Bagaimana Pengajuan Hak Paten Virus Corona saat Kondisi Darurat?

18 April 2020 19:22 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ilustrasi virus corona PTR Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
ilustrasi virus corona PTR Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Vaksin dan obat untuk mengatasi virus corona hingga saat ini belum ditemukan. Namun sudah muncul polemik terkait hak paten akan vaksin dan obat tersebut karena beberapa lembaga dan perusahaan farmasi mementingkan hak ekonomi ketimbang penyembuhan masyarakat di seluruh dunia.
ADVERTISEMENT
Meski tak bisa dipungkiri, perlindungan paten vaksin dan obat virus COVID-19 sangat penting bagi perusahaan atau lembaga farmasi. Sebab pengembangan dan uji coba terhadap obat atau vaksin menghabiskan banyak investasi dan waktu dari para peneliti.
Direktur Paten, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu (DTLST) dan Rahasia Dagang, Kemenkumham, Dede Mia Yusanti, mengatakan paten obat corona bisa didaftarkan dan mendapatkan perlindungan kekayaan intelektual tanpa mengorbankan kepentingan umum. Menurutnya, tak ada batasan kondisi dan waktu untuk mematenkan kekayaan intelektual.
“Artinya, jika obat, vaksin, atau alat kesehatan tersebut memenuhi kriteria patentabilitas, yaitu baru, mengandung langkah inventif dan dapat diterapkan dalam industri, maka produk tersebut dapat diberi paten, walaupun obat tersebut dibutuhkan secara umum oleh masyarakat dunia dalam mengatasi pandemi ini,” kata Dede dalam siaran pers Ditjen Kekayaan Intelektual Kemenkumham, Sabtu (18/4).
Ilustrasi obat COVID-19. Foto: Shutter Stock
Akan tetapi, agar vaksin atau obat corona segera bisa diproduksi massal, paten bisa melalui mekanisme lisensi wajib dan/atau pelaksanaan paten oleh pemerintah (Government Use). Berdasarkan ketentuan Perjanjian Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPS) Pasal 31, dimungkinkan bagi suatu negara mengajukan lisensi wajib atau Government Use, khususnya dalam situasi darurat sehingga dimungkinkan pelaksanaan paten tanpa izin dari pemilik paten.
ADVERTISEMENT
Untuk di Indonesia, pelaksanaan paten oleh pemerintah telah diatur UU Paten No 13 Tahun 2016. Pemerintah dapat melaksanakan paten tanpa izin dari pemegang paten dalam situasi yang mendesak. Di antaranya untuk memproduksi produk farmasi dan/atau bioteknologi yang harganya mahal dan/atau diperlukan untuk menanggulangi penyakit yang dapat mengakibatkan terjadinya kematian mendadak dalam jumlah yang banyak, menimbulkan kecacatan yang signifikan, dan merupakan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang Meresahkan Dunia (KKMMD).
Dengan demikian, kata Dede, penemu obat tetap akan mendapatkan hak ekonomi dan ciptaannya terlindungi.
“Jika melihat ketentuan ini, tentunya situasi pandemi COVID-19 memenuhi ketentuan untuk pemerintah mengambil langkah untuk menyediakan obat yang diperlukan bagi pengobatan yang dibutuhkan melalui mekanisme Government Use,” tambahnya.
ADVERTISEMENT
Dede mengatakan pendaftaran hak paten akan mengikuti proses yang telah berlaku. Setiap pemohon harus memenuhi persyaratan dan proses yang berlaku, di antaranya pemeriksaan formalitas, pengumuman, dan pemeriksaan substantif harus diikuti.
Ia menekankan perlindungan patennya telah dimulai sejak pemohon paten memperoleh tanggal penerimaan (filing date), meski pemberian paten akan diberikan setelah proses.
“Sesuai dengan UU yang berlaku dimungkinkan bagi pemohon untuk mengajukan percepatan pengumuman sehingga proses dari pengajuan sampai selesai pemeriksaan dapat dilakukan lebih cepat. Namun demikian ketentuan ini berlaku umum tidak hanya untuk keadaan mendesak,” imbuh Dede.
Sejauh ini, Dede menyebut, belum ada pendaftaran paten obat maupun vaksin terkait COVID-19 yang didaftarkan di Indonesia. Sementara itu, bahan-bahan dari formula BCL, yang juga disebut mampu menghalau virus corona memang sudah diajukan permohonan patennya di Ditjen Kekayaan Intelektual. Namun hal itu bukan berarti formula tersebut bisa digunakan untuk mengobati pasien COVID-19.
ADVERTISEMENT
“Setiap formulasi obat yang berbeda dari formula yang ada sebelumnya, baru dapat digunakan pada manusia setelah memperoleh izin edar pemakaian dari BPOM. DJKI hanya memberikan perlindungan terhadap patennya karena criteria patentabilitas. Namun demikian untuk bisa digunakan pada manusia, perlu dinilai efikasi, toksisitas dan keamanannya yang menjadi kewenangan Badan POM,” pungkasnya.
Di masa pandemi corona, Ditjen Kekayaan Intelektual melakukan pelayanan pendaftaran paten dan kekayaan intelektual melalui website www.dgip.go.id. Khusus untuk paten, masyarakat bisa mengakses paten.dgip.go.id.
***
Simak panduan lengkap dalam menghadapi pandemi corona dalam Pusat Informasi Corona. Sebuah inisiatif yang dirancang kumparan untuk membantu masyarakat Indonesia.
--------
kumparanDerma membuka campaign crowdfunding untuk bantu pencegahan penyebaran corona virus. Yuk, bantu donasi sekarang!
ADVERTISEMENT