ASEAN Gelar Pertemuan dengan Junta Myanmar di Thailand, Indonesia Absen

23 Desember 2022 13:49 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi ASEAN. Foto: PAPALAH/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi ASEAN. Foto: PAPALAH/Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sejumlah negara ASEAN melangsungkan pertemuan dengan para tokoh junta Myanmar di sela-sela pembicaraan bilateral Thailand-Myanmar di Bangkok pada Kamis (22/12). Indonesia absen walau mendapatkan undangan.
ADVERTISEMENT
Pengkritik junta yang paling vokal dalam ASEAN lainnya turut absen kali ini, termasuk Malaysia dan Filipina. Perwakilan yang bergabung dalam pembicaraan tersebut adalah Menteri Luar Negeri dari Myanmar, Laos, Kamboja, serta Wakil Menlu Vietnam.
Indonesia dan Vietnam menyebut diplomat tertingginya sedang sibuk dengan kunjungan resmi Presiden Vietnam, Nguyen Xuan Phuc, ke Jakarta. Indonesia memegang keketuaan ASEAN pada 2023.
Sementara itu, Malaysia mengonfirmasikan ketidakhadiran pewakilannya dari pertemuan yang diselenggarakan Menlu Thailand, Don Pramudwinai. Tetapi, pihaknya tidak memberikan alasan.
Filipina juga tidak memberikan penjelasan lebih lanjut. Singapura belum mengeluarkan komentar terkait. Namun, seorang sumber diplomatik yang menolak disebutkan namanya mengungkap sebuah surat yang ditandatangani Menlu Singapura kepada Thailand.
Surat ini menyatakan keberatan dengan pertemuan tersebut. Sebab, ASEAN setuju untuk mengecualikan junta dari acara semacam ini.
ADVERTISEMENT
"Setiap pertemuan yang diadakan di bawah ASEAN, formal atau informal, tidak boleh menyimpang dari keputusan ini," tulis surat tersebut, dikutip dari Reuters, Jumat (23/12).
Massa bergabung dalam unjuk rasa menentang kudeta militer dan menuntut pembebasan pemimpin terpilih Aung San Suu Kyi, di Yangon, Myanmar, Selasa (9/2). Foto: Stringer/REUTERS
Tidak ada hasil nyata yang dilaporkan dari pembicaraan di Thailand. Menurut Thailand, pertemuan mereka berfokus pada bantuan kemanusiaan bagi Myanmar dan implementasi rencana perdamaian ASEAN yang dikenal sebagai 5 Point Consensus (5PCs).
"Konsultasi tersebut merupakan pertemuan non-ASEAN tetapi dimaksudkan untuk melengkapi upaya kolektif ASEAN yang sedang berlangsung untuk menemukan resolusi politik yang damai," bunyi pernyataan juru bicara Kemlu Thailand, Kanchana Patarachoke.
Para menteri junta muncul dalam kehadiran internasional yang jarang terjadi. Naypyidaw mengirimkan Menlu Myanmar, Wunna Maung Lwin; Menteri Investasi dan Hubungan Ekonomi Luar Negeri, Kan Zaw; dan Menteri Kerja Sama Internasional, Ko Ko Hlaing.
ADVERTISEMENT
Wunna Maung Lwin dikatakan menjelaskan 'kegiatan teroris' milisi Pasukan Pertahanan Rakyat (PDF). Pasukan tersebut adalah sayap bersenjata dari pemerintahan terpilih yang digulingkan di Myanmar, Pemerintahan Persatuan Nasional (NUG).
"Oleh karena itu, delegasi Myanmar mendesak negara-negara anggota ASEAN untuk mengecam kegiatan teroris NUG, PDF dan untuk mencegah dukungan moral, materi, dan keuangan apa pun untuk organisasi teroris tersebut," bunyi pernyataan Kemlu Myanmar.
Gedung sekretariat Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN), menjelang pertemuan para pemimpin ASEAN di Jakarta, Indonesia, Jumat (23/4). Foto: Willy Kurniawan/REUTERS
Hubungan Myanmar-ASEAN memanas karena penolakan junta untuk menghentikan serangan terhadap kelompok oposisi.
ASEAN—yang membuat keputusan berdasarkan konsensus—akhirnya setuju untuk tetap mengecualikan para jenderal Myanmar. ASEAN mendesak mereka mematuhi rencana perdamaian yang macet.
Kelompok beranggotakan sepuluh negara tersebut telah mengalami perselisihan internal mengenai keterlibatan militer yang merebut kekuasaan di Myanmar pada 1 Februari 2021.
ADVERTISEMENT
Kudeta ini menggagalkan satu dekade kemajuan demokrasi, sehingga menjerumuskan negara ke dalam konflik dan kehancuran ekonomi.
Pertemuan terbaru pun terjadi sehari setelah Dewan Keamanan PBB (UNSC) mengadopsi resolusi pertamanya tentang Myanmar dalam 74 tahun terakhir. Resolusi tersebut menuntut akhir dari kekerasan junta dan pembebasan semua tahanan politik.
"Hari ini kami telah mengirim pesan tegas kepada militer bahwa mereka tidak boleh ragu. Kami berharap resolusi ini dilaksanakan secara penuh," tegas Duta Besar Inggris untuk PBB yang merancang resolusi itu, Barbara Woodward.