Lipsus Jalan Berliku Baiq Nuril

Baiq Nuril: PK Ditolak seperti Gunung Timpa Kepala Saya

11 Juli 2019 9:46 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Lipsus Jalan Berliku Baiq Nuril Foto: Nunki Pangaribuan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Lipsus Jalan Berliku Baiq Nuril Foto: Nunki Pangaribuan/kumparan
Tangis Baiq Nuril pecah begitu tiba di lokasi penjemputan domestik Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta, Senin (8/7) siang. Raut wajahnya terlihat sedih dan bingung.
“Mohon doanya ya,” kata Nuril sambil memeluk erat Anggota DPR RI, Rieke Diah Pitaloka, yang menjemputnya bersama rombongan.
Nuril datang dari Lombok, Nusa Tenggara Barat, ke Jakarta untuk mencari keadilan terkait kasus yang menjeratnya. Ia menjadi terdakwa kasus pelanggaran UU ITE karena merekam curhatan mesum Muslim, mantan kepala sekolah tempat Nuril bekerja.
Rekaman itu awalnya akan dijadikan bukti untuk melawan pelecehan seksual yang dilakukan Muslim. Namun rekaman itu justru tersebar luas hingga membuat Muslim geram dan melaporkan Nuril ke polisi dengan tuduhan pelanggaran UU ITE Pasal 27 ayat 1 soal konten asusila karena telah menyebarkan rekaman tersebut.
Pengadilan Negeri Mataram sempat menyatakan Nuril tak bersalah, namun putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) berkata lain. Nuril divonis enam bulan penjara dan denda Rp 500 juta subsider 3 bulan penjara. Tak terima, Nuril mengajukan Peninjauan Kembali (PK), namun ditolak.
Baiq Nuril tiba di Jakarta. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Setelah PK ditolak MA, kini harapan akan keadilan yang dicari Nuril hanya tersisa dari amnesti oleh Presiden Jokowi.
Didampingi kuasa hukumnya, Joko Jumadi dan tim advokasi dari NTB Nyayu Ernawati, Nuril yang baru mendarat di Jakarta dijadwalkan bertemu dengan Menkumham Yasonna Laoly pukul 16.00 WIB di Kemenkumham.
Dengan menumpang Pajero hitam B 1217 RFZ, Nuril bersama tim advokasi berangkat menuju Kemenkumham. kumparan yang sejak siang sudah menunggu kedatangan Nuril juga ikut mengekor di belakang mobil rombongan.
Di Kemenkumham sudah banyak wartawan yang menanti kedatangan Nuril. Namun Nuril tak bisa berkata banyak. Dia hanya meminta doa dan dukungan.
“Terima kasih saya sampaikan, mohon doanya,” kata Nuril sembari berjalan cepat dengan pengawalan petugas keamanan. Dia dan tim advokasi yang mendampinginya segera menuju ruang pertemuan yang tertutup bagi wartawan.
Pertemuan tak berlangsung lama, saat jarum jam menunjukkan pukul 16.50 WIB, Menkumham Yasonna, Nuril, dan tim advokasi keluar dari ruangan lalu berkumpul di lobi untuk memberikan pernyataan pers.
Yasonna mengatakan kasus yang menjerat Nuril menyangkut rasa keadilan bagi para perempuan. Kemenkumham bersama dengan tim advokasi akan menyusun langkah hukum untuk membantu Nuril.
“Kami akan menyusun pendapat hukum kepada Bapak Presiden tentang hal ini. Kemungkinan yang paling tepat adalah amnesti,” ucap Yasonna di hadapan wartawan.
Suasana saat Baiq Nuril saat mengunjungi Kemenkumham usai membahas kemungkinan pemberian amnesti, Senin (8/7). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Nuril yang berdiri di samping Yasonna ikut optimis bahwa keadilan masih bisa ia perjuangkan. “Sampai saat ini saya masih bisa berdiri di sini, saya ingin mencari keadilan. Saya tidak akan menyerah,” kata Nuril.
“Harapannya, saya ingin Pak Presiden mengabulkan permohonan amnesti saya. Saya rasa sebagai seorang anak ke mana lagi saya harus meminta selain berlindung pada Bapak Presiden,” tambah Nuril.
