Baca Petitum Gugatan Pilpres di Awal Permohonan, Ini Alasan TPN Ganjar-Mahfud

27 Maret 2024 13:33 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Hakim Mahkamah Konstitusi memimpin jalannya ssidang perdana perselisihan hasil Pemilu (PHPU) atau Pilpres 2024 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (27/3/2024). Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Hakim Mahkamah Konstitusi memimpin jalannya ssidang perdana perselisihan hasil Pemilu (PHPU) atau Pilpres 2024 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (27/3/2024). Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
ADVERTISEMENT
Ada yang tak biasa dalam gugatan Pilpres 2024 yang dimohonkan oleh Paslon nomor urut 03 Ganjar Pranowo dan Mahfud MD. Petitum atau tuntutan yang disampaikan dibacakan di bagian awal permohonan. Biasanya, petitum ada di bagian akhir permohonan.
ADVERTISEMENT
"Izinkan kami memulai tidak dengan mengikuti sistematika yang dibuat oleh Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia tetapi dengan membaca langsung petitum yang akan kami sampaikan lalu diikuti dengan penjelasan mengapa kami melakukan hal tersebut," kata Ketua Tim kuasa hukum TPN Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis, membacakan permohonan di Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (27/3).
Tim hukum TPN Ganjar-Mahfud menyebut, pembacaan petitum di awal memang tidaklah lazim. Namun mereka ingin hakim konstitusi memahami urgensinya. Termasuk tentang sengketa hasil Pilpres 2024.
Berikut petitumnya:
Capres-cawapres 02 Ganjar Pranowo dan Mahfud MD saat hadiri Kampanye Akbar di Lapangan Pancasila Simpang Lima, Semarang, Jawa Tengah, Sabtu (10/2/2024). Foto: Willy Kurniawan/REUTERS
Tim hukum TKN menyebut, petitum ini dibacakan di awal karena kami ingin meminta perhatian Majelis Hakim Konstitusi yang Mulia untuk melihat urgensi perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) ini.
ADVERTISEMENT
"Pilpres 2024 kali ini bukanlah pemilihan umum presiden dan wakil presiden biasa, tetapi seperti yang banyak dikeluhkan oleh banyak orang bahwa Pilpres 2024 dipenuhi oleh pelbagai pelanggaran pemilihan umum yang seharusnya dilakukan secara “langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil” seperti yang dimaksudkan dalam Pasal 22E Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 22E UUD NRI 1945 sudah dilanggar secara terang-terangan," pungkasnya.