Babak Akhir Kasus KM 50: 2 Polisi Divonis Lepas, Tak Ada yang Dipidana

13 September 2022 11:55 WIB
·
waktu baca 9 menit
comment
22
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana Rest Area KM 50 Tol Jakarta-Cikampek yang akan ditutup Jasa Marga. Foto: Dok. Jasa Marga
zoom-in-whitePerbesar
Suasana Rest Area KM 50 Tol Jakarta-Cikampek yang akan ditutup Jasa Marga. Foto: Dok. Jasa Marga
ADVERTISEMENT
Perkara anggota polisi penembak mati enam anggota FPI atau dikenal dengan peristiwa KM 50 sudah masuk babak akhir. Meski ada korban jiwa, kasus tersebut nihil pidana.
ADVERTISEMENT
Upaya hukum yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) di tingkat kasasi mentah. Hakim tetap pada pendiriannya, menguatkan putusan pengadilan tingkat pertama, untuk memvonis lepas dua polisi pelaku penembakan.
Kedua polisi itu yakni Brigadir Polisi Satu Fikri Ramadhan dan Inspektur Polisi Dua Mohammad Yusmin Ohorella.
"Tolak," bunyi putusan kasasi dikutip dari situs Mahkamah Agung, Senin (12/9). Vonis kasasi tercatat dengan nomor perkara 938 K/Pid/2022 dan 939 K/Pid/2022.
Sejatinya ada tiga polisi pelaku penembakan. Namun Inspektur Polisi Dua Elwira Priadi meninggal dunia sebelum persidangan.
Ketiganya didakwa melakukan pembunuhan terhadap keenam laskar FPI pengawal Habib Rizieq dalam kejadian pada Desember 2020 itu. Ada dua peristiwa penembakan tersebut, pertama baku tembak di jalan yang membuat dua anggota FPI meninggal. Saat itu laskar FPI tengah mengawal Habib Rizieq.
ADVERTISEMENT
Peristiwa kedua, pada saat penembakan empat anggota FPI di dalam mobil ketika dibawa dari Rest Area KM 50 Tol Cikampek ke Polda Metro Jaya. Para polisi itu divonis lepas karena hakim menilai peristiwa itu merupakan upaya bela diri.
Rekonstruksi di titik pertama peristiwa penembakan enam pengawal Habib Rizieq. Foto: Ali Khumaini/ANTARA

Upaya Membela Diri

Pada pengadilan tingkat pertama, terungkap alasan majelis hakim memvonis lepas pelaku pembunuhan 6 laskar FPI. Hakim menilai Yusmin Ohorella dan Fikri Ramadhan terbukti menghilangkan nyawa orang lain dalam peristiwa yang terjadi di sekitar KM 50. Namun, hal itu dinilai merupakan upaya membela diri atas serangan yang mereka terima.
Serangan yang dimaksud yakni mencekik, mengeroyok, menjambak, menonjok, serta merebut senjata Fikri Ramadhan.
"Terpaksa melakukan pembelaan diri dengan mengambil sikap lebih baik menembak terlebih dahulu daripada tertembak kemudian," kata hakim.
ADVERTISEMENT
Hakim menilai serangan itu merupakan serangan yang dekat, cepat, dan seketika. Membuat Fikri mengalami luka-luka serta mengancam keselamatan jiwanya.
"Apabila tindakan tersebut tidak dilakukan dan senjata milik terdakwa berhasil direbut bukan tidak mungkin tim menjadi korban," kata hakim.
Hakim merujuk Pasal 49 KUHP dalam menjatuhkan vonis lepas tersebut.
(1) Tidak dipidana, barangsiapa melakukan tindakan pembelaan terpaksa untuk diri sendiri maupun untuk orang lain, kehormatan kesusilaan atau harta benda sendiri maupun orang lain, karena ada serangan atau ancaman serangan yang sangat dekat dan yang melawan hukum pada saat itu.
(2) Pembelaan terpaksa yang melampaui batas, yang langsung disebabkan oleh keguncangan jiwa yang hebat karena serangan atau ancaman serangan itu, tidak boleh dipidana.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan hal tersebut, hakim menyatakan bahwa perbuatan pembunuhan yang dilakukan terdakwa sebagaimana dakwaan memang terbukti. Namun, ada unsur pemaaf dan pembenar yang menghapuskan pidana.
"Menyatakan perbuatan terdakwa melakukan tindak pidana adalah dalam rangka pembelaan terpaksa dan pembelaan terpaksa melampaui batas," kata hakim membacakan amar putusan.
"Menyatakan kepada terdakwa tidak dapat dijatuhi pidana karena adanya alasan pembenar dan pemaaf," imbuh hakim.
Atas hal tersebut, hakim menyatakan kedua polisi dilepaskan dari segala tuntutan hukum
"Memulihkan hak-hak terdakwa dan kemampuan, kedudukan, harkat serta martabatnya," ucap hakim.
Terdakwa unlawful killing anggota Laskar FPI Briptu Fikri Ramadhan (kanan) dan Ipda M Yusmin Ohorella (kiri) mendengarkan pembacaan putusan dalam sidang yang digelar secara virtual di Jakarta, Jumat (18/3/2022). Foto: Sigid Kurniawan/ANTARA FOTO

