Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Bagaimana Nasib Ramli Setelah Dibatalkan Naik Haji?
30 Juli 2017 17:39 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:16 WIB
ADVERTISEMENT
Ramli yang batal naik haji tahun ini karena penyakit gagal ginjal yang dideritanya tidak tahu apakah ia akan mendapat kuota haji pada tahun berikutnya tanpa harus mendaftar ulang kembali dan menunggu giliran bertahun-tahun lamanya lagi. Ia mengatakan belum ada penjelasan dari pihak pengurus haji mengenai jaminan kuota haji untuk dirinya tersebut.
ADVERTISEMENT
Pertanyaan Ramli ini kemudian kumparan (kumparan.com) teruskan kepada pihak Kementerian Agama. Kasubdit Pendaftaran dan Pembatalan Haji Reguler M. Noer Aliya Fitra mengatakan orang-orang yang tidak memenuhi syarat istihthaah kesehatan jemah haji tahun ini seperti Ramli tidak perlu khawatir akan kuota haji yang telah mereka miliki.
“Kan dia (Ramli) kalau tidak berangkat (tahun ini) kategorinya lunas tertunda. Lunas tapi tertunda. Itu aja. Kecuali dia membatalkan,” kata Nafit, sapaan akrab M. Noer Aliya Fitra, kepada kumparan, Ahad (30/7).
Nafit menjelaskan Ramli bisa berangkat haji pada tahun berikutnya tanpa harus mendaftar ulang kembali dan menunggu giliran bertahun-tahun. Ramli dapat berangkat haji pada kesempatan ketika ia sudah sembuh. “Kalau kayak gitu kan (menunggu) dia sampai sembuh,” jelas Nafit.
ADVERTISEMENT
Kepala Pusat Kesehatan Haji Eka Jusuf Singka mengatakan para calon jemaah haji yang tidak memenuhi syarat ini istihthaah kesehatan jemah haji akan mendapat program bimbingan khusus atau Binsus.
“Kita akan berupaya untuk membentuk bimbingan kesehatan khusus yang tentunya akan terintegrasi dengan sistem kesehatan sehingga kita upayakan yang bersangkutan itu semoga bisa lebih baik lagi kondisi kesehatannya,” kata Eka.
“Sebagai jawaban dari persoalan yang muncul kami akan melakukan program Binsus, pembinaan khusus. Ini kita upayakan sapaya mereka puas bahwa mereka memang harus baik kondisinya,” pungkas Eka.
Keterangan Nafit dan Eka ini dapat diperiksa dalam Pasal 9-13 dan Pasal 17-18 Permenkes Nomor 15 Tahun 2016 tentang Istithaah Kesehatan Jemaah Haji. Di situ, ada beberapa kategori jemaah yang tertunda keberangkatannya. Khusus untuk Ramli, dia termasuk pnderita gagal ginjal yang harus menjalani cuci darah atau hemodialisis reguler.
ADVERTISEMENT
Berikut pasal-pasalnya:
Pasal 9
(1) Berdasarkan Pemeriksaan kesehatan tahap kedua ditetapkan Istithaah Kesehatan Jemaah Haji.
(2) Istithaah Kesehatan Jemaah Haji meliputi:
a. Memenuhi Syarat Istithaah Kesehatan Haji.
b. Memenuhi Syarat Istithaah Kesehatan Haji dengan pendampingan
c. Tidak Memenuhi Syarat Istithaah Kesehatan Haji untuk Sementara; atau
d. Tidak Memenuhi Syarat Istithaah Kesehatan Haji.
Pasal 10
(1) Jemaah Haji yang ditetapkan memenuhi syarat Istithaah Kesehatan Haji sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) huruf a merupakan Jemaah Haji yang memiliki kemampuan mengikuti proses ibadah haji tanpa bantuan obat, alat, dan/atau orang lain dengan tingkat kebugaran jasmani setidaknya dengan kategori cukup.
