Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.83.0
ADVERTISEMENT
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menjelaskan sistem demokrasi di Indonesia saat ini, terjebak pada sistem demokrasi angka-angka.
ADVERTISEMENT
Hal ini, menurut Bamsoet, membuat para petinggi partai politik menjadi disorientasi. Utamanya, pada penerapan sistem demokrasi.
"Sekarang kita tidak lagi mengejar aspirasi rakyat, mengejar kepentingan rakyat, tapi kita sekarang mengejar suara rakyat dalam bentuk angka-angka. Dan angka-angka itu tidak gratis," ujar Bamsoet.
Hal ini disampaikan Bamsoet dalam peluncuran buku "Biografi Politik Bambang Soesatyo: Pemimpin Adaptif di Era Disrupsi" di Parle Senayan Resto, Jakarta, Selasa (10/9). Hadir dalam acara itu Ketua DPR sekaligus Ketua PDIP, Puan Maharani.
Lebih lanjut Bamsoet meminta untuk jangan menyalahkan rakyat atas sistem demokrasi yang saat ini berjalan. Sebab, hal ini merupakan kesalahan dari para petinggi parpol.
"Kitalah yang salah memutuskan pilihan demokrasi langsung hari ini, sebelum kita berhasil mensejahterakan rakyat kita, sebelum kita berhasil meningkatkan pendidikan rakyat kita, sebelum kita berhasil meningkatkan literasi politik rakyat kita, sehingga kita terjebak pada situasi yang sangat pragmatis. Nomor piro, wani piro [nomor berapa, berani berapa]," ungkap politikus Golkar kelahiran Jakarta ini.
ADVERTISEMENT
Penerapan sistem demokrasi ini juga, yang membuat Indonesia terjebak dalam fenomena Pilkada kotak kosong.
Bamsoet pun mengajak untuk merenung, apa gunanya Pemilu jika memang sudah diatur untuk kotak kosong.
"Kalau kita renungkan baik-baik lagi, apa gunanya kita menyelenggarakan pemilihan langsung? Kalau semua sudah selesai, di tingkat atas, kalau rakyat hanya memilih kotak kosong, atau figurnya? Ini juga kritik bagi saya, bagi kita semua," tuturnya.
Ia juga menyatakan, bahwa setiap 5 tahun sekali ia merasakan kegelisahan, apakah akan terpecah atau tidak bangsa Indonesia jika sudah masuk waktunya Pemilu.
"Kemudian Mbak Puan, kita juga perlu berpikiran karena setiap 5 tahun, hati kita ini deg-degan. Pecah enggak bangsa kita ini? Ribut enggak nih? Pemilu kali ini, Pilpres, Pileg, Pilkada serentak. Setiap 5 tahun kita selalu was-was," imbuh Bamsoet.
Bagi Bamsoet, saat ini bangsa Indonesia perlu menjadikan pilihan demokrasi yang sesuai dengan jati diri bangsa, sebagaimana amanat dari Bung Karno dalam sila keempat Pancasila.
ADVERTISEMENT
"Kita perlu dengungkan lagi. Saya kira kita tidak perlu memedulikan kritik-kritik dari luar, bahwa kita akan mundur ke belakang kembali kalau kita kembali pada jadi diri bangsa kita. Indonesia adalah kita. Kita adalah milik rakyat," pungkasnya.