Azis Syamsuddin Didesak Mundur dari Pimpinan DPR, Bagaimana Aturannya?

15 September 2021 15:51 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (9/6/2021). Foto: Reno Esnir/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (9/6/2021). Foto: Reno Esnir/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Desakan agar Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin mundur dari jabatannya kini digaungkan banyak pihak. Bukan tanpa alasan, Azis terjerat dalam dugaan kasus suap yang tengah ditangani oleh KPK.
ADVERTISEMENT
Dalam dakwaan KPK, Azis diduga memberikan suap eks penyidik KPK AKP Stepanus Robin Pattuju Rp 3 miliar dengan tujuan terbebas dari kasus yang tengah diselidiki KPK. Kasus yang dimaksud diduga terkait kasus di Lampung Tengah.

Lantas seperti apa aturan terkait mundurnya seseorang dari jabatan pimpinan DPR?

Dalam UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD dan DPD (MD3) ayat 87 diatur alasan berhentinya pimpinan DPR yakni meninggal dunia, mundur atau diberhentikan. Bunyinya:
Pasal 87
(1) Pimpinan DPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (1) berhenti dari jabatannya karena:
a. meninggal dunia;
b. mengundurkan diri; atau
c. diberhentikan.
Selain itu, diatur juga ketentuan terkait pimpinan DPR yang diberhentikan karena sejumlah alasan. Hal ini diatur dalam pasal 87 ayat (2) yakni:
ADVERTISEMENT
(2) Pimpinan DPR diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c apabila:
a. tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap sebagai anggota DPR selama 3 (tiga) bulan berturut-turut tanpa keterangan apa pun;
b. melanggar sumpah/janji jabatan dan kode etik DPR berdasarkan keputusan rapat paripurna setelah dilakukan pemeriksaan oleh Mahkamah Kehormatan DPR;
c. dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;
d. diusulkan oleh partai politiknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
e. ditarik keanggotaannya sebagai anggota DPR oleh partai politiknya;
f. melanggar ketentuan larangan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini; atau
g. diberhentikan sebagai anggota partai politik berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
ADVERTISEMENT
Selain dalam UU MD3, aturan lain terkait mundurnya pimpinan DPR juga diatur dalam Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2014 tentang Tata Tertib. Dalam pasal 34 juga diatur 3 alasan pimpinan DPR berhentinya pimpinan DPR yakni meninggal dunia, mengundurkan diri dan diberhentikan.
Pimpinan DPR Azis Syamsuddin (tengah) dan Rahmat Gobel (kiri) memimpin Rapat Paripurna masa persidangan III Tahun Sidang 2019-2020. Foto: ANTARA FOTO/Raqilla
Sementara itu, dalam pasal 35 diatur ketentuan terkait seorang pimpinan DPR dapat berhenti sementara jika didawa tindak pidana.
Pasal 35:
(1) Dalam hal salah seorang pimpinan DPR berhenti sementara dari jabatannya karena didakwa melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun, anggota pimpinan lain menetapkan salah seorang di antara pimpinan untuk melaksanakan tugas pimpinan yang berhenti sampai dengan ditetapkannya pimpinan yang definitif.
(2) Dalam hal pimpinan DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan tidak terbukti melakukan tindak pidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, pimpinan DPR yang bersangkutan melaksanakan kembali tugasnya sebagai pimpinan DPR.
ADVERTISEMENT
Selain itu, peraturan DPR soal tata tertib juga mengatur tata cara pergantian pimpinan DPR dalam pasal 46 yakni:
Pasal 46
(1) Dalam hal ketua dan/atau wakil ketua DPR berhenti dari jabatannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34, DPR secepatnya mengadakan penggantian.
(2) Dalam hal penggantian pimpinan DPR tidak dilakukan secara keseluruhan, salah seorang pimpinan DPR meminta nama pengganti ketua dan/atau wakil ketua DPR yang berhenti kepada partai politik yang bersangkutan melalui Fraksi.
(3) Pimpinan partai politik melalui Fraksinya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menyampaikan nama pengganti ketua dan/atau wakil ketua DPR kepada pimpinan DPR.
(4) Pimpinan DPR menyampaikan nama pengganti ketua dan/atau wakil ketua DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dalam rapat paripurna DPR untuk ditetapkan
ADVERTISEMENT
(5) Setelah ditetapkan sebagai ketua dan/atau wakil ketua DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ketua dan/atau wakil ketua DPR mengucapkan sumpah/janji.
(6) Pimpinan DPR menyampaikan salinan keputusan DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada Presiden.
Hingga saat ini, Azis masih belum menanggapi terkait kasus hukum yang menjeratnya, termasuk juga desakan mundur dari sejumlah pihak.
Lalu bagaimana kelanjutan kasus Azis Syamsuddin? Kita tunggu saja.