasifik melalui Quad.
Amerika Serikat dan anggota Quad lainnya prihatin dengan klaim maritim China yang luas di Asia, termasuk di Laut China Selatan. Sebab China telah mendirikan pos militer di perairan yang disengketakan.