Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.2
14 Ramadhan 1446 HJumat, 14 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Bantaran Sungai Diklaim Negara: Warga Cikapundung Mau Pindah Asal Ada Ganti Rugi
13 Maret 2025 19:59 WIB
·
waktu baca 4 menit
ADVERTISEMENT
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi bersama Menteri ATR/BPN Nusron Wahid membahas soal pengaturan tanah di daerah bantaran sungai di Jawa Barat agar banjir besar tak terulang.
ADVERTISEMENT
Hasilnya, disepakati kawasan sempadan atau bantaran sungai di Jabar akan diklaim oleh negara. Nantinya, kata Dedi Kementerian ATR/BPN akan menerbitkan sertifikat sempadan sungai yang akan dipegang balai besar sungai wilayah. Sehingga, sertifikat kawasan sempadan sungai tidak lagi dimiliki oleh perorangan atau perusahaan.
"Sehingga nanti normalisasi dan pelebaran sungai tidak akan terhambat oleh terbitnya sertifikat atau kepemilikan yang dikuasai perorangan atau perusahaan," ujar Dedi, Kamis (13/3).
Terkait rencana ini, bangunan yang berada di bantaran sungai di Jabar akan terkena dampaknya.
Salah satu daerah yang berada di bantaran sungai adalah Kampung Pelangi 200, yang lokasinya di bantaran Sungai Cikapundung, Kota Bandung, Jawa Barat. tepatnya di Kelurahan Dago, Kecamatan Coblong.
Bagaimana tanggapan warga tentang rencana Pemerintah Provinsi Jawa Barat itu?
ADVERTISEMENT
“Ya kalau saya ikut saja, asalkan ada gantinya. Apakah berupa uang, atau dipindah ke mana,” kata Titi (57) salah satu warga setempat, saat ditemui di rumahnya, Kamis (13/3).
Dia punya keyakinan pemerintah juga tak bakalan asal saat mengeksekusi kebijakan tersebut. Tidak akan membuat nasib warga telantar jadinya.
“Semoga jelas gitu ada pemberitahuan dulu kapan ke warga. Terus kita kalau mau dipindah-pindah ke mana dan warga di sini juga dikasih kesempatan buat rembukan,” ucap dia.
Suami Titi, Udin (57), juga mengatakan hal serupa. Dia bilang warga di Kampung Pelangi 200 tak bakal egois. Terlebih, karena tanah yang mereka tempati pada dasarnya milik Institut Teknologi (ITB).
Udin sendiri mengaku lahir dan besar hingga menemukan jodohnya di daerah Dago, Coblong. Sebelum menempati rumahnya yang sekarang, di bantaran Sungai Cikapundung, dia tinggal di daerah Sangkuriang, Dago.
ADVERTISEMENT
Tentang asal-usul permukiman Pelangi di bantaran Cikapundung, Udin bercerita itu terbentuk sekitar tahun 90-an. Dulunya daerah yang berkontur landai itu semata daerah perkebunan, hingga adanya sejumlah orang dari luar Bandung bermigrasi dan mendirikan bedeng atau rumah ala kadarnya di kawasan itu.
Lalu, kata dia, pada sekitar tahun 92-93, ITB mendirikan asrama di daerah Sangkuriang. Sehingga warga yang semula bermukim di sana direlokasi ke daerah yang kini disebut Kampung Pelangi 200 itu.
“Jadi yang di Sangkuriang juga memang tanah punya ITB, di sini juga sama. Waktu itu, warga yang di sana diminta pindah ke sini. Makin ke sini ya ada pendatang juga dari luar,” ujarnya.
Saat relokasi itu, dia mengatakan warga diberi uang buat pindah senilai Rp 200 ribu per kepala keluarga (KK), di samping area tanah buat ditempati. Nominal Rp 200 ribu itulah yang kemudian juga menjadi nama belakang Kampung Pelangi 200.
ADVERTISEMENT
Namun begitu, menurut Udin, tidak semua warga yang mukim di kampung itu menempati tanah ITB. Ada juga tanah yang milik mereka.
“Ya kalau Pak Gub ada kebijakan mengembalikan fungsi wilayah bantaran di sini, kita mah menerima saja, karena tanahnya bukan punya kita. Tapi, harapannya enggak ada antisipasi buat kami. Karena kami juga bagaimanapun kan memerlukan ruang hidup,” katannya.
Terlebih Udin juga tahu bahwa permukiman tak semestinya tepat berada di kawasan bantaran sungai, karena rawan bencana. Ia tak keberatan semisal ke depan dia dan keluarga direlokasi ke rumah susun.
“Iya, misal jadi harus menghuni ke rusun,” ucap Udin.
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Bagas (44). Dia sendiri merupakan pendatang di Kampung Pelangi 200. Dia pindah ke sana dari Cicadas, Bandung, pada tahun 2015.
ADVERTISEMENT
“Saya pribadi mungkin menerima saja, ya. Kalau memang harus direlokasi. Karena tahu juga kondisi tanah di sini,” katanya.
“Jadi tahu ini tanah ITB. Hanya waktu itu, saya ingin punya rumah sendiri kan sama istri, dan cari yang murah. Jadi ke sini,” ujarnya.
Rencana daerah bantaran sungai bakal diklaim negara sendiri diputuskan setelah Dedi usai menggelar rapat bersama 27 bupati dan wali kota di Kompleks Wali Kota Depok pada Selasa (11/3).
Dedi menerangkan dalam rapat yang dihadiri 27 bupati dan wali kota di Kompleks Wali Kota Depok bersama BPN pada Selasa (11/3) itu, mereka sepakat berkomitmen dan mensinkronkan setiap daerah dalam menyusun tata ruang yang sehat dengan pengukuran tanah di sempadan sungai oleh Pemda Provinsi Jawa Barat.
ADVERTISEMENT
Harapannya, fungsi sungai akan dikembalikan sesuai dengan peruntukannya, dalam arti badan sungai diperlebar kembali dan kapasitas tampung airnya menjadi normal.