Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Asal Muasal Pembentukan Kementerian Agama, Ada Peran NU?
25 Oktober 2021 17:55 WIB
·
waktu baca 5 menitADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
“Itu saya sampaikan di forum internal. Intinya, sebatas memberi semangat kepada para santri dan pondok pesantren. Ibarat obrolan pasangan suami-istri, dunia ini milik kita berdua, yang lain cuma ngekos, karena itu disampaikan secara internal,” ucap Menag di Solo, Senin (25/10).
Akan tetapi, pernyataannya tersebut telah telanjur menyulut berbagai kritikan dari banyak tokoh di Indonesia. Mulai dari Jusuf Kalla, Haedar Nashir, Cholil Nafis, Helmy Faishal, hingga Arsul Sani.
Lantas bagaimana sebenarnya yang terjadi? Apa peran NU dalam upaya pembentukan Kementerian Agama Indonesia?
Asal Muasal Pembentukan Kementerian Agama
Berdasarkan penelusuran kumparan, asal muasal pembentukan Kementerian Agama berawal dari usulan Mr. Muhammad Yamin pada sidang BPUPKI II pada 11 Juli 1945. Mengutip dari website Kemenag , Mr. Muhammad Yamin mengusulkan terkait urusan agama Islam harus diurus oleh kementerian yang istimewa, yaitu yang akan dinamai Kementerian Agama. Di saat yang sama, BPUPKI tengah menghadapi protes terkait sila pertama dari Pancasila yang ditetapkan sehari sebelumnya.
ADVERTISEMENT
Usulan itu lalu ditolak akibat kalah suara dengan anggota BPUPKI lainnya. Akan tetapi, Mr. Muhammad Yamin belum menyerah dan kembali menyuarakan usulan tersebut usai Indonesia merdeka. Tepatnya pada sidang PPKI II pada 19 Agustus 1945. Kala itu PPKI tengah membicarakan pembentukan kementerian/departemen Indonesia.
Sayangnya, pada sidang itu pun usulan Mr. Muhammad Yamin ditolak. Sebanyak 27 orang anggota PPKI, 19 orang di antaranya tidak setuju dengan ide pembentukan Kementerian Agama.
Beberapa reaksi penolakan terkait usulan pembentukan Kementerian Agama pada sidang PPKI itu pun terlihat dari 4 tokoh dalam sidang tersebut, yakni Johannes Latuharhary, Abdul Abbas, Iwa Kusumasumatri, dan Ki Hadjar Dewantara.
Latuharhary dan Abbas mengusulkan urusan agama menjadi tanggung jawab Kementerian Pendidikan. Akan tetapi, Ki Hadjar Dewantara menolak usulan itu dan melihat bahwa urusan tersebut adalah milik Kementerian Dalam Negeri. Sementara Kusumasumatri, justru mengusulkan seharusnya agama tidak diurus secara istimewa oleh satu kementerian.
Usai dua usulan dari Mr. Muhammad Yamin itu, usulan pembentukan Kementerian Agama baru muncul lagi pada masa akhir 1945. Tepatnya saat Sidang Pleno Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) pada 25-27 November 1945.
ADVERTISEMENT
Usulan itu datang dari tiga tokoh yang menjadi utusan Komite Nasional Indonesia Daerah Keresidenan Banyumas pada sidang tersebut.
Mereka adalah K.H. Abu Dardiri, K.H.M Saleh Suaidy, dan M. Sukoso Wirjosaputro. Dardiri dan Suaidy sendiri diketahui juga merupakan tokoh dari organisasi Islam Muhammadiyah yang kala itu tergabung menjadi satu di dalam partai Masyumi.
Beda dengan Mr. Muhammad Yamin, usulan kali ini mendapat respons yang lebih baik. Mereka mendapatkan suara dari M. Natsir, Muwardi, Marzuki Mahdi, dan Kartosudarmo yang juga merupakan anggota KNIP.
Alhasil, secara aklamasi sidang KNIP menerima dan menyetujui usulan pembentukan Kementerian Agama.
Melalui Penetapan Pemerintah No 1/S.D. tanggal 3 Januari 1946 (29 Muharram 1365 H) Indonesia resmi memiliki Kementerian Agama.
ADVERTISEMENT
Presiden Sukarno pun mengangkat Haji Muhammad Rasjidi yang merupakan seorang tokoh dari Muhammadiyah sebagai Menteri Agama yang pertama.
Kemenag Hadiah Negara untuk NU?
Dalam menjawab ini, kumparan memulainya dengan melihat apa peran dari Nahdlatul Ulama (NU) dalam pembentukan Kementerian Agama, yakni sulit dipastikan.
Sebab, tokoh-tokoh yang terlihat menonjol dalam perjuangan dari pembentukan Kementerian Agama justru berasal dari Muhammadiyah dan tokoh-tokoh nasionalis itu sendiri, seperti Mr. Muhammad Yamin.
Bahkan, tokoh-tokoh yang kebetulan adalah tokoh Muhammadiyah ini sendiri dapat dikatakan berjuang bukan demi kepentingan kelompok mereka. Begitu pun dengan tokoh nasionalis kala itu.
Adapun, jika melihat keterangan Menag pertama, H.M. Rasjidi pada Konferensi Jawatan Agama seluruh Jawa dan Madura di Surakarta tanggal 17-18 Maret 1946, alasan pemerintah mendirikan Kemenag yakni untuk memenuhi kewajiban Pemerintah terhadap UUD 1945 Bab XI pasal 29, yang menerangkan:
ADVERTISEMENT
"Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa" dan "Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu" (ayat 1 dan 2).
Akan tetapi, jika diperhatikan lebih dalam pembentukan Kemenag sendiri sebenarnya bisa dikatakan sebagai kompromi kepada orang Islam yang menjadi mayoritas di Indonesia usai dikecewakan atas perubahan terkait dasar negara yang tertuang pada Piagam Jakarta yang juga merupakan cikal bakal dari konstitusi Indonesia.
Seperti yang disebutkan oleh Fuad Nasar dalam Islam dan Muslim di Negara Pancasila (2017), mengutip B. J. Boland penulis buku The Struggle of Islam in Modern Indonesia (1985), keputusan untuk tidak membentuk Kementerian Agama dalam susunan pemerintahan Indonesia meningkatkan kekecewaan orang-orang Islam yang sebelumnya telah dikecewakan oleh keputusan diubahnya Piagam Jakarta yang merupakan cikal bakal dari Pancasila.
ADVERTISEMENT