Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.1
Bangunan Bersejarah Kolese Kanisius dan Gereja Santo Yohanes di DKI Akan Dipugar
21 Mei 2021 17:28 WIB
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Dalam keterangan resmi Pemprov DKI, penerbitan Surat Rekomendasi pemugaran adalah salah satu upaya perlindungan bagi bangunan cagar budaya, diduga cagar budaya, atau pun bangunan di sekitar kawasan pemugaran dengan tujuan menjaga kelestariannya.
Hal itu telah diatur dalam Peraturan Daerah No. 9 Tahun 1999 tentang Pelestarian dan Pemanfaatan Lingkungan dan Bangunan Cagar Budaya.
Menuruti aturan dalam Perda tersebut, proses pemugaran kedua bangunan harus didampingi arsitek yang memegang IPTB A (Izin Pelaku Teknis Bangunan). Arsitek yang akan menangani proses pemugaran ini adalah Arch. Dipl. Ing. Cosmas Damianus Gozali, IAI.
“Terkait rencana pembangunan di Sekolah Kanisius, Dinas Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta telah menerbitkan Surat Rekomendasi Pemugaran No. 2476/-1.853.15 tanggal 18 Mei 2021 kepada Sekolah Kolese Kanisius,” ujar Kepala Dinas Kebudayaan DKI Jakarta, Iwan Henry Wardhana, Jumat (21/5).
Sekolah Kolese Kanisius adalah sekolah Katolik yang berlokasi di Jalan Menteng No. 64, Jakarta Pusat. Bangunan sekolah ini memiliki sejarah panjang, bahkan pernah menjadi markas tentara Jepang dan penjara di masa pendudukan Inggris.
ADVERTISEMENT
Rencana desain bangunan baru Sekolah Kolese Kanisius akan menjadikan lantai 1 sebagai area semi terbuka, merujuk pada konsep awal bangunan, yakni transparansi. Bangunan baru akan dibangun lebih tinggi dari bangunan sekitarnya.
Fasad atau muka bangunan didesain modern dengan kesederhanaan yang mengacu pada sekolah katolik , dengan mengambil unsur-unsur yang ada pada bangunan eksisting di sekitarnya. Nantinya, di bagian kaki bangunan dilapisi batu alam dan jendela bulat pada kapel yang diterapkan di bagian kepala bangunan.
Sekolah Kolese Kanisius pertama didirikan pada 1927, dengan rancangan bangunan oleh biro arsitek Fermont-Cuypers di Jalan Menteng Nomor 42. Pada 1929, bangunan tersebut resmi difungsikan sebagai ruang kelas.
Kemudian pada 1939, dibangun gedung baru dengan dua lantai, asrama, serta kapel. Pada 1945, bangunan ini dijadikan barak tentara Jepang dan amunisinya. Berlanjut pada pendudukan Inggris pada 1946, dijadikan ruang tahanan perempuan Eropa.
ADVERTISEMENT
Kemudian pada 2001-2002, bangunan bagian depan Sekolah Kolese Kanisius direnovasi menjadi empat lantai. Selain itu, dibangun juga pastoran atau tempat kediaman pastor di bagian belakang.
Sementara, rencana pemugaran Gereja Santo Yohanes Penginjil tercantum dalam Surat Rekomendasi Pemugaran No. 2477/-1.853.15 tanggal 18 Mei 2021. Gereja yang memiliki sejarah panjang dan erat kaitannya dengan perkembangan Kota Jakarta ini masih berstatus sebagai objek Diduga Cagar Budaya.
“Gereja Santo Yohanes Penginjil saat ini berstatus Objek Diduga Cagar Budaya, di mana proses pengkajian oleh Tim Ahli Cagar Budaya Provinsi DKI Jakarta sudah selesai dan saat ini sedang dalam proses penetapan sebagai Bangunan Cagar Budaya,” ujar Iwan.
Gereja yang berlokasi di Jalan Melawai Raya No. 197, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, ini mengadopsi gaya arsitektur modern tipis dengan denah persegi panjang. Atap bangunan merupakan atap pelana dengan kemiringan yang curam, memanjang dari selatan-utara.
Gereja katolik ini memiliki sejarah yang panjang. Peristiwa yang menjadi awal dibangunnya gereja ini adalah dilaksanakannya Misa Kudus pertama di rumah keluarga P. Hofland oleh Pastor J. Awick S.J. dengan peserta sebanyak 50 orang pada Oktober 1950.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya dilakukan perayaan Natal di rumah keluarga Soemarno yang semakin memunculkan keinginan warga Katolik di Kebayoran Baru untuk memiliki rumah ibadah sendiri.
Maka, dimulai proses yang panjang, mulai dari pencatatan buku baptis Paroki St. Yohanes Penginjil dan pada tanggal 2 Maret 1952 Paroki Santo Yohanes Penginjil diresmikan.
Lalu, pada 17 Agustus 1952, gedung SD dan Aula di Jalan Srikandi (Jalan Barito) selesai dibangun yang kemudian difungsikan sebagai Gereja Santo Yohanes Penginjil. Tetapi, karena semakin banyaknya jemaat gereja, pada 1953 dicanangkan rencana pembangunan gereja baru.
Akhirnya pada 1965, Gereja Katolik Santo Yohanes Penginjil yang ketiga --yang terlihat sampai sekarang-- diresmikan dan diberkati oleh Uskup Jakarta Mgr. A. Djajasepoetra S.J. pada 19 Desember 1965, dengan penandatanganan prasasti dan upacara liturgis yang meriah.