Banyak Menu Takjil, Kenapa Pilih Berbuka dengan Gorengan?

7 April 2023 16:01 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Penjual gorengan di daerah Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Jakarta, Jumat (7/4/2023). Foto: Ainun Nabila/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Penjual gorengan di daerah Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Jakarta, Jumat (7/4/2023). Foto: Ainun Nabila/kumparan
ADVERTISEMENT
Beragam pilihan menu untuk berbuka puasa selalu jadi obrolan di bulan Ramadhan setiap tahunnya. Salah satu menu paling digemari adalah gorengan.
ADVERTISEMENT
Istilah yang digunakan untuk berbagai jenis makanan yang dicelup adonan tepung dan kemudian digoreng dalam rendaman minyak goreng ini memang laku di mana-mana. Mulai dari pisang goreng, ubi, risol, bakwan, tahu, tempe, hingga cireng.
Di media sosial guyonan gorengan yang seolah jadi 'kasta tertinggi' dalam menu berbuka pun tak elak dari bahasan.
Lantas mengapa menu ini jadi kegemaran banyak orang?
Jurnalis kumparan melakukan cek TKP ke sejumlah tempat jual gorengan di daerah Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Hasilnya ada berbagai alasan gorengan jadi menu favorit untuk buka puasa.
Rian, salah satu pembeli gorengan, berujar tak lengkap rasanya bila berbuka tanpa menu ini. Alasannya karena terbiasa mengonsumsi sejak kecil.
Rian, pembeli gorengan di daerah Pasar Minggu, Jakarta, Jumat (7/4/2023). Foto: Ainun Nabila/kumparan
"Karena udah kebiasaan dari kecil kali, ya. Di keluarga dihidangin pasti ada gorengannya," ujar Rian yang kumparan temui Rabu (5/4) sore.
ADVERTISEMENT
"Dan kebetulan saya hobi (makan) gorengan, ya, tahu sendiri badan saya besar karena saya banyak makan gorengan. Jadi, ya saya setuju banget sama pernyataan itu," jelasnya sembari bercanda.
Pria muda ini mengaku bisa menghabiskan 2-3 gorengan sekali duduk. Ia tak mau terlalu banyak mengonsumsi gorengan karena menjaga kesehatan.
"Biasanya 2-3 gorengan, sih, cari aman aja. Lagi mengurangi gorengan," katanya.
Ada pula Maryanti. Penikmat gorengan yang satu ini mengaku mengonsumsi gorengan hampir setiap hari.
Alasannya sederhana, gurih dan pedas gorengan yang ia rasakan jadi menu yang tepat untuk berbuka.
"Enak aja, gurih-gurih sama pedes," kata Maryanti.
Saat ditemui kumparan, wanita ini juga tampak membawa menu lain untuk berbuka. Mulai dari es pisang ijo, lontong, dan gorengan.
Pedagang menjual gorengan di daerah Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Jakarta, Jumat (7/4/2023). Foto: Ainun Nabila/kumparan
Cucut, penikmat gorengan lainnya punya cara unik untuk menikmati takjil favoritnya itu. Ia memilih untuk mencelupkan gorengan ke kuah kacang agar menambah cita rasa.
ADVERTISEMENT
"Iya emang sering beli. Tahu, tempe, bakwan," kata Cucut.
"Enak aja gitu dicocol pakai sambal kacang," tambahnya.
Sementara itu, salah seorang penjual gorengan yang kumparan temui menyebut tak ada alasan pasti mengapa gorengan selalu laku tiap bulan puasa. Menurutnya untuk berbuka semua orang punya selera sendiri-sendiri.
"Ya sebenarnya, sih bebas-bebas aja, sesuai selera," kata Vivin kepada kumparan, Rabu (5/4).
Pemilik lapak takjil di Pasar Minggu ini berujar kolak justru lebih laku dibandingkan menu lain yang ia sediakan. Meski ada bubur sumsum, es pisang ijo, risol, dan beragam jenis gorengan, kolak bisa laku sampai 100 cup sehari.
"Kolak yang pasti. (Laku) berapa ya, seratusan (cup) lah," ujarnya.

Omzet Penjual Gorengan Saat Bulan Ramadhan

Vivin sudah membuka lapak takjil sejak 2019. Di tahun ini dalam sehari ia bisa meraup keuntungan berkisar Rp 1,6-1,9 juta per hari.
ADVERTISEMENT
Keuntungan ini ia peroleh bukan hanya menjual gorengan tetapi juga menu takjil lain, hingga sedikit makanan berat seperti bihun dan mi goreng yang dikemas dalam tempat plastik seharga Rp 10 ribu.
"Di atas Rp 1 juta, di bawah Rp 2 jutaan. Kadang Rp 1,6, Rp 1,7, Rp1,8, Rp 1,9 gitu aja," ujar Vivin.
Penjual gorengan lainnya, Nurhidayat mengaku bisa meraup omzet Rp 800 ribu sehari. Ada berbagai jenis gorengan yang bisa dinikmati bila membeli dagangannya, mulai dari risol, pisang, ubi, tahu, cireng, hingga tempe.
Ia mengaku secara penghasilan tak jauh berbeda dengan bulan-bulan lainnya. Hanya saja bila dihitung waktu berjualan, di Ramadhan ini ia membuka dagangannya lebih siang dan laku lebih cepat.
ADVERTISEMENT
"Kalau itu mah nggak nentu, sih. Paling biasanya mah Rp 700-800an sehari. Bulan puasa sama bukan bulan puasa sama aja," kata Nurhidayat kepada kumparan, Rabu (5/4) sore.
Pada hari biasa Nurhidayat mulai berjualan jam 12 siang dan pulang jam 10 malam. Bila dihitung ia berjualan sekitar 10 jam sehari. Sedangkan saat bulan Ramadhan, Nurhidayat mulai buka dagangannya pukul 4 sore dan tutup pukul 7 malam atau sekitar tiga jam saja.
Kondisi serupa juga dialami Ani, pedagang gorengan yang kumparan temui di Jati Padang, Pasar Minggu.
"Kalau diitung gini sama kayak hari-hari (di luar bulan Ramadhan), kan ini kan dagangan cuma bisa buka sore aja. Ya, biasa aja, sih karena dia juga waktunya pendek, sih cuma 3 jam. Biasanya lebih lama. Sama, sih biasanya," kata Ani.
ADVERTISEMENT
Dalam sehari Ani biasa meraih omzet Rp 500 ribu. Tak ada perbedaan di bulan Ramadhan atau bulan-bulan lainnya. Hanya saja di bulan ini dagangannya jadi lebih cepat laku.
"Biasa mah standar, paling ya 500 sehari. Kalo bulan puasa sama aja cuma kan ini (waktunya) kalau bulan puasa semua gerak cepet waktu puasa, brek brek brek (langsung habis) gitu," katanya.
Saat ditanya alasan mengapa saat jam menuju buka puasa dagangannya langsung habis, adalah kebiasaan orang Indonesia yang gemar berbuka dengan gorengan.
"Ya nggak afdal kalau nggak ada gorengan," tutupnya.