Banding Ditolak, Emirsyah Satar Ajukan Kasasi ke MA Atas Vonis 8 Tahun Penjara

4 Agustus 2020 11:47 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mantan Direktur Utama Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, Emirsyah Satar meninggalkan ruang sidang Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (30/12). Foto: ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso
zoom-in-whitePerbesar
Mantan Direktur Utama Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, Emirsyah Satar meninggalkan ruang sidang Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (30/12). Foto: ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso
ADVERTISEMENT
Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menolak banding yang diajukan eks Dirut Garuda Indonesia, Emirsyah Satar, dalam kasus suap pengadaan pesawat 2005-2014 dan pencucian uang.
ADVERTISEMENT
Dengan demikian, Emirsyah tetap divonis 8 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 3 bulan kurungan.
Selain itu, Emirsyah diwajibkan membayar uang pengganti sebesar SGD 2.117.315 atau sekitar Rp 22,4 miliar paling lambat 1 bulan setelah kasusnya inkrah, jika tidak diganti penjara selama 2 tahun. Putusan tersebut menguatkan vonis majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta.
"Mengadili, menguatkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanggal 8 Mei 2020 Nomor 121/Pid.Sus-Tpk/2019/PN.Jkt.Pst yang dimintakan banding tersebut," ujar Ketua Majelis Hakim PT DKI, Andriani Nurdin, dalam putusan yang dibacakan pada 17 Juli tersebut.
Atas penolakan banding itu, Emirsyah mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Ia merasa putusan hakim belum mencerminkan keadilan.
ADVERTISEMENT
"Ya sudah kasasi. Intinya (vonis) masih belum berkeadilan," ujar pengacara Emirsyah, Luhut Pangaribuan, kepada wartawan, Selasa (3/8).
Mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia, Emirsyah Satar, menjalani sidang pemeriksaan saksi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (13/2). Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Luhut menilai ada penerapan hukum yang keliru dalam putusan terhadap kliennya.
"Misalnya disebut lakukan suap aktif, padahal diakui Emirsyah Satar tidak pernah intervensi apa pun (dalam pengadaan pesawat Garuda). Disebut ada TPPU padahal tidak ada yang disembunyikan atau ditutupi. Dikatakan bayar kepada Garuda padahal tidak pernah kerugian dan atau perhitungan kerugian," ucapnya.
Sehingga melalui kasasi, Luhut berharap kliennya bisa lepas dari segala tuntutan hukum.
Dalam kasusnya, Emirsyah dinilai terbukti menerima suap mencapai Rp 46,3 miliar terkait pengadaan pesawat di Garuda Indonesia. Suap berasal dari pihak Rolls-Royce Plc, Airbus, Avions de Transport Régional (ATR) melalui PT Ardyaparamita Ayuprakarsa milik Soetikno Soedarjo, dan Bombardier Kanada.
Ilustrasi pesawat Garuda Indonesia. Foto: Reuters/Darren Whiteside
Suap diberikan karena Emirsyah memilih pesawat dari 3 pabrikan dan mesin pesawat dari Rolls Royce untuk Garuda Indonesia dalam kurun 2009-2014, yakni:
ADVERTISEMENT
Selain itu, Emirsyah juga dinilai terbukti melakukan pencucian uang yang nilainya hingga Rp 87.464.189.911. Bentuk pencucian uangnya yakni:
ADVERTISEMENT
Ilustrasi Maskapai Garuda Air. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Perbuatan Emirsyah dinilai terbukti melanggar Pasal 12 huruf b Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
ADVERTISEMENT
Serta pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.