Bagaimana Nasib AHY dan Partai Demokrat di Pemilu 2024?
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Sebab, kata dia, elektabilitas AHY sebagai tokoh nasional cenderung stagnan. Putra sulung Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY ) itu juga tak memiliki jabatan publik yang mampu mendongkrak popularitas dirinya dan partai.
"Memang tantangannya besar bagi AHY untuk menaikkan popularitas, karena AHY tidak punya jabatan publik. Kalau tidak punya jabatan publik khususnya menteri atau kepala daerah sehingga publik agak kesulitan melihat kemampuan AHY dalam menjalankan pemerintahan, dalam melakukan perubahan," kata Qodari, Selasa (2/3).
"Dan panggungnya juga jadi terbatas karena jabatan publik itu sebetulnya selain menunjukkan kemampuan juga menjadi panggung bagi figur yang bersangkutan dalam hal ini AHY untuk mendapatkan publikasi media," imbuh dia.
Selain itu, elektabilitas AHY dalam bursa capres 2024 di sejumlah survei yang stagnan juga menambah tantangan yang perlu dihadapinya dalam mendongkrak elektabilitas Partai Demokrat .
ADVERTISEMENT
"Nah dengan posisi papan tengah dan survei (capres) angkanya tidak begitu tinggi sebetulnya agak sulit untuk mengharapkan bahwa AHY menjadi dongkrak antik bagi partai Demokrat," ujarnya.
Kemudian, ia mencontohkan SBY dan Presiden Jokowi yang berhasil mendongkrak elektabilitas diri dan partai dengan jabatan politik sebelumnya. SBY sempat menjadi menteri Presiden Megawati Soekarnoputri dan Jokowi menjadi Wali Kota Solo dan Gubernur DKI Jakarta.
Tantangan AHY pun ditambah dengan masalah internal partai yang tak kunjung usai. Qodari khawatir energi Demokrat akan banyak terbuang mengurusi masalah yang ada daripada membangun strategi Pemilu 2024 .
"Kalau sudah terjadi konflik internal, maka energi dari partai Demokrat akan banyak habis ke dalam kepada urusan konsolidasi internal, urusan konflik, masalah-masalah hukum ketimbang kerja-kerja politik luar kepada konstituen maupun kepada media massa," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Turunnya elektabilitas partai karena masalah internal, kata dia, tergambar dari konflik yang sempat terjadi di PKB dan PPP. Konflik itu membuat elektabilitas partai turun signifikan.
"Kita lihat pengalaman partai-partai yang berkonflik misalnya PKB, PPP itu trend suaranya memang menurun. Bahkan dalam kasus PKB tahun 2004, 2009 itu menurun sangat signifikan. PKB saat itu kehilangan separuh suaranya dari 10 persen tinggal 5 persen pada periode konflik antara Gus Dur dengan Muhaimin Iskandar," tutup dia.