Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Bahaya Ribuan Perlintasan Sebidang Kereta Api Tak Dijaga, Ini Datanya
21 April 2022 13:58 WIB
ยท
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Kecelakaan mobil dengan KRL Commuter Line rute Jakarta Kota-Bogor terjadi di kawasan Citayam, Depok, pada Rabu (20/4) sekitar pukul 07.00 WIB. Insiden itu diduga akibat pengemudi mobil yang memaksakan diri menerobos perlintasan kereta.
ADVERTISEMENT
Meski begitu, perlintasan kereta tersebut rupanya bukanlah perlintasan resmi. Penjaga perlintasan kereta di sana justru merupakan warga sekitar. Mereka menutup atau membuka palang perlintasan secara sukarela.
"Penjaga yang jaga situ sudah menutup (perlintasan). Mobilnya sempat lolos, padahal kereta sudah dekat gitu. Itu kan tanjakan posisinya, pintu (perlintasan) kereta itu sudah ditutup separuh, cuma dia (mobil) lurus," ujar Kanit Reskrim Polsek Pancoran Mas Iptu Said Abu Said kepada wartawan, Rabu (20/4).
Kecelakaan di perlintasan sebidang itu pun bukan pertama kali terjadi. Berdasarkan catatan PT Kereta Api Indonesia (KAI) tahun 2019, ada 260 kecelakaan yang mengakibatkan 76 nyawa melayang pada perlintasan antara jalan umum dan jalur kereta.
Maraknya kecelakaan itu pun terjadi lantaran masih banyaknya perlintasan sebidang yang tak dijaga. Menurut data Kemenhub pada semester I 2021, sebanyak 2.937 perlintasan sebidang di Pulau Jawa tak dijaga. Sementara itu, perlintasan sebidang berstatus resmi dan dijaga hanya ada di angka 1.174
ADVERTISEMENT
Data-data tersebut meliputi kereta jarak jauh, KA Lokal, dan KRL Commuter Line. Data tersebut dihitung berdasarkan rel yang membentang di 451 stasiun.
Sementara itu, data perlintasan sebidang dari tahun ke tahun dapat dilihat di bawah ini. Secara umum, perlintasan sebidang resmi yang dijaga oleh petugas masih ada di angka seribu. Pertumbuhannya pun relatif lambat.
Apabila mengacu pada Peraturan Menhub Nomor 94 Tahun 2018 tentang Peningkatan Keselamatan Perlintasan Sebidang antara Jalur Kereta Api dengan Jalan, tanggung jawab penjagaan di perlintasan sebidang itu bukanlah di KAI, melainkan ada di pemerintah setempat.
Pasal 2 ayat 1
Untuk menjamin keselamatan perjalanan kereta api dan keselamatan masyarakat pengguna Jalan, Perlintasan Sebidang yang telah beroperasi sebelum Peraturan Menteri ini berlaku dan belum dilengkapi dengan Peralatan Keselamatan Perlintasan Sebidang, harus dilakukan pengelolaan oleh:
ADVERTISEMENT
a. Menteri, untuk Jalan nasional;
b. Gubernur, untuk Jalan provinsi;
c. Bupati/Wali kota, untuk Jalan kabupaten/kota dan Jalan desa; dan
d. Badan hukum atau lembaga, untuk Jalan khusus yang digunakan oleh badan hukum atau lembaga.
Oleh sebab itu, menurut pakar transportasi sekaligus Direktur Eksekutif INSTRAN, Deddy Herlambang, Pemkot Depok paling bertanggung jawab dalam kecelakaan kemarin. Itu karena, pemkot belum dapat menyediakan prasarana yang aman untuk masyarakat.
"Di Permenhub 94 sudah dijelaskan. Jadi tanggung jawabnya sudah masing-masing sesuai kelas jalan. Contohnya yang kemarin yang salah adalah Pemkot Depok. Citayam kan Depok," kata Deddy saat dihubungi, Kamis (21/4).
Saat kejadian, pengendara mobil bernama Ahmad Yasin (43) mengaku hanya mengikuti aplikasi navigasi untuk menuju ke Jakarta Selatan. Ia mengaku terburu-buru lantaran mendapat undangan sebagai juri MTQ tingkat SMA dan SMK Jakarta Selatan.
ADVERTISEMENT
PT Kereta Api Indonesia atau K A I Commuter pun kini memutuskan untuk membawa kasus ini ke ranah hukum. PT KAI akan menuntut pertanggungjawaban pemilik mobil atas kerugian yang cukup besar, seperti kerusakan gerbong, serta keterlambatan 89 ribu pengguna KRL.
Menurut Deddy, langkah hukum KAI tersebut memang dibenarkan menurut UU. Namun, kata dia, Ahmad Yasin sebagai warga yang melintas dengan mobilnya juga dapat menuntut Pemkot Depok secara hukum.
"Karena warga itu merasa tidak dilindungi bisa menuntut ke pemerintah, dalam hal ini nuntut ke Pemerintah Depok. Sebaliknya penumpang (KRL) juga bisa menuntut pemerintah pusat atau pemerintah daerah sesuai dengan kelas jalan. Karena ribuan orang kan juga jadi korban," tandasnya.