Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
ADVERTISEMENT
Gejala awalnya ringan dan tampak tak berbahaya, hanya batuk dan kelelahan. Hal itu yang dirasakan Sriyono (44), sebelum mengetahui diagnosa dokter bahwa ia mengidap asbestosis, penyakit paru yang bisa bermuara menjadi kanker paru-paru.
ADVERTISEMENT
Semua itu karena satu hal: menghirup serat asbes.
Selama puluhan tahun, bapak tiga anak itu bekerja di sebuah pabrik pembuatan gland packing, alat pencegah kebocoran dalam mesin pompa, yang menggunakan asbes sebagai salah satu bahan bakunya. Selama itu pula, secara tak sadar ia menghirup serat asbes tanpa diberi tahu tentang risikonya.
“Saya kaget. Waktu pertama kerja di pabrik, tidak ada informasi yang menyebutkan bahwa asbes bisa menyebabkan penyakit seperti kanker,” ujar Sriyono di rumahnya yang terletak di Cikarang, Jawa Barat, seperti dilansir AFP (14/12).
Namun, Sriyono tidak sendiri. Masih banyak masyarakat yang tidak menyadari risiko kesehatan akibat menghirup asbes.
Masih Populer di Negara Berkembang
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), serat asbes yang mengendap dalam paru-paru dapat menyebabkan sejumlah penyakit, seperti kanker paru-paru, mesothelioma, dan asbestosis. Zat karsinogenik ini disebut bertanggung jawab atas kematian 100 ribu orang setiap tahunnya.
ADVERTISEMENT
Meski sudah dilarang di 60 negara, asbes masih dikonsumsi banyak negara berkembang, termasuk Indonesia. Asbes selama ini banyak digunakan untuk konstruksi bangunan, tekstil, hingga kampas rem.
Terlepas dari dampak buruknya, beberapa negara terang-terangan menolak pelarangan penggunaan asbes, seperti Rusia dan India.
Di Indonesia, menurut data Survei Geologi AS (SDGS), penggunaan asbes pada 2012 meningkat 6 kali lipat dibanding tahun 1990, yaitu sebesar 161.823 ton, sebelum turun ke angka 109.000 ton pada tahun 2014.
Sekitar 180 perusahaan di Indonesia mengimpor asbes, baik sebagai bahan baku industri, maupun dalam bentuk produk jadi. Hingga kini, belum ada angka pasti berapa orang Indonesia yang terpapar asbes setiap harinya.
Keluarga Menanggung Risiko
Menurut data Indonesia Asbestos Ban Network (INA-BAN), terdapat sekitar 4.000 pekerja pabrik asbes di Indonesia. Angka itu belum termasuk mereka yang menjadi buruh kontrak dan pekerja konstruksi bangunan.
ADVERTISEMENT
Risiko terpapar asbes tidak hanya ditanggung para pekerja, tetapi juga anggota keluarga mereka. Serat-serat yang menempel pada tangan, rambut, sepatu, hingga pakaian bisa saja terhirup oleh anggota keluarga di rumah.
Paparan asbes juga menerpa mereka yang belajar di gedung sekolah atau bahkan berobat di layanan kesehatan yang beratapkan asbes. Terlebih mereka yang tinggal di rumah beratap asbes.
Pemerintah sendiri belum berencana melarang penggunaan asbes. Untuk sementara, mereka membuat regulasi keselamatan kerja dan meningkatkan sosialisasi bahaya asbes bagi kesehatan.
“Kami sudah memulai program untuk meningkatkan kesadaran itu, namun tentu karena Indonesia sangat luas, kami harus melakukannya secara bertahap,” ujar Kartini Rustandi, Direktur Kesehatan Kerja dan Olahraga Kemenkes.
Memang, asbestosis dan penyakit lainnya yang muncul akibat menghirup serat asbes tak langsung terasa dampaknya. Penyakit-penyakit itu baru mulai terasa 5-10 tahun setelah terpapar asbes.
ADVERTISEMENT
Namun, bukankah mencegah lebih baik daripada mengobati?