Kejanggalan Versi KontraS

Proses peradilan pelaku penembakan enam Laskar FPI ini dipantau sejumlah pihak. Salah satunya KontraS yang mengungkap ada kejanggalan dalam prosesnya. Bahkan KontraS sempat membeberkan sejumlah poin kejanggalan tersebut. Berikut daftarnya:
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
KontraS menilai, dengan dituntutnya kedua polisi dengan hukuman 6 tahun penjara kemudian diputus lepas oleh hakim dengan adanya alasan pembenar dan pemaaf dalam rangka pembelaan terpaksa melampaui batas. Mereka menilai, jika didasari pada temuan dan keganjilan yang ada maka tuntutan yang ringan oleh Jaksa dan Putusan lepas dari Majelis Hakim tidak lah mengherankan.
"Hal-hal semacam ini menunjukkan bahwa terdapat praktik impunitas yang berakibat pada tercederainya rasa keadilan bagi korban maupun keluarga korban. Selain itu kami juga khawatir dengan adanya Putusan tersebut, menjadi legitimasi bagi anggota Polri di lapangan untuk kembali melakukan tindakan unlawful killing," kata KontraS dikutip dalam laman resminya.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo saat bersiap untuk rapat bersama Komisi III DPR RI, di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (24/8/2022). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan

Kapolri Akan Proses Lagi Kasus KM 50 Jika Ada Bukti Baru

Kasus kematian enam laskar FPI ini sempat kembali mencuat di tengah kasus pembunuhan Brigadir Yosua. Musababnya, ada dugaan skenario yang terjadi di dua kasus tersebut. Untuk kasus Yosua, skenario tersebut berhasil terungkap pada tahap penyidikan. Skenario baku tembak antara Yosua dengan Bharada Eliezer yang disusun oleh Ferdy Sambo terpatahkan.
ADVERTISEMENT
Ferdy Sambo merupakan diduga dalang pembunuhan Yosua tersebut.
Skenario dalam kasus Yosua ini ditarik oleh sejumlah pihak ke kasus KM 50. Mereka meyakini, kasus tersebut bahkan lebih misterius dari kasus pembunuhan Yosua. Hal itu disampaikan beberapa anggota Komisi III DPR RI saat rapat kerja dengan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo pada Rabu (24/8) lalu.
Kasus KM 50 itu disinggung oleh Romo Muhammad Syafi'i, Achmad Dimyati Natakusumah, hingga Habib Aboe Bakar Al-Habsyi.
"Peristiwa Presiden beri semangat begini kita teringat, kenapa [Brigadir] J saja? KM 50 ke mana? Jangan-jangan sama lagi. Ulama-ulama di dapil saya banyak ulama besar nanya itu. Saya jawab itu Polri. Jadi kalau presiden ada kesempatan, tolong buka Km 50 boleh lah," kata Habib Aboe.
ADVERTISEMENT
Adapun Romo menilai, kasus KM 50 lebih misterius dibandingkan kasus pembunuhan Brigadir Yosua.
"Ada rumor mobil yang berada di KM 50 itu terindikasi hari ini mobil yang ada dalam peristiwa tertembaknya saudara kita tercinta Yosua. Dan misteri di Km 50 itu saya kira lebih hebat ketimbang misteri kematian Brigadir Yosua," kata Romo.
Merespons itu, Listyo Sigit Prabowo mengatakan kasus tersebut sudah diputuskan di pengadilan. Tetapi ia memastikan akan mengusut ulang kasus tersebut apabila ditemukan fakta baru.
"Terkait dengan KM 50 saat ini juga sudah berproses di pengadilan. Memang sudah ada keputusan. Kita lihat juga jaksa saat ini sedang mengajukan banding terhadap kasus tersebut," kata Kapolri.
"Sehingga tentunya kami juga menunggu. Namun, apabila ada novum (bukti dan fakta baru), tentunya kami akan juga memproses," imbuh dia.
ADVERTISEMENT
Saat itu, Kapolri menegaskan kembali, pihaknya akan memantau perkembangan kasasi kasus KM 50. Kini hasil kasasi menguatkan putusan Pengadilan Tingkat pertama setelah upaya kasasi dari JPU ditolak. Kedua polisi pembunuh Laskar FPI tetap divonis lepas.
Terdakwa unlawful killing anggota Laskar FPI Briptu Fikri Ramadhan (kiri) dan Ipda M Yusmin Ohorella (kanan) melakukan sujud syukur seusai divonis bebas sidang putusan yang digelar secara virtual di Jakarta, Jumat (18/3/2022). Foto: Sigid Kurniawan/ANTARA FOTO
***
Ikuti program Master Class Batch 3, 3 hari pelatihan intensif untuk para pelaku UMKM, gratis! Daftar sekarang di LINK INI.