Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Asal Usul Manusia Silver yang Dilakoni Pensiunan Polri hingga Bayi
28 September 2021 19:00 WIB
·
waktu baca 3 menit
ADVERTISEMENT
Cerita miris seorang balita yang dicat menjadi manusia silver jalanan di Tangerang Selatan menjadi sorotan warganet belakangan ini. Tidak hanya dieksploitasi, namun kesehatan balita itu juga dikhawatirkan karena cat silver yang mengandung zat kimia berbahaya dibalurkan ke kulit sang bayi.
ADVERTISEMENT
Begitu juga yang terjadi di Semarang, seorang manusia silver diamankan Satpol PP dalam operasi penertiban. Namun ternyata manusia silver tersebut merupakan pensiunan Polri. Hal tersebut langsung mendapat perhatian dari warganet hingga Korps Kepolisian.
Sebenarnya dari mana asal-usul manusia silver?
Belum ada rujukan pasti mengenai kapan pertama kali manusia silver muncul di Indonesia. Namun kegiatan manusia silver yang juga dikenal dengan silver man itu dilakukan sebagai salah satu atraksi performer di beberapa negara. Salah satunya di Convent Garden, Kota London.
Di area tersebut, beragam seniman jalanan menampilkan pertunjukan seni dengan atribut yang beraneka ragam. Salah satunya mengecat tubuh menggunakan warna silver dan melakukan atraksi sulap hingga pantomim.
"Seniman jalanan 'Silverman' melayang di udara dengan satu tangan dan membuat gerakan yang mustahil, ia semakin populer di pusat kota Covent Garden di pusat kota London, Inggris," tulisan yang dikutip dari Gigazine.
ADVERTISEMENT
Di Indonesia sendiri, komunitas silver man diketahui pertama kali muncul pada tahun 2012 oleh seorang pengamen jalanan di Kota Bandung. Komunitas tersebut diberi nama Komunitas Silver Peduli.
Tujuannya untuk menggalang dana guna mencukupi kebutuhan hidup keluarga komunitas dan anak-anak jalanan. Anggota yang tergabung akan mengecat tubuh mereka berwarna silver dan memegang sebuah kotak penggalangan dana, mereka berjalan di jalanan Kota Bandung meminta sumbangan.
Sayangnya, aksi manusia silver di luar negeri seperti Kota London dan yang terjadi di sejumlah wilayah di Indonesia berujung pada tanggapan yang berbeda.
Di Convent Garden, manusia silver mencuri perhatian publik dan mendapat bayaran secara profesional atas pertunjukan seni yang diberikan. Di Kota Bandung, Semarang hingga Tangerang, bahkan masih ada lagi kota-kota lainnya, manusia silver jadi incaran Satpol PP hingga ladang praktik eksploitasi anak di bawah umur.
ADVERTISEMENT
Seperti yang terjadi pada Komunitas Silver Peduli tersebut, meski mengaku memiliki tujuan mengumpulkan donasi untuk kemanusiaan, Dinas Sosial kota Bandung tetap bersikeras melarang keberadaan mereka.
Mereka dianggap melanggar Perda K3 Undang-Undang Lalu Lintas dan UU Nomor 9 Tahun 1061 tentang Pengumpulan Uang atau Barang.
Peneliti dan Pengajar Tetap Vokasi Universitas Indonesia, Devie Rahmawati, turut buka suara atas fenomena pengamen jalanan hingga menjadi manusia silver.
"(Manusia silver) itu hanya varian-varian saja, kaya hari ini silver, besok pantomim, kemudian besoknya apa. Mereka kebanyakan berusaha memikat masyarakat di persimpangan jalan, tapi ada data menunjukkan bahwa justru di dekat pusat perbelanjaan mereka lebih mendapat pemasukan," tuturnya.
Devie menyebut, dari studi yang pernah ada, ditemukan bahwa ada tiga cara para pengamen jalanan mencari nafkah. Di antaranya dengan menimbulkan ketakutan, kesenangan dan rasa iba.
ADVERTISEMENT
Manusia silver, menurutnya, cenderung melakukan kegiatan mereka dengan menimbulkan kesenangan kepada orang lain dengan tampil berbeda, mengecat tubuh dan terkadang melakukan beberapa atraksi.
"Tapi yang paling diwaspadai itu tempat. Tempatnya selalu di jalanan, jalanan jadi tempat eksploitasi di mana mereka memiliki pengetahuan rendah, terkadang orang tua yang mengeksploitasi (anak) dianggap sebagai malaikat penolong mereka, keterikatan emosi membuat mereka tidak bisa membedakan mana baik dan buruk kehidupan di jalanan," tegasnya.
Devie menyebut, bila melihat kasus bayi dijadikan manusia silver, harus ada ketegasan pemerintah untuk memberikan pemahaman pola asuh yang tepat kepada orang tua di jalanan.
"Ketidaktahuan apa yang dia lakukan itu salah, mereka merasa anak adalah milik dia properti dia, sehingga mereka merasa punya hak untuk apa pun," tandasnya.
ADVERTISEMENT
==