Bantu Dika Penderita Disleksia yang Kerap Dianiaya Orang Tuanya

3 Agustus 2017 16:57 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:16 WIB
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Dika, bocah penderita disleksia. (Foto: Dok. kitabisa.com)
zoom-in-whitePerbesar
Dika, bocah penderita disleksia. (Foto: Dok. kitabisa.com)
ADVERTISEMENT
Setiap anak berhak mendapat pendidikan yang layak, bagaimanapun kondisinya. Termasuk anak berkebutuhan khusus, juga berhak mengenyam pendidikan sesuai yang ia butuhkan.
ADVERTISEMENT
Namun sayangnya, anak berkebutuhan khusus acap kali menerima perlakuan tak mengenakkan, seperti yang dialami Dwi Andika (9). Bocah laki-laki asal Surabaya ini kerap dianiaya oleh ibunda, ayah, maupun kakak kandungnya karena lambat dalam menangkap pelajaran. Dika didiagnosa dokter menderita disleksia.
Dika, bocah penderita disleksia. (Foto: Dok. kitabisa.com)
zoom-in-whitePerbesar
Dika, bocah penderita disleksia. (Foto: Dok. kitabisa.com)
Disleksia adalah sebuah gangguan dalam perkembangan baca-tulis yang umumnya terjadi pada anak menginjak usia 7 hingga 8 tahun. Oleh karena itu, wajar jika dalam usia 9 tahun ini, Dika baru menginjak kelas 1 SD. Saat ini, Dika masih belum bisa membaca, menulis, dan berhitung.
Namun keterbatasan ini tak membuat Dika patah semangat. Dia masih memiliki cita-cita tinggi, yakni menjadi tentara.
Tak hanya di rumah, Dika juga kerap mendapatkan perlakuan tak menyenangkan di sekolah maupun di lingkungan sekitar. Di sekolah, gurunya mengaku kesulitan mengajari Dika. Berkali-kali diajari membaca, dalam hitungan detik, Dika sudah lupa.
Dika bersama campaigner Endah dan Zavira (Foto: Dok. kitabisa.com)
zoom-in-whitePerbesar
Dika bersama campaigner Endah dan Zavira (Foto: Dok. kitabisa.com)
ADVERTISEMENT
Oleh ibundanya, Dika pernah dititipkan di rumah kakaknya yang kini sudah berkeluarga, untuk diajari membaca. Namun Dika pulang dengan lebam-lebam dan luka di tubuh. Dia bahkan dicolok matanya dengan pensil oleh kakaknya itu. Sejak saat itu, ibunya tak lagi menitipkan Dika kepada anak sulungnya tersebut.
Selama sembilan tahun ini Dika tumbuh dalam ketakutan dan kemarahan. Jika ada salah satu teman yang menyinggung hatinya, Dika akan terus mengingat hal tersebut dan membalas jika ada kesempatan. Balasan tersebut berupa pukulan, sama seperti yang ia terima dari ayah, ibu dan kakaknya. Sehingga di sekolah maupun di lingkungannya, Dika dikenal sebagai anak nakal.
Dika membutuhkan pendidikan khusus. Oleh volunteer dari ITS, Endah Sulistiawati dan Zavira Ika Rahmania, Dika didaftarkan ke sekolah untuk anak berkebutuhan khusus, yakni SD Galuh Handayani Surabaya.
Tempat Dika bersekolah. (Foto: Dok. kitabisa.com)
zoom-in-whitePerbesar
Tempat Dika bersekolah. (Foto: Dok. kitabisa.com)
Namun biaya pendaftaran sekolah sebesar Rp 15 juta ini cukup mahal, jauh dari kemampuan kantong orang tua Dika. Mengingat ibunda Dika bekerja sebagai pemulung yang penghasilan per harinya sekitar Rp 50.000. Sementara ayahnya yang kerap pulang hingga larut malam, bekerja serabutan.
ADVERTISEMENT
Endah dan Zavira sudah menyicil pembayaran uang pendaftaran untuk sekolah Dika sebesar Rp 3,2 juta, yang berasal dari bantuan berbagai donatur. Oleh karena itu, Dika sudah dapat mengikuti tahapan awal sekolah yakni identification and assesment. Masa depan Dika masih panjang. Biaya pendidikannya pun tak murah.
Oleh karena itu, bagi Anda yang tergerak untuk membantu membebaskan anak bangsa dari kebodohan, dapat menyalurkan bantuan untuk Dika melalui tautan berikut: