Baleg DPR Buka Opsi Tak Bahas RUU Ketahanan Keluarga Jika Banyak Penolakan

20 Februari 2020 17:42 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi gedung DPR RI. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi gedung DPR RI. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
ADVERTISEMENT
Beberapa pasal di RUU Ketahanan Keluarga menuai reaksi dari masyarakat karena dianggap terlalu memasuki ranah privat. Wakil Ketua Baleg DPR RI, Willy Aditya, mengatakan ada kemungkinan RUU itu tidak dilanjutkan atau tidak dibahas jika banyak menuai penolakan.
ADVERTISEMENT
“Prolegnas itu kan ada usulan dari fraksi dan anggota. Nah itu kan usulan dari anggota. Apakah lanjut atau tidak itu nanti tergantung pertarungan politik di DPR, kalau banyak yang menolak dia, kemudian tidak akan dibahas," kata Willy saat dihubungi wartawan, Kamis (20/2).
"Politik itu kan ruang pertarungan,” lanjut dia.
Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, rapat bersama dengan seluruh pimpinan fraksi DPR untuk membahas pemanfaatan ruang kerja di Komisi VII, Komplek Parlemen, Jakarta, Jumat (4/10). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Sebelumnya, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengatakan, dibahas atau tidaknya RUU Ketahanan Keluarga tergantung aspirasi dari masyarakat.
"RUU Ketahanan Keluarga adalah usulan perseorangan yang dimasukkan dalam prolegnas, ini nanti baru dalam sinkronisasi. Nanti kita akan lihat apakah UU ini bisa dilanjutkan atau tidak tentu kita akan menampung aspirasi dari masyarakat luas," kata Dasco di Gedung DPR, Senayan, Kamis (20/2).
Dasco memastikan nantinya keberlanjutan RUU Ketahanan Keluarga akan melibatkan masyarakat. Ia pun menyebut DPR tak dapat melarang aspirasi perorangan untuk mengajukan RUU.
ADVERTISEMENT
RUU Ketahanan Keluarga merupakan usulan perseorangan yang terdiri dari 5 anggota DPR yakni Ledia Hanifa dan Netty Prasetiyani dari PKS, Sodik Mudjahid dari Gerindra, Ali Taher dari PAN, dan Endang Maria dari Golkar. Golkar sudah menarik diri dari RUU ini karena menilai pengusul tidak konsultasi dengan partai.
RUU ini mendapatkan banyak kritik karena memuat sejumlah pasal kontroversial. Pasal-pasal tersebut di antaranya penanganan krisis keluarga karena penyimpangan seksual (LGBT-BDSM), peran istri yang lebih pada urusan domestik (rumah tangga), hingga soal donor sperma dan penyewaan rahim.