Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Awal Mula Usul Jalur Sepeda Dibongkar hingga Disetujui Kapolri
17 Juni 2021 7:34 WIB
·
waktu baca 6 menitADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Penyediaan fasilitas bagi para pesepeda berupa jalur sepedapun terus ditambah. Syafrin mengatakan penyediaan rute 63 km jalur sepeda ditambah dengan pembangunan 11,2 km jalur sepeda permanen sesuai dengan amanat UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang LLAJ.
Namun panjang jalur sepeda di Jakarta terancam berkurang. Sebab Komisi III DPR meminta kepada Polri agar jalur sepeda permanen yang berada di Jalan Sudirman-Thamrin dihapus.
Permintaan itu disampaikan dalam rapat di Gedung DPR RI pada Rabu (16/6). Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengiyakan permintaan itu.
Bukan yang Pertama
Polemik jalur sepeda permanen bukan kali ini saja terjadi. Pada awal Mei 2021, Kasubdit Gakkum Ditlantas Polda Metro Jaya AKBP Fahri Siregar sempat mengungkapkan hal yang sama. Saat itu ia tidak secara tegas menginginkan jalur sepeda terproteksi dihilangkan. Namun, meminta agar bahan planter box segera diganti dengan yang lebih lunak.
Ia menilai penggunaan planter box dari beton sebagai pembatas jalur sepeda membahayakan. Sebab sudah ada dua kecelakaan kendaraan yang fatal usai menabrak planter box tersebut.
ADVERTISEMENT
"Jadi kerusakannya itu, crash-nya lebih besar dan ini sudah terbukti ada dua kali kecelakaan lalin begitu tabrak planter box kerusakannya lebih besar," kata Fahri pada Mei lalu.
Padahal planter box itu tidak hanya sebagai penanda jalur sepeda. Tetapi juga sebagai pelindung bagi pesepeda dari kendaraan lain. Jika planter box dihilangkan maka tidak ada bedanya jalur sepeda permanen itu dengan jalur sepeda lainnya.
Pernyataan Fahri ditanggapi oleh komunitas sepeda pekerja Bike to Work (B2W) Indonesia. Mereka menyayangkannya.
"Pernyataan pada akhir pekan lalu ini mengabaikan tugas polisi sebagai penegak hukum dan tidak berdasar pada kepentingan umum yang sedang diprioritaskan pemerintah DKI Jakarta, yakni kehidupan kota yang lebih baik dan mengutamakan manusia," tulis B2W dalam keterangannya pada Senin (10/5).
ADVERTISEMENT
"B2W Indonesia percaya keberadaan jalur sepeda permanen diperlukan untuk mendukung upaya pemerintah DKI mewujudkan sistem transportasi yang mengutamakan perpindahan manusia, bukan kendaraan bermotor pribadi," tulis B2W.
Fahri sebenarnya tidak sendirian, ide untuk menghapus jalur sepeda permanen di ruas Sudirman-Thamrin mendapat dukungan dari Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni. Ia menilai jalur sepeda tidak dapat mengakomodir semua jenis sepeda. Sebab pengguna road bike yang melaju kencang tidak bisa menggunakan jalur tersebut.
"Jalur sepeda ini tidak cocok untuk aktivitas pesepeda sport yang kecepatannya cukup tinggi. Sehingga mereka terpaksa tak melewati jalur sepeda. Lagipula pesepeda sport hanya melintas paling lama 3 jam, dari jam 5-8 pagi,” kata Bendahara Umum NasDem itu.
ADVERTISEMENT
Jalur Road Bike
Apa yang disampaikan Sahroni ada benarnya. Banyak pengguna road bike yang melintas di Jalan Sudirman-Thamrin memilih keluar jalur sepeda. Mereka bersepeda di lajur tengah atau kanan jalan, terutama saat dalam pelotonan.
Salah satu alasannya karena laju mereka yang kencang. Sehingga berbahaya jika masuk ke jalur sepeda yang berada di sisi kiri jalan. Dikhawatirkan lajur itu ada krikil atau lubang yang berbahaya bagi pesepeda road bike yang kencang.
Namun, sikap itu menuai kekesalan dari pengendara lainnya yang merasa terganggu dengan keberadaan road bike di luar jalur sepeda. Puncaknya hingga seorang pemotor mengacungkan jari tengah ke rombongan pesepeda road bike. Aksi itu viral.
Pemprov DKI dan kepolisian kemudian membuatkan solusi dengan memberikan jalur khusus road bike di JLNT Casablanca yang dapat digunakan pada akhir pekan pukul 05.00-08.00 WIB dan mengizinkan road bike keluar jalur sepeda di Sudirman-Thamrin pada weekdays pukul 05.00-06.30 WIB. Dua lokasi itu diuji coba.
