Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Bagai Gatotkaca, Buruh Sunda Kelapa Angkut 300 Ton Barang per Hari
2 Maret 2018 10:02 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:11 WIB
ADVERTISEMENT
Cikal bakal terbentuknya Kota Jakarta tak lepas dari Pelabuhan Sunda Kelapa . Tempat singgah kapal-kapal ini sudah ada sejak abad ke-5. Perdagangan sejatinya menjadi kegiatan utama di tempat ini. Tak hanya perdagangan domestik, dulunya perdagangan lintas negara terjadi di tempat ini seperti oleh masyarakat Tiongkok, Arab, India, Inggris dan Portugis.
ADVERTISEMENT
Perlu tenaga untuk bongkar-muat barang kapal. Taryo (50) adalah salah satu buruh asal Purwokerto yang puluhan tahun silam mengadu nasib ke Jakarta menjadi kuli angkut.
Kapal domestik datang di siang terik menjadi asa penyambung hidup kuli angkut seperti Taryo. Dalam seharinya, sekitar 20 kuli angkut per kapal dapat membongkar-muat hingga 300 ton barang. Meski upah yang didapat tak sebanding dengan keringat, yaitu Rp 14 ribu per ton untuk dibagi 20 kuli angkut, namun semua dilakukan untuk mencukupi kebutuhan hidup dan menafkahi keluarga di kampung.
Bagaikan tokoh dalam wiracarita Mahabharata, putra Bimasena yaitu Gatotkaca, mereka para kuli angkut dengan cekatan membongkar muat kapal yang bersandar hingga terisi penuh. Pundak dan tangan yang tebal karena kapalan sudah menjadi bukti kerasnya pekerjaan mereka. Selama bongkar muat terjadi, mereka tinggal di kapal tersebut hingga kegiatan bongkar muat selesai.
ADVERTISEMENT
Taryo setiap dua minggu berusaha bertemu keluarganya untuk memberikan hasil jerih payahnya ke istri yang berada di kampung. Walau tidak seberapa penghasilannya, ia tetap kembali menjadi buruh angkut karena lapangan pekerjaan di kampungnya sangat sulit. Seandainya uang yang didapat belum cukup, ia mesti menahan rindu bertemu istri dan anak-anaknya.