Setelah jumpa pers, Nuril dan tim pergi meninggalkan wartawan. Beruntung kumparan diberi kesempatan untuk berbincang khusus dengan Nuril di sebuah restoran di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan. Nuril ditemani oleh kuasa hukumnya Joko dan anggota DPR, Rieke Diah Pitaloka. Tangis Nuril tak tertahan saat dia menceritakan nasibnya.
Wawancara sesi pertama ini berlangsung singkat karena waktu Nuril yang terbatas. Dia harus segera menghadiri Focus Group Discussion di Kemenkumham untuk membahas kasusnya.
Untuk menyambung obrolan yang belum tuntas, kumparan kembali bersua Nuril di sebuah hotel di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Selasa (9/7). Nuril bercerita peliknya dia terombang-ambing dalam kasus yang menjeratnya 5 tahun belakangan ini. Berikut kumparan rangkum kutipan wawancara dengan Baiq Nuril:
Sebelumnya, seberapa yakin PK yang diajukan akan dikabulkan oleh Mahkamah Agung?
Nuril: (Awalnya) sangat optimis, sangat optimis bisa dikabulkan PK-nya.
Joko: Kita enggak menduga saja sih kalau keputusannya akan seperti ini. Keputusannya kan mengagetkan. Kita sangat optimis PK kita diterima tapi malah ditolak. Memang cukup membuat syok.
Hari Jumat kita terima (putusan MA). Saya habis salat subuh dapat WA (pesan WhatsApp), kemudian ya udah saya hubungin yang lain, ternyata hasilnya seperti ini. Kita coba tentukan langkah-langkah selanjutnya, salah satu yang strategis adalah ke Kemkumham, Jaksa Agung. Pastinya Presiden kalau bicara soal amnesti rujukannya ke dua lembaga negara itu.
Ketika kemudian mengetahui bahwa PK ditolak, bagaimana Ibu menerima hasil tersebut?
Nuril: Setelah tahu, saya rasanya seperti… istilahnya gunung itu menimpa sini (kata Nuril sambil memegang kepala). Jumat pagi saya ditelepon sama Pak Joko. Dengar kabar itu, ya heeeh (heran).
Kabar itu saya terima pagi, lagi di rumah. Terus saya disuruh menghadap beliau (Pengacara Joko) di Unram (Universitas Mataram). Saya sudah menduga-duga dari perjalanan. Dari nada suaranya udah…..(ada kabar buruk)
Surat terbuka Baiq Nuril untuk Presiden Jokowi. Foto: Dok. Istimewa
Setelah PK ditolak MA, tersebar surat Ibu Nuril kepada Presiden Jokowi, bagaimana ceritanya?
Nuril: Apa ya, karena mungkin rasa putus asa. Sudah tidak tahu lagi harus bagaimana. Namanya orang putus asa tidak berpikir terlalu jauh, (hanya berpikir) gimana ya saya caranya menyampaikan isi hati saya.
Joko: Saya enggak tahu lho ada tulisan itu. Jadi kami enggak tahu. Yang jelas kami mewacanakan amnesti. Tapi soal tulisan tangan itu, itu saya enggak tahu. Tiba-tiba sudah ada di media, lalu saya telepon (Nuril), ‘Ini kamu yang nulis?’ (Nuril jawab) Iya, katanya.
Kapan surat tersebut dibuat?
Nuril: Di rumah malam-malam. Sambil anak saya yang paling kecil (bertanya), ‘Bu, Pak Jokowi itu kepala sekolahnya ya? Ih jangan sekolah lagi lah,’ dia bilang begtu. Dia sambil main-main HP, lihat-lihat HP.
‘Nanti lah Rafi bilang, enggak usah sekolah lagi. Bilang ya Bu sama kepala sekolahnya itu ya,’ kata Rafi (anak Nuril yang paling kecil).
(Saya berpikir) Mungkin gimana ya caranya saya mau menyampaikan surat. Saya enggak tahu ya caranya. Mungkin seandainya kalau surat resmi, gimana prosedurnya. Saya enggak tahu.
Maksud pernyataan Ibu ke anak tentang Pak Jokowi kepala sekolah, itu bagaimana ya Bu?
Waktu saya sempat ditahan dulu kan, sebenarnya saya tidak ingin anak saya terutama yang paling kecil tahu. Sempat dulu waktu ditahan saya pakai baju tahanan.
Sebenarnya keluarga tidak mau, tidak mengizinkan anak saya di tahanan. Tapi, karena saya sudah tidak tahan pengin sekali bertemu, mau tidak mau anak saya yang paling kecil datang ke sana (ruang tahanan). Padahal waktu itu saya pakai baju tahanan dengan jilbab yang besar supaya menutupi. Tapi namanya anak-anak kan mungkin dia sering lihat di TV, baju yang seperti saya pakai itu. Ibu kok bajunya kayak baju penjahat. Di situ saya (Nuril menangis).
Baiq Nuril. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Saya bilang, bukan itu. Saya ingat bajunya oranye. (Saya bilang) ‘Bukan, ini kan kayak bajunya adek yang warna oranye itu sama semua’. (Rafi jawab) ‘Tapi kok ada nomornya kayak yang di TV itu?’
Itu yang bikin saya ngejelasin ke anak yang waktu itu anak saya paling kecil belum masuk SD. Gimana ya cara jelasinnya. Saya bilang bukan, ini baju untuk orang-orang yang sekolah di sini. Memang bajunya sama-sama kayak itu. Tapi biar ditanda ibu nomor berapa tempat duduknya. Sampai saya ngejelasinnya begitu.
‘Mana ruangan sekolahnya? Di mana,’ (tanya Rafi). Sampai saya nunjukin yang sebelah itu. Sampai dia bilang, ‘Itu kok sama bajunya?’ (Saya jawab) ‘Makanya biar tahu duduknya di mana, makanya dikasih nomor yang berbeda-beda. Itu kan nomornya beda sama ibu.’
Saya ngejelasin begitu.
Jadinya saya jelasin saya sekolah di sini, pakai bajunya begini, mana buku-bukunya? Ada di dalam. Saya bisanya menjelaskan seperti itu, biar dia juga ngerti. Kalau kita jelasin secara (sesuai kenyataan)... kan enggak mungkin kan.
Dengan amnesti, ada anggapan itu artinya Ibu mengaku bersalah?
Joko: Enggak. Amnesti enggak harus bersalah. Grasi kemudian baru kita mengaku bersalah. Presiden yang kemudian punya prerogatif untuk menghapuskan pidananya. Dia mengaku atau tidak.
Baiq Nuril dan kuasa hukumnya Joko di sebuah restoran di Jakarta Selatan, Jakarta. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Selama menunggu putusan MA, apakah ada rutinitas yang terganggu?
Nuril: Iya, iya banyak sekali. Terutama dari segi fisik ya. Dari segi pikiran, psikis, ya banyak lah. Terutama anak-anak ya, kasihan. Keluarga alhamdulillah sampai sekarang masih mendukung. Tetangga, alhamdulillah. Teman-teman semua (mendukung).
Apa respons anak-anak ketika ditinggal Ibu ke sana ke mari mencari keadilan?
Nuril: Mau ikut itu yang paling kecil. Kemarin pas dia lihat di bandara langsung dia bilang, ‘Mau ikut ya’.
Setelah kasus ini bergulir, keluarga Ibu dikabarkan ada yang sakit?
Nuril: Orang tua memang sakit-sakitan. Dia jatuh waktu itu, ininya jatuh (tangan). November itu waktu kasasinya (JPU) menang, kasasi dari kejaksaan, (Bapak) jatuh karena mungkin kepikiran sama itu. Dia lagi di rumah, saya enggak tahu. Dia cerita, ‘Iya saya lagi mikir’.
Makanya kemarin setelah saya hari Rabu, saya sempay pulang Kamisnya. Ngomong-ngomong (sama orang tua), ‘Mau enggak rumahnya sini dekat Ibu (Ibunya Nuril)’. ‘Mau enggak tinggal di sini biar ada yang ngurusin Ibu’.
