Bareskrim Belum Temukan Unsur Korupsi Pagar Laut Tangerang: Pemalsuan Dokumen

11 April 2025 2:44 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
9
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Dirtipidum Bareskrim Polri, Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro saat diwawancarai di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Jumat (28/2/2025). Foto: Rayyan Farhansyah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Dirtipidum Bareskrim Polri, Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro saat diwawancarai di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Jumat (28/2/2025). Foto: Rayyan Farhansyah/kumparan
ADVERTISEMENT
Bareskrim Polri belum menemukan unsur tindak pidana korupsi dalam kasus pemagaran laut di Desa Kohod, Tangerang, yang sempat diminta Kejaksaan Agung untuk diselidiki dengan pasal Tipikor. Kejagung sempat memberikan petunjuk dalam berkas perkara Bareskrim untuk mengusut dugaan korupsi dalam kasus itu.
ADVERTISEMENT
Bareskrim kini sudah melimpahkan kembali berkas perkara ke Kejagung. Konstruksi pasal yang digunakan tetap, yakni dugaan pemalsuan dokumen.
"Dari penyidik Polri, khususnya melihat bahwa tindak pidana pemalsuan sebagaimana dimaksud dalam rumusan pasal 263 KUHP menurut penyidik, berkas yang kami kirimkan itu sudah terpenuhi unsur secara formal maupun materiil," kata Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro di Bareskrim, Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (10/4).
"Artinya, kita sudah hari ini kembalikan (berkas perkara) dengan alasan-alasan yang tadi kami sampaikan,” sambungnya.
Menurutnya, hasil diskusi dengan beberapa ahli serta rujukan hukum menyimpulkan bahwa perkara tersebut tidak masuk kategori tindak pidana korupsi. Salah satu acuan adalah Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 25/PUU-XIV/2016 yang mengharuskan adanya kerugian negara yang nyata.
ADVERTISEMENT
“Dari teman-teman BPK, kita diskusikan, kira-kira ini ada kerugian negara di mana ya. Mereka belum bisa menjelaskan adanya kerugian negara,” jelas Djuhandani.
Selain itu, kata Djuhandani, UU Tindak Pidana Korupsi juga menyebut bahwa hanya pelanggaran terhadap UU korupsi atau UU lain yang secara eksplisit menyebutkan tindak pidana korupsi, yang bisa dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi.
“Kemudian yang dua, berdasarkan ketentuan Pasal 14 Undang-Undang No.31 tahun 1999, sebagaimana diubah dalam Undang-Undang No 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi secara eksplisit, menyatakan bahwa yang dapat dikategorikan tindak pidana korupsi adalah yang melanggar Undang-Undang tindak pidana korupsi atau melanggar Undang-Undang lain yang secara tegas dinyatakan sebagai tindak pidana korupsi,” ujarnya.
Prajurit Komando Pasukan Katak (Kopaska) TNI AL merapikan bambu hasil pembongkaran pagar laut di Tanjung Pasir, Kabupaten Tangerang, Banten, Kamis (13/2/2025). Foto: Putra M. Akbar/ANTARA FOTO
Ia menjelaskan bahwa penyidik menilai bahwa fakta dominan dalam kasus ini adalah dugaan pemalsuan dokumen, bukan kerugian terhadap keuangan negara.
ADVERTISEMENT
“Fakta yang dominan adalah pemalsuan dokumen, di mana tidak menyebabkan kerugian negara terhadap keuangan negara ataupun perekonomian negara, sehingga penyidik berkeyakinan perkara tersebut bukan merupakan tindak pidana korupsi,” lanjutnya.
Ia menyampaikan bahwa kerugian yang muncul sejauh ini adalah kerugian yang dialami para nelayan akibat pemagaran laut, bukan kerugian negara secara langsung.
“Karena kerugian yang ada saat ini yang didapatkan penyidik adalah kerugian yang oleh para nelayan dengan adanya pemagaran itu dan lain sebagainya. Jadi kita masih melihat itu sebagai tindak pidana pemalsuan,” jelasnya.
Namun, Djuhandani juga menyebut bahwa pihaknya tetap melakukan penyelidikan atas dugaan tindak pidana lain dalam perkara tersebut, seperti dugaan suap atau gratifikasi terhadap Kades Kohod serta pemalsuan dokumen. Penyelidikan tersebut digelar terpisah dengan kasus pemalsuan dokumen ini.
ADVERTISEMENT
“Terhadap kejahatan atas kekayaan negara yang berupa pemagaran wilayah laut desa Kohod, saat ini sedang dilaksanakan proses penyelidikan oleh Direktorat Tindak Pidana Tertentu dan sudah turun sprin sidiknya,” tutur Djuhandani.