(2) Penentuan tingkat kebugaran dilakukan melalui pemeriksaan kebugaran yang disesuaikan dengan karakteristik individu Jemaah Haji.
ADVERTISEMENT
(3) Jemaah Haji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib berperan aktif dalam kegiatan promotif dan preventif.
Pasal 11
Jemaah Haji yang ditetapkan memenuhi syarat Istithaah Kesehatan Haji dengan pendampingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) huruf b merupakan Jemaah Haji dengan kriteria:
a. berusia 60 tahun atau lebih; dan/atau
b. menderita penyakit tertentu yang tidak masuk dalam kriteria Tidak memenuhi syarat Istithaah sementara dan/atau tidak memenuhi syarat Istithaah.
Pasal 12
Jemaah Haji yang ditetapkan tidak memenuhi syarat istithaah kesehatan haji untuk sementara merupakan Jemaah Haji dengan kriteria:
a. Tidak memiliki sertifikat vaksinasi Internasional (ICV) yang sah;
b. Menderita penyakit tertentu yang berpeluang sembuh, antara lain Tuberkulosis sputum BTA Positif, Tuberculosis Multi Drug Resistance, Diabetes Melitus Tidak Terkontrol, Hipertiroid, HIV-AIDS dengan Diare Kronik, Stroke Akut, Perdarahan Saluran Cerna, Anemia Gravis;
ADVERTISEMENT
c. Suspek dan/atau konfirm penyakit menular yang berpotensi wabah;
d. Psikosis Akut;
e. Fraktur tungkai yang membutuhkan Immobilisasi;
f. Fraktur tulang belakang tanpa komplikasi neurologis; atau
g. hamil yang diprediksi usia kehamilannya pada saat keberangkatan kurang dari 14 minggu atau lebih dari 26 minggu.
Pasal 13
Jemaah Haji yang ditetapkan Tidak Memenuhi Syarat Istithaah Kesehatan Haji merupakan Jemaah Haji dengan kriteria:
a. Kondisi klinis yang dapat mengancam jiwa, antara lain Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) derajat IV, Gagal Jantung Stadium IV, Chronic Kidney Disease Stadium IV dengan peritoneal dialysis/hemodialisis reguler, AIDS stadium IV dengan infeksi oportunistik, Stroke Haemorhagic luas;
b. Gangguan jiwa berat antara lain skizofrenia berat, dimensia berat, dan retardasi mental berat;
ADVERTISEMENT
c. Jemaah dengan penyakit yang sulit diharapkan kesembuhannya, antara lain keganasan stadium akhir, Tuberculosis Totaly Drugs Resistance (TDR), sirosis atau hepatoma decompensata.
Pasal 17
(1) Pembinaan Kesehatan dilakukan berdasarkan hasil Pemeriksaan Kesehatan Jemaah Haji.
(2) Pembinaan Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan upaya untuk mempersiapkan Istithaah Kesehatan Haji.
(3) Jenis dan metode Pembinaan Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi kegiatan penyuluhan, konseling, latihan kebugaran, pemanfaatan Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu), pemanfaatan media massa, penyebarluasan informasi, kunjungan rumah, dan manasik kesehatan.
Pasal 18
(1) Berdasarkan periode pelaksanannya (Pasal 18), Pembinaan dalam rangka istithaah Kesehatan Jemaah Haji terdiri atas :
a. Pembinaan Istithaah Kesehatan Jemaah haji masa tunggu; dan
ADVERTISEMENT
b. Pembinaan Istithaah Kesehatan Jemaah haji masa keberangkatan;
(2) Pelaksanaan Pembinaan Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terintegrasi dengan program kesehatan di kabupaten/kota, antara lain keluarga sehat, pencegahan penyakit menular, Posbindu penyakit tidak menular, pembinaan kelompok olah raga dan latihan fisik, serta Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) Lansia.
(3) Pembinaan Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pemerintah daerah melibatkan organisasi profesi dan/atau organisasi masyarakat.