Ibu dan bapak itu senangnya didampingi sama saya.
Selama menghadapi kasus ini, apa usaha ibu untuk mencukupi kebutuhan keluarga?
Nuril: Enggak ada. Dulu sempat ada putusan bebas, sempat bikin kue, jajanan-jajanan. Saya senangnya masak kalau di dapur. Bisa berjam-jam kalau di sana. (Pembeli) Datang ke rumah sih, pesan. Ndak jualan yang setiap hari. Sudah ada yang pesan.
Waktu kasasi, berhenti jualan. Mau mulai bikin usaha karena sudah optimis sekali ya kita di kasasi. Sempat jualan nasi bakar juga. Ikut apa namanya, Gojek, Go-Food. Iya sempat. Enak lho nasi bakar saya.
Profesi suami?
Joko: (Suami Bu Nuril) dulu hanya pelayan hotel, restoran. Sekarang ya berhenti. Dulu kan di Gili Trawangan. Ketika istrinya ditahan mau enggak mau dia berhenti, ngurus anaknya tiga.
Setelah selesai kasus ini, dia mau kembali (kerja) enggak bisa karena sudah ada yang menempati posisinya. Sekarang kerja serabutan. Makanya di Go-Food tadi.
Apakah Ibu juga mempersiapkan kemungkinan terburuk terkait putusan MA?
Nuril: Dari awal Pak Joko tetap selalu bilang, apapun hasilnya tetap harus kita terima. Seandainya ada harapan lagi untuk kita mencari keadilan, kita akan tetap optimis mencari keadilan. Saya harus tetap berjuang di situ.
Lipsus Jalan Panjang Baiq Nuril Mencari Keadilan Foto: Putri Sarah Arifira/kumparan
Bagaimana keluarga mempersiapkan kemungkinan terburuk?
Nuril: Ya seperti itu tadi, seandainya Ibu di sana (ditahan), paling ndak saya ngitung. Saya ngitung saat itu sudah ditahan 2 bulan 3 hari. Seandainya saya tidak bisa membayar denda (Rp 500 juta) otomatis 7 bulan. (Bilang ke keluarga) Seandainya Ibu bisa bayar denda, 4 bulan. Hitung-hitung kalaupun Ibu di sana, anggap Ibu sedang umroh. Anggap Ibu sedang umroh di sana, lagi beribadah, cuma nganggap itu aja.
Bagaimana Ibu menanggapi dukungan yang deras mengalir dari netizen?
Nuril: Sampai saat ini saya tidak bisa berkata apa-apa ya. Karena begitu besar sekali perhatian mereka ke saya. Saya tidak menyangka akan sebesar ini mereka support-nya. Itu salah satunya yang bisa buat saya bertahan, berdiri hingga saat ini. Karena dukungan mereka. Dukungan orang-orang yang bersimpati.
Adakah pesan yang ingin diungkapkan ke Presiden atau netizen?
Nuril: Terutama untuk Pak Jokowi, mumpung saya ada di sini, saya pengin sekali bertemu langsung dengan beliau dan mengungkapkan semua isi hati saya. Mengungkapkan semua keluh kesah saya (menangis).
Di mana lagi saya harus mencari keadilan. Saya mau berlindung kepada siapa lagi? Saya seorang anak yang meminta perlindungan kepada seorang bapaknya. Itu aja.
Kepada netizen dan perempuan-perempuan di Indonesia jangan takut untuk bersuara. Itu aja.
Setelah kasus ini beres, apakah Ibu Nuril memiliki rencana?
Nuril: Apa ya. Kayaknya pengin berlibur. Belum tahu (ke mana). Terutama sama anak-anak.
Simak liputan selengkapnya di topik Jalan Berliku Baiq Nuril.
-------------------------------------
Akhir November 2018, di tengah kesibukan mempersiapkan PK dan melaporkan balik Muslim ke Polda NTB, Nuril sempat menyambangi kantor kumparan untuk berbincang panjang lebar seputar kasusnya. Berikut kami putar ulang wawancara eksklusif bersama Baiq Nuril.
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten