AS Tuduh Rusia Batasi Penggunaan Media Sosial di Tengah Agresi ke Ukraina

3 Maret 2022 15:58 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi bermain sosial media. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi bermain sosial media. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Rusia dan Ukraina tak hanya bergontokan lewat kekuatan militer. Kedua negara itu tengah bersitegang pula dalam perang informasi modern yang berkecamuk di media sosial dan tradisional.
ADVERTISEMENT
Akun resmi hingga narasi bualan berlari dalam suatu lingkaran untuk memperebutkan hati dan pikiran masyarakat luas. Kecanggihan operasi propaganda informasi Kremlin sendiri sudah dikenal baik.
Amerika Serikat (AS) baru-baru ini menuduh Rusia melancarkan perang terhadap kebebasan media dan kebenaran. Sebab, Moskow memblokir wadah berita independen. Rusia berjerih payah mencegah masyarakatnya mendengar berita tentang invasi ke Ukraina.
“Pemerintah Rusia juga membatasi platform Twitter, Facebook, dan Instagram yang diandalkan oleh puluhan juta warga Rusia untuk mengakses informasi dan opini independen,” tulis pernyataan Kementerian Luar Negeri di situs resmi pada Rabu (2/3/2022).
Pada Selasa (1/3/2022), Jaksa Agung Rusia memerintahkan otoritas komunikasi RosKomNadzor untuk membatasi akses berita dan memblokir situs serta siaran.
Warga Zhytomyr, Ukraina kembali untuk melihat rumahnya yang hancur usai di diserang pasukan Rusia, Rabu (2/3/2022). Foto: Emmanuel Duparcq/AFP
Perusahaan teknologi lantas menari-nari mengelilingi Kremlin.
ADVERTISEMENT
Google telah melenyapkan media pemerintah Rusia dari layanan Google News. Facebook, Instagram, dan Twitter juga membatasi unggahan dari kantor berita yang berkaitan dengan Moskow.
TikTok, YouTube, dan Facebook memblokir dua wadah terbesar, RT dan Sputnik News, di seluruh Eropa. Sedangkan Apple, Google dan Microsoft menarik aplikasi mereka.
Layanan perusahaan teknologi telah menjadi medan pertempuran utama dalam perang di Ukraina. Tetapi, tindakan yang diambil itu berisiko memicu amarah Putin. Mereka dapat diusir dari Rusia.
“Mereka ingin memastikan sarana mereka tetap tersedia di Rusia dan Ukraina, karena mereka hanya segelintir (sarana) yang dimiliki para aktivis untuk mengatur dan menyampaikan pesan mereka yang tidak dikendalikan oleh pemerintah Rusia,” jelas mantan direktur kebijakan publik di Facebook, Katie Harbath, seperti dikutip dari NPR.
Seorang wanita yang terluka berdiri di luar sebuah rumah sakit setelah pemboman kota Chuguiv di Ukraina timur pada 24 Februari 2022. Foto: Aris Messinis / AFP
Pemblokiran parsial itu semakin membatasi warga Rusia untuk melihat bukti invasi ke Ukraina. RosKomNadzor bahkan mengancam wadah daring lain yang tidak mematuhi permintaan agar menghapus pelaporan tentang invasi.
ADVERTISEMENT
Seorang analis dari CNN turut membongkar jaringan propaganda Rusia. Menurut Oliver Darcy, Moskow memelintir kenyataan dengan menggambarkan dirinya sebagai korban.
Jaringan berita yang didanai pemerintah Rusia, RT, merupakan salah satu megafon terbesar milik Presiden Rusia Vladimir Putin. RT mengoperasikan sejumlah saluran di seluruh dunia. Tetapi, mereka telah diblokir oleh banyak negara.
Kendati demikian, RT tetap giat menggambarkan Kremlin seolah merupakan korban dari agresi Barat. Tak hanya kelimpungan menarik simpati, RT turut membangun citra Rusia sebagai pembebas dan pelindung.
Pengungsi menghangatkan badan dengan api unggun usai melarikan diri dari Ukraina karena invasi Rusia di pos pemeriksaan perbatasan di Medyka, Polandia (1/3/2022). Foto: Kai Pfaffenbach/REUTERS
Seorang pembawa acara di RT, Peter John Lavelle, menyebut Putin hanya melangsungkan operasi untuk menjamin keamanan negara-negara lain.
“Itu tidak ada hubungannya dengan demokrasi Ukraina - jika Anda bahkan dapat mengatakan Ukraina memiliki demokrasi. Ini tentang keamanan. Hanya ada keamanan untuk negara-negara lain,” tutur Lavelle, sebagaimana dikutip dari CNN.
ADVERTISEMENT
Meski menyebut diri sebagai pelindung, liputan media Rusia menolak menyoroti kekejaman dan kengerian yang menghantui warga Ukraina.
Komisioner Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR) melaporkan pada Rabu (2/3/2022), satu juta warga Ukraina telah mengungsi sejak invasi dimulai.
“Hanya dalam tujuh hari kami telah menyaksikan eksodus satu juta pengungsi dari Ukraina ke negara-negara tetangga,” ungkap Komisioner UNHCR, Filippo Grandi.