Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Biro Urusan Narkotika dan Penegakan Hukum Internasional Amerika Serikat (Bureau of International Narcotics and Law Enforcement Affairs/INL) bekerja sama dengan Badan Nasional Narkotika (BNN ) RI dalam menangani penyalahgunaan narkoba di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Salah satu program gabungan yang dilakukan adalah rehabilitasi bagi para pecandu narkoba.
Hal itu disampaikan oleh Wakil Asisten Utama Sekretaris Biro Narkotika Internasional dan Urusan Penegakan Hukum, Lisa Anne Johnson, dalam sesi jumpa pers yang digelar di Kedutaan Besar AS di Jakarta, Kamis (26/1).
Johnson menjelaskan, dalam kunjungan pertamanya ke Indonesia pada pekan ini, dia bersama seorang pejabat dari Departemen Penuntut Kementerian Kehakiman AS berkesempatan menghadiri pertemuan investigasi Kontra Narkotika yang digelar oleh Administrasi Penegakan Narkoba AS di Batam.
Pada pertemuan itu, Johnson bertemu dengan para pejabat dari BNN dan membahas soal pemberantasan narkoba yang merupakan isu prioritas utama di pemerintahan masing-masing negara.
“Kami tidak hanya bekerja di sisi penegakan hukum, tapi juga di sisi rehabilitasi pengobatan dan pemulihan bagi para penyalahguna narkotika dan obat-obatan terlarang, jadi kami bekerja sama dengan BNN dalam hal ini,” jelas Johnson.
ADVERTISEMENT
Selain itu, untuk mewujudkan misi memerangi penyalahgunaan narkoba di berbagai negara, INL juga bekerja sama dengan beberapa lembaga non-pemerintah.
Selain rehabilitasi, sambung Johnson, INL juga memberikan pelatihan kontra-narkotika untuk para jaksa di pengadilan terkait sistem penegakan hukum bagi para pecandu narkoba.
Mantan Duta Besar AS untuk Namibia itu mengatakan, kepada para pejabat BNN dia menjelaskan situasi genting terkait maraknya peredaran opioid sintetis berjenis fentanyl di AS.
Bahan baku fentanyl yang memberikan efek candu namun mematikan itu diketahui berasal dari Meksiko dan sudah beredar luas tanpa terdeteksi di penjuru AS.
“Saya bertemu dengan orang-orang dari BNN di sisi rehabilitasi, saya bertemu dengan beberapa orang di sepanjang kunjungan saya dan saya telah berbicara tentang betapa berbahayanya opioid sintetis bagi [penduduk] di negara Anda,” kata Johnson.
ADVERTISEMENT
Fentanyl, sambung Johnson, kerap disalahgunakan dan dicampur dalam obat-obatan medis bagi pengidap kondisi psikologis tertentu — contohnya ADHD (Attention-deficit/hyperactivity disorder).
Bentuknya pun sama seperti obat-obatan pada umumnya, berbentuk pil dan tidak membutuhkan proses yang sulit untuk dibuat, seperti kokain atau sabu-sabu.
Tidak pula serumit ganja yang membutuhkan lahan untuk tumbuh. Namun, para pembuat obat terlarang ini hanya membutuhkan bahan baku dan pencetak pil (pill presser) saja. Dia kemudian menjelaskan, di AS pemicu utama kematian penduduk di usia produktif adalah overdosis.
“Baru-baru ini saya mengetahui — dan ini adalah statistik yang mengerikan, bahwa penyebab utama kematian orang Amerika yang berusia antara 18 dan 49 tahun adalah overdosis obat terlarang,” ungkap Johnson.
ADVERTISEMENT
“Sehingga hal ini berdampak pada angkatan kerja, tetapi juga berdampak pada keluarga dan keluarga harus merawat seseorang yang mengalami gangguan penyalahgunaan narkoba jika anggota keluarganya mengalami kecanduan, sehingga hal ini merupakan masalah yang sangat besar,” imbuhnya.
Johnson pun mengatakan, meski saat ini peredaran fentanyl belum ada di Indonesia namun pihaknya telah mewanti-wanti pemerintah untuk bersikap lebih waspada, agar hal itu tidak terjadi.