news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Bagaimana Menghadapi Risiko KDRT di Tengah Wabah?

28 April 2020 17:11 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi KDRT Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi KDRT Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
Rumah tak selalu menjadi tempat yang aman buat semua orang, apalagi perempuan. Anjuran untuk bekerja, belajar, dan beribadah di rumah bisa terdengar menakutkan bagi mereka yang kerap mengalami kekerasan dalam rumah.
ADVERTISEMENT
Kondisi ekonomi yang tak menentu, kecemasan dan berbagai tekanan psikologi di masa pandemi, ditambah beban sekolah yang berpindah ke rumah, bisa menjadi pelatuk konflik.
“Bagi sebagian perempuan dan anak perempuan, rumah itu tidak menjadi tempat yang aman untuk mereka. Rumah itu justru menjadi tempat peperangan karena di situ potensi kekerasan terjadi,” ucap komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah dalam salah satu diskusi online bersama LBH Jakarta.
Ia menjelaskan bahwa pandemi bukanlah penyebab, namun menjadi pemicu konflik dan kenaikan intensitas kekerasan dalam rumah tangga.
“Mereka yang memiliki masalah atau kekerasan yang belum terselesaikan, akan terperangkap semakin panjang dengan pelaku kekerasan. Karena mereka tinggal bersama dan tidak dapat keluar rumah atau mengakses tempat-tempat perlindungan,” kata Ami, sapaan akrab Siti Aminah.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, beban domestik berlapis di masa pandemi ini menambah daftar panjang pemicu KDRT. “Perempuan ditempatkan bukan hanya sebagai penanggung jawab rumah yang mesti menyediakan makanan, tapi juga pendidikan anak (yang sebelumnya jadi beban sekolah), termasuk dia juga harus bekerja. Ini beban domestik berlapis.”
Sementara itu, berbagai macam lembaga layanan yang biasa dirujuk oleh Komnas Perempuan juga membatasi layanan. Konseling hanya melalui telepon atau email, dan pertemuan harus dengan perjanjian yang sesuai protokol kesehatan.
“Hambatan yang lain adalah tutupnya rumah singgah atau rumah aman yang dikelola negara,” ujar Ami.
Lalu, bagaimana langkah sementara yang bisa dilakukan korban dalam menghadapi KDRT? Bagaimana peran serta masyarakat dalam mencegah kekerasan rumah tangga di lingkungannya? Berikut sedikit tips yang semoga bisa membantu.
ADVERTISEMENT
Untuk korban KDRT
Catat nomor-nomor layanan pengaduan serta kerabat yang bisa dihubungi dan memberi bantuan. Kamu bisa mencatat nomor Komnas Perempuan (021-3903963), Unit P2TP2A DKI Jakarta (P2TP2A 021-47883898 dan 021-47882899, hotline pengaduan 081317617622, atau layanan integrasi Jakarta Siaga Call Center di 112) atau daerah setempat, Yayasan Pulih (021-78842580), dan LBH Apik (081388822669) sebagai lembaga yang kerap dirujuk untuk membantu konseling dan penanganan kasus KDRT.
Siapkan barang-barang kebutuhan yang harus dibawa saat perlu segera pergi menyelamatkan diri. Jangan lupa, pastikan ponsel aman di genggaman.
Tetap menjalin relasi dengan tetangga atau kerabat yang bisa mendukung jika suatu saat konflik terjadi.
Mencoba menjalin komunikasi dengan pelaku kekerasan sebelum potensi konflik terjadi atau ketika konflik mereda. KDRT biasanya terjadi dengan siklus konflik, disusul kekerasan, lalu masa bulan madu ketika si pelaku kembali bersikap baik. Manfaatkan situasi tersebut untuk berbicara.
Ilustrasi kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Untuk tetangga/masyarakat
ADVERTISEMENT
Selalu perhatikan tetangga sekitar yang diketauhi berpotensi mengalami KDRT.
Jika dibutuhkan, berikan bantuan, baik sebagai tempat perlindungan sementara atau bantu menghubungi lembaga terkait ketika kekerasan terjadi.
Gerakan siskamling bisa kembali digalakkan bukan semata untuk menjaga keamanan, tapi juga lingkungan jika ada kasus kekerasan di wilayah tersebut.
Untuk pemerintah setempat
Protokol evakuasi
Dibutuhkan protokol evakuasi sesuai kebijakan kedaruratan kesehatan jika timbul korban kekerasan dalam rumah tangga di tengah wabah.
***
Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona.
****
Yuk! bantu donasi atasi dampak corona.