Bagaimana Hukum Berkurban dengan Hewan yang Terkena PMK? Ini Fatwa MUI

31 Mei 2022 15:12 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sekjen MUI Amirsyah Tambunan, Ketua Bidang Fatwa MUI Asrorun Niam Sholeh, dan  Direktur Pemasaran dan Kemitraan Dr. dr. Chairuddin Yunus, M. Kes dalam konferensi pers terkait vaksin Zifivax di Kantor MUI di Jakarta, Sabtu (9/10).  Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Sekjen MUI Amirsyah Tambunan, Ketua Bidang Fatwa MUI Asrorun Niam Sholeh, dan Direktur Pemasaran dan Kemitraan Dr. dr. Chairuddin Yunus, M. Kes dalam konferensi pers terkait vaksin Zifivax di Kantor MUI di Jakarta, Sabtu (9/10). Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
ADVERTISEMENT
Ketua Bidang Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Asrorun Niam Sholeh memberi penjelasan soal hukum berkurban dengan hewan yang terkena PMK.
ADVERTISEMENT
Kata Niam, berkurban dengan hewan yang terkena PMK, dirinci sesuai dengan kondisi faktual hewan tersebut.
"Hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori ringan, seperti lepuh ringan pada celah kuku, kondisi lesu, tidak nafsu makan, dan keluar air liur lebih dari biasanya hukumnya sah dijadikan hewan kurban," ujar doktor bidang hukum Islam ini saat menyampaikan fatwa MUI Nomor 32/2022 di Kantor MUI Jakarta, Selasa (31/5).
"Sedang hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori berat seperti lepuh pada kuku hingga terlepas dan/atau menyebabkan pincang/tidak bisa berjalan serta menyebabkan sangat kurus hukumnya tidak sah dijadikan hewan kurban," ungkap dia lagi.
Ketua Bidang Fatwa MUI, Asrorun Niam Sholeh dalam konferensi pers terkait vaksin Zifivax di Kantor MUI di Jakarta, Sabtu (9/10). Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Selanjutnya, hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori berat dan sembuh dari PMK dalam rentang waktu yang dibolehkan kurban yakni tanggal 10 sampai dengan 13 Zulhijah, maka hewan ternak tersebut sah dijadikan hewan kurban.
ADVERTISEMENT
Dan jika hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori berat kemudian sembuh dari PMK setelah lewat rentang waktu yang dibolehkan berkurban yakni tanggal 10 sampai dengan 13 Zulhijah, maka sembelihan hewan tersebut dianggap sedekah bukan hewan kurban.
Petugas Kesehatan Hewan Dinas Pertanian Provinsi Banten memeriksa sapi di Pasar Hewan Cipocok, Serang, Banten, Sabtu (10/7/2021). Foto: Asep Fathulrahman/ANTARA FOTO
Niam menjelaskan lagi, salah satu hal yang bisa menyebabkan ketidakabsahan hewan untuk dijadikan kurban adalah kecacatan, seperti telinganya terpotong.
Sementara itu, untuk mencegah PMK perlu vaksinasi, dan tanda hewan sudah divaksin biasanya dipasang eartag di telinga dengan cara dilubangi.
Bagaimana hukumnya?
"Pelubangan pada telinga hewan dengan ear tag atau pemberian cap pada tubuhnya sebagai tanda hewan sudah divaksin atau sebagai identitasnya, tidak menghalangi keabsahan hewan kurban" ujar dosen FSH UIN Jakarta ini.
ADVERTISEMENT