Bagaimana Freemason Masuk dan Berkembang di Indonesia?

25 Agustus 2018 11:06 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:06 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Tahun 1717 di Inggris berdiri sebuah organisasi kebatinan bernama Freemason.Organisasi ini menyebar ke beberapa daratan Eropa hingga kemudian sampai di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Sampainya Freemason ke Indonesia terkait dengan pendudukan Belanda di Indonesia, mulai dari masa VOC hingga Pemerintah Kolonial Belanda. Di Belanda, Freemason dikembangkan oleh seorang Joan Cornelis Mattheus Radermacher. Dia menjadi Suhu Agung Freemason di Belanda, itu berarti Radermacher memiliki peran vital dalam perkembangannya di negeri Oranye.
Freemasonry di Jakarta. (Foto: AFP/MANJUNATH KIRAN)
Dikutip dari Buku Th. Stevens, anak dari Radermacher, Jacob Cornelis Radermacher menjadi salah satu tokoh yang membawa pengaruh Freemason di Indonesia. Kala itu usianya masih cukup muda, tapi pengaruhnya di Indonesia, khususnya Batavia (Jakarta), cukup kuat.
Bersama anggota orang Belanda lainnya, Radermacher mengembangkan Freemasonry di Indonesia. Kala itu, kegiatan tersebut dikenal dengan sebutan Vrijmetselarij. Di sudut Batavia yang kini dikenal sebagai jalan Budi Utomo, dulunya bernama Vrijmetselar weg, dalam Bahasa Indonesia berarti Jalan Freemason.
ADVERTISEMENT
“Nah dibawa oleh orang-orang Belanda pada masa VOC dan memang ini ruang lingkupnya itu mereka adalah para pertinggi. Jadi kelompok elite yang kemudian kegiatan-kegiatannya itu agak eksklusif,” jelas Sejarawan Universitas Indonesia, Agus Setiawan kepada kumparan, Jumat (10/8).
Anggota Freemason di Indonesia. (Foto: dok. Th Stevens)
Para anggota Freemason mengadakan kegiatan dalam sebuah gedung bernama loji. Di Batavia, loji pertama dinamakan La Choisie (yang terpilih) didirikan tahun 1762. Radermacher merupakan salah satu otak dari pendirian La Choisie. Diketahui, Radermacher kala itu berprofesi sebagai syahbandar yang cukup sukses di Batavia.
Para anggota Freemason melaksanakan kegiatannya dengan sangat rahasia. Dalam buku Th. Stevens saat itu ada semacam sikap bermusuhan antara anggota Freemason dan penguasa Belanda. Hal itu sama persis dengan yang terjadi di negeri induk Belanda.
ADVERTISEMENT
Meski begitu, beberapa anggota Freemason kemudian tidak hanya orang-orang Belanda saja. Beberapa orang Indonesia kala itu juga memilih menjadi anggota Freemason.
Selektif memilih anggota
Dalam perkembangannya, tak sembarang orang bisa direkrut untuk menjadi anggota Freemason. Termasuk, orang-orang Indonesia yang sepanjang sejarah Freemason di Indonesia turut digaet untuk menjadi anggota.
“Dan kemudian mereka juga mencari apa anggota-anggota baru itu enggak sembarangan. Jadi hanya kelompok-kelompok terdidik sesuai dengan tujuan mereka,” kata Agus.
Serah terima jabatan Freemason di Indonesi, dok. Buku Th. Stevens. (Foto: dok. Buku Th. Stevens)
Agus mencontohkan, biasanya dalam merekrut anggota berawal dari sekolah-sekolah. Beberapa guru yang merupakan anggota Freemason melihat murid-muridnya yang potensial. Bila telah sesuai dengan tujuan Freemason, mereka akan direkrut menjadi anggota.
Dalam perekrutan tersebut, para anggota akan disumpah janji dan kesetiaannya. Mereka akan disumpah dengan menggunakan kitab suci sesuai dengan keyakinannya.
ADVERTISEMENT
“Kalau menurut beberapa karya, sedikit mengutip sejarah freemasonry. Jadi memang harus beragama. Bahkan beberapa anggota di Hindia Belanda itu yang Islam itu ketika disumpah dia membawa kitab sucinya,” terang Agus.
Freemason setelah Indonesia Merdeka
Dapat dibilang orang-orang Belanda adalah peletak batu pertama di Indonesia. Mereka turut berperan dalam mengajak orang-orang Pribumi menjadi anggota Freemason.
Namun, masa penjajahan tentu tak selamanya terjadi di bumi Indonesia. Belanda akhirnya benar-benar hengkang setelah Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag, Belanda tahun 1949.
Anggota Freemason Belanda dan Indonesia duduk bersama. (Foto: dok. Buku Th. Stevens)
Lantas bagaimana kondisi Freemasonry di Indonesia setelah ditinggal para pentolannya?
“Setelah KMB Belanda itu kan akhirnya split secara geografis, tapi secara struktur di Indonesia melanjutkan sendiri,” ungkap Agus.
Sejarawan UI Agus Setiawan (Foto: Nesia Qurrota A'yuni/kumparan)
Beberapa tokoh pergerakan atau pemegang jabatan vital di Indonesia disinyalir pernah menjadi anggota Freemason. Itu sebabnya mereka tetap lestari meski telah ditinggal orang-orang Belanda.
ADVERTISEMENT
Meski begitu, tak selamanya aktivitas Freemasonry di Indonesia berjalan mulus. Pelarangan akan organisasi ini juga pernah dikeluarkan.
“Kalau tidak salah pernah dilarang tapi sifatnya kita tidak permanen, bisa sifatnya sementara. Mereka muncul sampai sekarang karena ditengarai orang-orang atas itu ada yang jadi anggota dan melindungi kegiatan-kegiatan freemasonry di Jakarta,” pungkas Agus.