Bamsoet Temui Kapolri, Bahas soal Restorative Justice Terkait Uang Kripto

9 Maret 2022 3:32 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua MPR RI sekaligus Kepala Badan Hubungan Penegakan Hukum, Keamanan, dan Pertahanan KADIN Indonesia Bambang Soesatyo bertemu Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo di Mabes Polri, Selasa (8/3). Foto: Dok. Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Ketua MPR RI sekaligus Kepala Badan Hubungan Penegakan Hukum, Keamanan, dan Pertahanan KADIN Indonesia Bambang Soesatyo bertemu Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo di Mabes Polri, Selasa (8/3). Foto: Dok. Istimewa
ADVERTISEMENT
Ketua MPR RI sekaligus Kepala Badan Hubungan Penegakan Hukum, Keamanan dan Pertahanan KADIN Indonesia, Bambang Soesatyo, menemui Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (8/3).
ADVERTISEMENT
Dalam pertemuan tersebut pria yang kerap disapa Bamsoet itu menyatakan mendukung langkah Kapolri dalam menyelesaikan perkara menggunakan sistem restorative justice khususnya dalam hal mata uang elektronik atau kripto.
"Penerapan restorative justice antara lain mengacu kepada Surat Edaran Kapolri Nomor 8/VII/2018, yang ditujukan untuk penanganan perkara yang tidak menimbulkan keresahan dan tidak ada penolakan dari masyarakat, tidak berdampak konflik sosial, serta tingkat kesalahan pelaku relatif tidak berat," kata Bamsoet dalam keterangannya, Selasa (8/3).
"Dalam Surat Edaran Kapolri Nomor 2/II/2021, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo juga menginstruksikan agar penyidik Polri mengutamakan pendekatan restorative justice dalam penanganan perkara yang berhubungan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE)," tambah Bamsoet.
Ketua MPR RI sekaligus Kepala Badan Hubungan Penegakan Hukum, Keamanan, dan Pertahanan KADIN Indonesia Bambang Soesatyo bertemu Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo di Mabes Polri, Selasa (8/3). Foto: Dok. Istimewa
Namun selain perkara ITE, Bamsoet menyebut, sistem restorative justice ini juga bisa diterapkan pada kasus ekonomi digital, khususnya yang masih mengalami kekosongan hukum.
ADVERTISEMENT
"Penerapan restorative justice sebaiknya juga bisa dilakukan terhadap berbagai kasus ekonomi digital, namun tentu saja dengan catatan bukan terhadap kasus besar yang menimbulkan kerugian sangat besar di masyarakat seperti investasi bodong, skema ponzi, judi dan penipuan lainnya," katanya.
Ia kemudian mengambil contoh kasus terkait Initial Coin Offering (ICO) atau Initial Token Sales (ITS) serta belum adanya Regulatory Sandbox yang bisa mempertemukan para pemain ekonomi digital yang telah mendunia tersebut dengan regulator seperti Bappebti di Kementerian Perdagangan, OJK dan Bank Indonesia.
Misalnya, dalam menyikapi keberadaan digital trading di sektor komoditi, baik dari sisi mekanisme penjualan, transaksi, distribusi dan lain-lain yang hingga saat ini belum memiliki payung hukum yang jelas.
Bamsoet menjelaskan, perkembangan inovasi digital trading yang belum diikuti regulasi dan infrastruktur perdagangan komoditi digital dalam negeri seperti bursa kripto, broker dan exchanger yang kuat, menyebabkan masyarakat menggunakan berbagai platform digital trading luar negeri.
Ilustrasi Kripto. Foto: Shutterstock
Kekosongan regulasi yang mengatur transaksi perdagangan berjangka komoditi itu pada akhirnya membuka peluang masuknya para broker digital trading luar negeri yang berpotensi melakukan praktik penipuan berkedok investasi ilegal atau bodong.
ADVERTISEMENT
"Jangan sampai geliat anak-anak muda dan investor milenial yang mulai aktif turun ke bursa perdagangan komoditi, perdagangan aset kripto, maupun berbagai fenomena ekonomi digital lainnya menjadi terhambat lantaran kecemasan mereka terkait situasi aturan hukum yang belum jelas," jelasnya.
Lebih lanjut, ada dorongan dari beberapa pihak, seperti Indonesian Crypto Consumer Association (ICCA), Asosiasi Penjualan Langsung Indonesia (APLI), Asosiasi Perusahaan Penjualan Langsung Indonesia (AP2LI), hingga Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga untuk segera membentuk Bursa Kripto Indonesia.
Selain memberikan kepastian usaha, hukum, serta perlindungan investor dan konsumen kripto di Indonesia, kehadiran Bursa Kripto juga dinilai penting untuk mengawasi perdagangan kripto sekaligus memperkuat posisi Indonesia menjadi pusat ekonomi digital dunia, khususnya untuk wilayah Asia dan Asia Tenggara.
Ketua MPR RI sekaligus Kepala Badan Hubungan Penegakan Hukum, Keamanan, dan Pertahanan KADIN Indonesia Bambang Soesatyo bertemu Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo di Mabes Polri, Selasa (8/3). Foto: Dok. Istimewa
"KADIN juga sedang mendorong lahirnya Asosiasi Digital Trading Indonesia (ADTI) untuk menjadi mitra kerja Bappebti, Kementerian Perdagangan, dan juga kepolisian. Khususnya dalam memberikan edukasi terkait literasi investasi kepada masyarakat, sekaligus menciptakan ekosistem usaha yang kondusif agar bisa menjamin kepastian hukum terkait keberadaan digital trading," pungkas Bamsoet.
ADVERTISEMENT
Dalam pertemuan itu turut dihadiri jajaran Mabes Polri, antara lain Asops Kapolri Irjen Pol Agung Setya Imam Effendi, As SDM Kapolri Irjen Pol Wahyu Widada, Kadiv Propam Irjen Pol Ferdy Sambo, Kadiv Humas Irjen Pol Dedy Prasetyo, Kadivkum Irjen Pol R. Sigid Tri Hardjanto, dan Wakabareskrim Irjen Pol Syahardiantono.
Sementara pengurus Badan Hubungan Penegakan Hukum, Keamanan dan Pertahanan KADIN Indonesia yang hadir antara lain, Sekretaris Kepala Badan Junaidi Elvis, Wakil Kepala Badan Hubungan Penegakan Hukum Reginald FM Engelen, Kepala Bidang Hubungan KADIN dengan Kepolisian Robert Kardinal, serta Wakil Kepala Bidang Hubungan KADIN dengan Kepolisian Harry Prasetyo dan Anky Rakhmansyah.