Aspal Jalan Hutan Taman Nasional Meru Betiri, Bupati Jember: Akses 3.000 Warga

14 Maret 2023 19:22 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Bupati Jember Hendy Siswanto saat berkunjung ke pantai Bandealit di Taman Nasional Meru Betiri. Foto: Dok. Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Bupati Jember Hendy Siswanto saat berkunjung ke pantai Bandealit di Taman Nasional Meru Betiri. Foto: Dok. Istimewa
ADVERTISEMENT
Pemerintah Kabupaten Jember mempunyai rancangan program pembangunan infrastruktur untuk kawasan hutan Taman Nasional Meru Betiri. Rencananya adalah memperbaiki akses berupa jalan masuk yang panjangnya mencapai 15 kilometer.
ADVERTISEMENT
Hal tersebut diumumkan Bupati Jember, Hendy Siswanto usai tuntas menandatangani nota kesepakatan kerja sama dengan Kepala Taman Nasional Meru Betiri, Nuryadi. Salah satu kesepakatan antara kedua belah pihak menyangkut program pengaspalan jalan.
Kesepakatan demikian menandakan adanya solusi atas polemik pembangunan kawasan Taman Nasional Meru Betiri. Mengingat, selama ini selalu terjadi hambatan keras dalam penyediaan fasilitas publik di Taman Nasional Meru Betiri, karena benturan kondisi antara posisi sebagai kawasan konservasi dengan sisi lain terdapatnya kehidupan 3.000 warga dalam hutan.
Keadaan jalan dalam kawasan Taman Nasional Meru Betiri masih berupa tanah bebatuan yang diapit beberapa aliran sungai. Foto: Dok. Istimewa
Hendy berkata, proyek aspal jalan bertujuan untuk menopang kehidupan bagi ribuan warga yang tinggal di tengah hutan supaya mereka tidak lagi terpinggirkan. Upayanya melalui proyeksi ke depan untuk memulai penyediaan fasilitas publik yang memadai.
ADVERTISEMENT
“Kalau ada yang mengganjal (program pengaspalan jalan) sama saja dengan tidak memberi keadilan untuk saudara-saudara kita di sana. Sekitar tiga ribu warga di Meru Betiri selama ini tidak mendapatkan akses jalan yang bagus,” tuturnya, Selasa, 14 Maret 2023.
Suasana perkampungan warga yang tinggal di Taman Nasional Meru Betiri. Foto: Dok. Istimewa
Pernyataan Hendy turut diselingi ilustrasi perbandingan antara terisolasinya kehidupan warga di Meru Betiri dengan perbedaan mencolok kemudahan akses maupun fasilitas warga sekitar pusat pemerintahan. Penggambarannya disertai pengalaman pribadi Hendy dari beberapa kali kesempatan berkunjung ke perkampungan warga Meru Betiri.
“Kita berpesta pora di alun-alun, sementara warga Meru Betiri susah karena ketidakmerataan pembangunan. Mereka bilang: 'Pak Bupati, mulai lahir sampai sekarang turun-temurun jalannya tetap rusak. Jalannya memang jelek, hanya kendaraan tertentu yang bisa melewati,” urainya.
ADVERTISEMENT
Walau ingin membangun infrastruktur di kawasan hutan, Hendy meyakinkan bahwa dirinya berada dalam arus pemikiran yang memegang teguh paradigma pembangunan berkelanjutan. Sehingga, berkomitmen melaksanakan proyek pengaspalan jalan tersebut tanpa mengganggu alam sekitar.
“Andai di Meru Betiri tidak ada warga Jember, mungkin kami tidak akan berpikir (membangun jalan). Kami akan sama-sama menjaga hutan Meru Betiri. Lahan konservasi tidak berubah, fungsinya tetap jadi hutan. Saya menganut paham lingkungan, mazhab saya di situ. Saya cinta berat terhadap Meru Betiri, jangan pernah disenggol sampai kiamat nanti," tukasnya.
Menurut dia, konsekuensi tugasnya memang ganda. Yakni, menjaga konservasi Meru Betiri sekaligus memberi hak dasar kepada setiap warga. Hutan Meru Betiri merupakan penyangga keseimbangan lingkungan, sedangkan penduduknya adalah bagian yang tidak terpisahkan.
ADVERTISEMENT
“Lahan pertanian kita 86 ribu hektare perlu suplai air. Hanya hutan yang bisa mengaliri kebutuhan air sawah-sawah kita. Saya sangat yakin, begitu jalan dibangun, maka taman konservasi harus dipersiapkan sematang-matangnya untuk wisata alam, dan multiplier effect-nya lengkap bagi warga," jelasnya.
Warga yang tinggal dalam kawasan hutan Taman Nasional Meru Betiri. Foto; Dok. Istimewa
Sedikitnya 3.000 penduduk yang ada dalam Taman Nasional Meru Betiri. Mereka terdiri dari keluarga nelayan, petani hutan, pencari madu, peternak, dan buruh perkebunan swasta Bande Alit. Hanya sebagian kecil yang menjadi aparatur pemerintah dan pegawai kantor perkebunan.
Kondisi tempat tinggal warga rata-rata berupa rumah sederhana dengan dinding papan kayu atau anyaman bambu dan atap genteng maupun seng. Mayoritas penduduk merupakan kategori warga miskin yang berpenghasilan rendah.
Terkait kebutuhan daya listrik, warga harus menyimpan tenaga surya memakai panel atap di atas rumah masing-masing, karena sama sekali tiada jaringan PLN . Pemerintah sejauh ini berupaya membantu tambahan suplai daya listrik lewat penyediaan panel surya komunal yang dibangun sejak tujuh tahun silam.
ADVERTISEMENT
Adapun fasilitas pendidikan hanya tersedia dua Sekolah Dasar Negeri (SDN) berikut satu Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) Satu Atap. Namun, ironi pada jangkauan terhadap fasilitas kesehatan yang berada sejauh 20 kilometer. Sebab, Puskesmas terdekat berada di Desa Curahnongko, Kecamatan Tempurejo.