Lagi-lagi penolakan datang, kali ini dari B2W. Mereka menilai penggunaan JLNT membahayakan pesepeda selain itu juga melanggar aturan yang sudah ada, jalan tersebut tidak untuk sepeda.
ADVERTISEMENT
Aparat meresponsnya, rambu khusus road bike di pintu masuk JLNT dicopot seiring dengan waktu uji coba yang telah selesai pada Minggu (13/6). Pencopotan itu dihadiri oleh pesepeda dari Bike to Work dan beberapa komunitas lainnya.
Sayang, seremoni itu tercoreng dengan muatan tulisan di kaos yang digunakan B2W dan mitra koalisinya karena bernada melecehkan. Bunyinya begini: "PELETONAN HANYA ALASAN UNTUK LIHAT PANTAT-PANTAT SEKSI TEMENMU YANG LAGI DI DEPAN".
Melalui akun Instagramnya B2W meminta maaf. Mereka mengungkapkan tidak pernah memiliki niatan untuk menimbulkan perpecahan antar pengguna sepeda, atau menimbulkan kebencian terhadap pengguna sepeda balap.
"Demi menghindari situasi yang semakin keruh dan tak menguntungkan siapa pun, Bike2Work Indonesia menyampaikan PERMINTAAN MAAF. Ini adalah pelajaran berharga bagi kami, agar lebih berhati-hati dalam melangkah," tulis B2W.
ADVERTISEMENT
Rapat DPR-Kapolri
Perkara dengan road bike ini juga yang menjadi alasan anggota Komisi III DPR RI membahasnya dalam rapat dengan Kapolri. Anggota Fraksi NasDem Taufik Besari meminta agar Kapolri mengatur kembali jalur sepeda di Jakarta. Sebab ada anggapan diskriminatif sejak adanya jalur road bike.
"Ada semacam permasalahan di jalan baik pesepeda harus diberikan fasilitas yang adil dipenuhi hak-haknya. Pengaturannya bisa diatur jamnya jalurnya. Bagimana masyarakat tetap aman, pesepeda juga aman. Tidak terjadi konflik yang mengakibatkan semangatnya turun," kata Taufik Besari di ruang komisi III, DPR, Jakarta, Rabu (16/6).
Pernyataan lebih tegas disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi III Ahmad Sahroni yang meminta jalur sepeda permanen dihilangkan.
Terlebih, ada sudah ada gesekan antar-komunitas sepeda yang muncul karena adanya dugaan diskriminasi. Belum lagi, nantinya ada pengendara motor yang ingin meminta jalur khusus bila pola ini terus dibiarkan.
"Kita ingin bagaimana jalan ini tidak ada diskriminasi, baik untuk road bike maupun seli bike. Biarkan risiko ditanggung masing-masing," ujar dia.
ADVERTISEMENT
Kapolri Jenderal Listyo Sigit mengamini permintaan anggota DPR itu. Meski begitu, Polri akan berkoordinasi dengan Pemprov DKI Jakarta hingga Kemenhub terkait hal ini.
"Saya setuju untuk jalur sepeda permanen nanti dibongkar saja. Kami akan studi banding ke luar, bagaimana sepeda olahraga dan sepeda terkait untuk bekerja, dengan jamnya dan pengaturan luasnya nanti akan kami koordinasikan dengan Kemenhub dan Pemda sehingga jalur sepeda tetap ada dan jam dibatasi sehingga tidak mengganggu pengguna lain," ucap dia.
Pemprov Beri Tanggapan
ADVERTISEMENT
Wagub DKI Jakarta Ahmad Riza Patria merespons hasil rapat di DPR itu. Ia mengatakan, Pemprov masih terus melakukan kajian. Masukan dari berbagai pihak, termasuk Kapolri akan dibahas dan dipertimbangkan.
"Terkait jalur sepeda semuanya masih dalam proses uji coba pengkajian. Pak Gubernur belum mengeluarkan keputusan. Tentu keputusan yang diambil akan mendengarkan masukan dari semua pihak termasuk masukan dari Pak Kapolri," kata Riza di Balai Kota, Jakarta, Rabu (16/6).
Dia memastikan kebijakan yang diambil Pemprov menjadi yang terbaik untuk warga Jakarta. Semua pengguna jalan, baik sepeda, kendaraan bermotor, dan pejalan kaki akan difasilitasi.
ADVERTISEMENT
"Bagi pesepeda road bike, non [road] bike, pejalan kaki, pengguna sepeda motor, pengguna kendaraan pribadi, apalagi pengguna kendaraan umum. Kita akan berikan pelayanan terbaik kebijakan yang diambil pasti mengacu pada kepentingan masyarakat yang lebih luas," lanjutnya.