Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.98.1
Babak Baru Suap Vonis Bebas Ronald Tannur: 2 Hakim Ajukan JC, Bakal Bongkar Apa?
19 Februari 2025 14:16 WIB
ยท
waktu baca 6 menit
ADVERTISEMENT
Kasus suap vonis bebas Ronald Tannur memasuki babak baru. Dua Hakim yang menjadi terdakwa penerima suap mengajukan diri sebagai saksi pelaku yang bekerja sama atau justice collaborator (JC).
ADVERTISEMENT
Saat ini, kasus suap tersebut sedang dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta. Ada tiga Hakim yang menjadi terdakwa penerima suap.
Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo, merupakan Majelis Hakim PN Surabaya yang memvonis bebas Ronald Tannur dalam kasus pembunuhan terhadap Dini Sera Afrianti.
Dalam proses persidangan, Hakim Erintuah Damanik dan Mangapul kemudian mengajukan diri sebagai JC. Kuasa hukum Erintuah Damanik dan Mangapul, Philipus Sitepu, menilai bahwa kliennya telah memenuhi syarat dan ketentuan untuk menjadi justice collaborator (JC) dalam kasus tersebut.
Hal itu berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Angka 9 SEMA Nomor 4 Tahun 2011 tentang Perlakuan Terhadap Pelapor Tindak Pidana (Whistle Blower) dan Saksi Pelaku Yang Bekerja Sama (Justice Collaborator) di dalam Perkara Tindak Pidana Tertentu.
ADVERTISEMENT
Menurut Philipus, kedua kliennya sudah mengakui perbuatan dalam penerimaan suap. Dia menyebut bahwa pengakuan itu sebagai bentuk kooperatif dan membantu penegak hukum dalam mengungkap kasus tersebut.
"Sejak Penyidikan sampai saat ini, sudah beberapa kali pemeriksaan saksi di penyidikan dan persidangan dan puluhan saksi yang diperiksa belum ada yang dapat membuktikan bahwa telah terjadi tindak pidana korupsi dalam perkara a quo," kata Philipus.
"Maka yang dapat membuktikan perkara ini adalah keterangan kedua klien kami karena sejak penyidikan klien kami sudah memberikan keterangan mengakui perbuatannya dan kooperatif dalam setiap pemeriksaan. Bahkan sampai saat ini, dari semua terdakwa Hanya Bapak Erintuah Damanik dan Bapak Mangapul yang mengakui perbuatan mereka, sementara terdakwa yang lain masih membantah," sambungnya tanpa menjelaskan lebih lanjut.
ADVERTISEMENT
Selain itu, dia menyebut bahwa Mangapul dan Erintuah sudah mengembalikan uang yang diterimanya kepada Kejaksaan. Serta sudah menyebutkan semua yang terlibat dalam perkara ini.
"Sehingga Bapak Erintuah Damanik dan Bapak Mangapul sudah memenuhi syarat untuk menjadi Justice Collaborator, apalagi Kedua Klien kami tersebut sudah berusia lanjut dan ingin agar perkara ini cepat selesai. Sehingga Klien kami dapat memperbaiki diri," sambungnya.
Permohonan pengajuan itu sempat disampaikan Erintuah dan Mangapul lewat kuasa hukumnya, Philipus Sitepu, di hadapan Majelis Hakim saat persidangan lanjutan yang digelar pada Selasa (18/2) kemarin.
"Kami atas kesepakatan juga dengan klien kami, mengajukan permohonan sebagai saksi pelaku yang bekerja sama atau justice collaborator, Yang Mulia," tutur Philipus dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (18/2) kemarin.
ADVERTISEMENT
"Dan klien kami, Pak Mangapul dan Pak Erintuah bersedia diperiksa menjadi saksi kapan pun yang diinginkan oleh jaksa penuntut umum," jelas dia.
Setelahnya, Philipus kemudian menyerahkan surat permohonan pengajuan sebagai JC kepada Majelis Hakim.
"Ya silakan. Baik. Kami terima, ya," ucap Ketua Majelis Hakim Teguh Santoso.
Hakim Erintuah dan Mangapul Akan Buka-bukaan
Seusai persidangan, Philipus mengungkapkan bahwa alasan kliennya mengajukan sebagai justice collaborator (JC) lantaran ingin berubah dan menyesali perbuatannya.
"Itu yang menjadi catatan, dan itu sudah kami sampaikan sejak awal persidangan, bahwa klien kamilah yang akan membuktikan perkara ini. Karena apa? Karena klien kami ingin berubah, sudah menyesal, dan ingin memperbaiki diri," tutur dia.
