Baleg Ungkap Alasan RUU PKS Jadi RUU TPKS: Memudahkan Penegak Hukum

9 September 2021 11:08 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Massa aksi mengenakan masker dan topi yang bertuliskan tuntutan saat aksi unjuk rasa di depan Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (17/9/2019). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Massa aksi mengenakan masker dan topi yang bertuliskan tuntutan saat aksi unjuk rasa di depan Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (17/9/2019). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
ADVERTISEMENT
RUU Penghapusan Kekerasan seksual (PKS) kini berubah nama menjadi RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS). Wakil Ketua Baleg DPR, Willy Aditya, menjelaskan perubahan nama itu bertujuan agar penegakan hukum terhadap kasus kekerasan seksual lebih mudah dilakukan.
ADVERTISEMENT
Dia mengungkapkan, pergantian nama dari RUU PKS menjadi RUU TPKS dilakukan setelah diskusi yang melibatkan berbagai elemen masyarakat, termasuk para pakar, Komnas Perempuan hingga MUI.
“Maka kemudian biar lebih membumi, akhirnya kita pilih RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual,” kata Willy, Kamis (9/9).
Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU TPKS itu mengatakan RUU TPKS akan menjadi satu-satunya undang-undang yang berpihak kepada korban karena sejauh ini undang-undang yang sudah ada hanya mengatur kekerasan seksual secara terbatas. Menurutnya, pergantian nama akan membuat kasus kekerasan seksual mudah ditangani.
“Ini yang menjadi catatan kita biar kemudian aparat penegak hukum bisa lebih mudah dalam menjalankan tugas-tugasnya, khususnya kepolisian dan kejaksaan. Kan selama ini law enforcement-nya aparat penegak hukum tidak memiliki legal standing dalam memproses setiap kasus kekerasan seksual,” ucapnya.
Wakil Ketua Baleg DPR Willy Aditya. Foto: DPR RI
Willy memastikan tidak ada pengurangan substansi dari RUU TPKS. Ia menyebut Baleg hanya melakukan sinkronisasi dan harmonisasi agar tidak tumpang tindih dengan UU sejenis seperti UU KUHP, UU KDRT, UU Perlindungan Anak, UU Perdagangan Orang, UU Pornografi, hingga UU ITE.
ADVERTISEMENT
“Hasil dari sinkronisasi, kemudian kita sisir. Kita fokus biar tidak overlapping dengan UU satu dengan yang lainnya supaya lebih fokus ke korban. Prinsipnya apa yang sudah termaktub di dalam UU KUHP dan lain-lainnya itu kita tidak bahas di RUU TPKS," jelas Willy.
Meski begitu, Willy memahami apabila muncul pro dan kontra terhadap pergantian nama itu. Dia menyatakan, pihaknya terbuka untuk berdialog dengan seluruh elemen masyarakat, termasuk kelompok yang kontra. Apalagi, RUU ini dibutuhkan.
“Baleg terbuka untuk masukan dari siapa saja, karena ini kan baru paparan awal. Kami terbuka dialog untuk kemaslahatan kita bersama. Jangan saling caci maki, jangan saling tuding tidak pancasilais dan sebagainya,” kata dia
“Fenomena kekerasan seksual sudah sangat meresahkan. Beberapa perubahan redaksi dan materi sebagai bagian dari dialektika yang terjadi agar pembahasan RUU ini terus mengalami kemajuan (progres), dengan begitu lahirnya payung hukum bagi ratusan ribu korban kekerasan seksual kian dekat untuk diwujudkan,” jelas Willy.
ADVERTISEMENT
Saat ini, tahapan pembahasan RUU TPKS sedang menunggu penyelesaian pemberian catatan setiap fraksi di DPR untuk kemudian akan dibahas dalam Panja. Baleg menegaskan siap memprioritaskan penyelesaian RUU TPKS.
“Pasti prioritas. Target selesai kalau bisa masa sidang ini. Kalau tidak, sebelum hari ibu-lah kita selesai,” tutup Willy.
Draft awal RUU TPKS kini berisi 11 bab yang terdiri atas 40 pasal, di mana Bab I berisi Ketentuan Umum dan soal Tindak Pidana Kekerasan Seksual diatur pada Bab II. Ada 4 bentuk kekerasan seksual yang diatur dalam naskah terbaru RUU TPKS, yaitu pelecehan seksual (fisik dan nonfisik), pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan hubungan seksual, dan eksploitasi seksual.