news-card-video
4 Ramadhan 1446 HSelasa, 04 Maret 2025
Jakarta
chevron-down
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45

Bahas RUU TNI di DPR, Setara Institute Puji Keteguhan Hati Gus Dur & Megawati

4 Maret 2025 12:23 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Direktur eksekutif SETARA Institute, Ismail Hasani saat diskusi SETARA Institute dengan tema "Jalan Sunyi Reformasi TNI" di kantor SETARA Institute . Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Direktur eksekutif SETARA Institute, Ismail Hasani saat diskusi SETARA Institute dengan tema "Jalan Sunyi Reformasi TNI" di kantor SETARA Institute . Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
ADVERTISEMENT
Komisi I DPR RI mendengarkan masukan dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) sebelum membahas RUU TNI. Salah satu yang diundang Komisi I adalah Ketua Badan Pengurus SETARA Institute, Ismail Hasani.
ADVERTISEMENT
Ismail mengatakan, terkait RUU TNI, ada dua pandangan yakni pengendalian objektif dan pengendalian subjektif.
“Objektif civilian control ini berjalan dengan baik, bagaimana indikatornya? Indikatornya ya politisi sipil merancang agenda-agenda politik sipil, militer dan tentara merancang kebijakan-kebijakan militer untuk penguatan pertahanan dan seterusnya termasuk diberi ruang yang luas untuk membangun profesionalisme, pengadaan alutsista,” kata Ismail di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (4/3).
Wakil Presiden Indonesia Megawati Sukarnoputri (kanan) berjabat tangan dengan Presiden Indonesia Abdurrahman Wahid sebelum rapat kabinet yang tidak biasa di Jakarta, (3/2/2001). Foto: Agus Lolong/AFP
Ismail memandang ada pergeseran perlakuan pemerintah atau sipil dengan tentara. Ia memuji presiden ke-4 Abdurrahman Wahid atau Gus Dur dan Presiden ke-5 Megawati Soekarnoputri yang tetap memperlakukan tentara secara objektif.
“Kalau dalam catatan kami Abdurrahman Wahid, Ibu Megawati ini lah pemimpin sipil yang memang memiliki keteguhan dalam memastikan otoritas sipil, dalam memastikan atau mengontrol secara objektif bagaimana tentara diperankan, dan karena itu UU 34 lahir,” tuturnya.
ADVERTISEMENT
“Tapi 20 tahun belakangan kita melihat betul bahwa objektif civilian control ini tidak berjalan yang berjalan adalah subjektif civilian control, di mana ringkasnya tentara merasa dipinggirkan,” sambungnya.
Panglima Koops Udara Nasional (Pangkoopsudnas) Marsdya TNI Tedi Rizalihadi (ketujuh kiri) foto bersama pasukan saat apel kesiapan pengamanan VVIP pelantikan presiden dan wakil presiden di Halim Perdanakusuma, Jakarta, Kamis (17/10/2024). Foto: Asprilla Dwi Adha/ANTARA FOTO
Ia menilai selama dua dekade terakhir ada anggapan dari masyarakat bahwa tentara harus kembali ke barak. Sementara menurut pimpinan TNI, prajurit TNI itu memiliki kemampuan yang potensinya tidak akan keluar apabila hanya berada dalam barak.
“Bagaimana kemudian tentara kembali ke barak dan dibatasi sedemikian rupa dan yang mereka ada kondisi kembali tentara kembali ke barak dan kemudian dibatasi sedemikian rupa yang pada akhirnya dia berada dalam satu handicap yang kuot n kuot dia tidak berguna,” ucapnya.
“Padahal menurut banyak kalangan dan pimpinan TNI banyak keahlian yang bisa dimanfaatkan oleh mereka,” pungkasnya.
ADVERTISEMENT