"Apalagi klien kami ini sudah tua, jadi tidak ingin persidangan yang berlarut-larut. Jadi kalau sudah bisa selesai, kita selesaikan saja langsung," imbuhnya.
ADVERTISEMENT
Ia menyebut, bahwa kliennya juga telah mengakui perbuatannya dan menegaskan akan buka-bukaan ihwal tindak pidana korupsi yang telah terjadi.
"Sehingga, klien kami menguatkan bahwa di persidangan pun keterangan klien kami akan mengakui dan tidak akan berubah. Sehingga, kami mengajukan JC gitu," papar dia.
"Termasuk pelaku-pelaku lain yang bisa menjadi tersangka atau nanti terdakwa hari ini adalah berdasarkan keterangan dari klien kami," lanjutnya.
Bahkan, Philipus menegaskan bahwa hingga saat ini, dari semua terdakwa yang dijerat Kejagung, hanya kliennya yang mengakui perbuatan mereka. Sementara itu, kata dia, terdakwa yang lain masih membantah perbuatannya.
Lebih lanjut, ia menekankan bahwa dengan pengajuan JC ini, bukan berarti pihaknya menerima dakwaan yang dituduhkan jaksa kepada kliennya.
ADVERTISEMENT
"Bukan menerima dakwaan sepenuhnya. Tapi, menerima itu maksudnya adalah bahwa di sini memang terjadi tindak pidana. Dan itu kan sudah kami juga sampaikan di BAP dari awal," ucap dia.
"Kemudian istri dari klien kami juga sudah menjadi saksi dan sudah menyerahkan juga uang itu kepada kejaksaan. Apa yang diterima oleh klien kami, sudah kami serahkan kepada kejaksaan, melalui istrinya waktu itu. Dan di keterangan istrinya juga sudah disebutkan," bebernya.
Philipus juga menegaskan bahwa kliennya juga akan menjadi pihak yang bisa membuktikan tindak pidana dalam kasus ini.
"Sudah, sudah kami buka-bukaan. Bukan hanya mau buka-bukaan. Tapi, kan, klien kami siap menjadi saksi untuk itu," kata Philipus.
"Pada hari ini, ya memang keterangan klien kami lah yang membuka perkara ini," sambungnya.
ADVERTISEMENT
Kejagung Beri Respons
Terkait hal itu, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung RI, Harli Siregar, menyerahkan sepenuhnya kepada pengadilan apakah akan menerima atau menolak permohonan justice collaborator tersebut.
"Perkara ini, kan, sedang berlangsung dan menjadi domainnya pengadilan apakah akan mempertimbangkan menerima atau tidak menerima permohonan JC yang bersangkutan," ujar Harli saat dikonfirmasi, Rabu (19/2).
Harli menekankan bahwa pada prinsipnya, pihak yang mengajukan JC dapat membuka tindak pidana korupsi yang terjadi.
"Esensi dari JC adalah bagaimana peran pengaju JC membuka perkara ini seterang-terangnya, terkait misalnya apakah ada keterlibatan pihak lain atau tidak," pungkasnya.
Adapun dalam kasusnya, Erintuah Damanik dan Mangapul didakwa bersama dengan Heru Hanindyo menerima suap terkait vonis bebas Ronald Tannur.
Ketiganya didakwa menerima suap sebesar Rp 4,6 miliar, dengan rincian Rp 1 miliar dan SGD 308.000 atau setara dengan Rp3.671.446.240 (Rp 3,6 miliar).
ADVERTISEMENT
Dalam dakwaan itu, jaksa menyebut bahwa salah satu rincian penerimaan suap itu yakni saat Erintuah menerima uang sejumlah SGD 140.000 dari Lisa Rachmat selaku pengacara Ronald Tannur. Uang itu diberikan di Gerai Dunkin Donuts Bandara Jenderal Ahmad Yani Semarang, pada awal Juni 2024.
Uang itu kemudian sepakat dibagi-bagi antara ketiga hakim tersebut di ruang kerja hakim. Rinciannya, masing-masing untuk Heru Hanindyo sebesar SGD 36.000, untuk Erintuah sebesar SGD 38.000, dan untuk Mangapul sebesar SGD 36.000. Sedangkan, sisanya sebesar SGD 30.000 disimpan oleh Erintuah Damanik.
Tak hanya itu, mereka juga didakwa menerima gratifikasi terkait jabatannya sebagai hakim. Jumlah gratifikasi yang diterima masing-masing hakim tersebut beragam.
Akibat perbuatannya, ketiga Hakim PN Surabaya didakwa melanggar Pasal 12 huruf c atau Pasal 6 ayat (2) atau Pasal 5 ayat (2) juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
ADVERTISEMENT
Mereka juga didakwa melanggar Pasal 12B juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.